Senin, 10 Juni 2013

KEBIJAKAN EDITORIAL
Jurnal  Riset  Akuntansi  (JUARA)  adalah  jurnal  ilmiah  yang  diterbitkan  oleh  Program
Studi  Akuntansi  Fakultas  Ekonomi  Universitas  Mahasaraswati  Denpasar  yang  bertujuan
untuk mempublikasikan informasi hasil penelitian akuntansi. Lingkup penelitian akuntansi
yang dimuat dalam JUARA meliputi akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, akuntansi
sektor publik, auditing, sistem informasi, pasar modal, dan perpajakan.
Redaksi  menerima  artikel  hasil  penelitian  akuntansi  dalam  bahasa  Indonesia  ataupun
bahasa  Inggris.  Penulis  harus  menyatakan  bahwa  artikel  belum  pernah  dipublikasikan
atau  tidak  dalam  proses  penyuntingan  di  jurnal  berkala  lain.  Penentuan  artikel  yang
dimuat  dalam  JUARA  akan  dilakukan  oleh  mitra  bestari  (reviewer)  JUARA  menggunakan
sistem  blind  review.  Mitra  bestari  bertanggung  jawab  untuk  menelaah  artikel  yang  masuk
serta menyampaikan hasil evaluasi kepada penulis artikel. Artikel dikirimkan ke Sekretariat
Redaksi JUARA dengan alamat:
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Jl. Kamboja No. 11 A Denpasar, Bali - Indonesia
Telp. (0361) 262725, Fax. 0361 (262725)
Email: juara_feunmas@yahoo.co.id
JUARA (Jurnal Riset Akuntansi)
Dewan Redaksi:
Penanggung Jawab  :  Gede Gama
Pemimpin Editor  :   Putu Kepramareni
Dewan Editor    :   Ni Wayan Rustiarini
I Gede Cahyadi Putra
Mitra Bestari  :
1.  Made Sudarma (Univ.Brawijaya)
2.  Khomsiyah (Univ.Trisakti)
3.  I Wayan Suarthana (Univ.Udayana)
4.  I Putu Sugiartha Sanjaya (Univ. Atmajaya)
5.  Ali Djamuri (Univ. Brawijaya)
Penerbitan : diterbitkan secara berkala 2 kali setahun (Februari dan Agustus)
JUARA
JURNAL RISET AKUNTANSI
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL RISET AKUNTANSI (JUARA)
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
Berikut  ini  merupakan  pedoman  penulisan  artikel  dalam  JUARA  untuk  menjadi
pertimbangan bagi penulis.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam artikel terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
1.  Halaman muka (cover)
Bagian  ini  memuat  judul  dan  nama  penulis  (ditulis  lengkap  tanpa  gelar),  dan  institusi
asal penulis.
2.  Abstrak
a.  Abstrak  disajikan  di  awal  teks  dan  merupakan  ringkasan  penelitian  yang  berisi
permasalahan, tujuan, metode, hasil, dan pembahasan hasil penelitian.
b.  Bagi  naskah  berbahasa  Indonesia,  abstrak  sebaiknya  dibuat  dalam  bahasa  Inggris.
Bagi  naskah  berbahasa  Inggris,  abstrak  dibuat  dalam  bahasa  Indonesia.  Abstrak
ditulis menggunakan huruf miring (italic).
c.  Abstrak  ditulis  dengan  panjang  sekitar  150  s/d  400  kata  serta  memuat  sedikitnya
empat keywords (kata kunci) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel.
3.  Batang tubuh
Batang tubuh memuat I. Pendahuluan (latar belakang  dan  masalah), II. Kajian  Pustaka
dan  Pengembangan  Hipotesis,  III.  Metode  Penelitian  (metode  seleksi  dan  pengumpulan
data,  pengukuran  dan  definisi  operasional  variabel,  dan  metode  analisis  data),  IV.  Hasil
dan Pembahasan, V. Simpulan, Keterbatasan Penelitian, dan Saran.
4.  Daftar pustaka dan lampiran
Daftar pustaka memuat sumber-sumber yang dikutip dalam penulisan artikel. Lampiran
memuat  tabel,  gambar,  dan  instrumen  yang  digunakan.  Tabel  dan  gambar  sebaiknya
disajikan pada halaman terpisah dari badan tulisan (umumnya di bagian akhir naskah).
Penulisan  cukup  menyebutkan  pada  bagian  di  dalam  teks  tempat  pencantuman  tabel
atau  gambar.  Setiap  tabel  dan  gambar  diberikan  nomor  urut,  judul  yang  sesuai,  dan
sumber kutipan.
Format Penulisan
1.   Naskah merupakan hasil penelitian dalam bidang akuntansi.
2.  Naskah  belum  pernah  dipublikasikan  atau  tidak  dalam  proses  penyuntingan  di
jurnal/media berkala lain.
3.  Naskah dapat ditulis menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
4.  Naskah  diketik  dengan  MS  Word,  pada  kertas  ukuran  A4,  menggunakan  spasi  ganda,
ukuran  font  11,  huruf  Bookman  Old  Style,  dengan  batas  margin  atas,  bawah,  kanan,
dan kiri adalah 1 inchi.
5.  Panjang naskah yang diserahkan adalah  16-25  halaman (termasuk daftar pustaka dan
lampiran).  Semua  halaman  termasuk  daftar  pustaka,  lampiran  (tabel  dan  gambar)
harus diberi nomor urut halaman.
6.  Penulisan Judul, Sub Judul, dan Anak Sub Judul
a.  Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diketik rata tengah, serta tebal.
b.  Sub  judul  diketik  rata  kiri  dan  semua  diketik  tebal  tanpa  diakhiri  dengan  titik.
Semua  kata  menggunakan  huruf  kapital.  Penulisan sub judul menggunakan angka
romawi I, II, III, IV, dan V.
c.  Anak  Sub  Judul  diketik  rata  kiri  dan  semua  kata  diawali  huruf  kapital  tanpa
diakhiri  dengan  titik.  Penulisan  anak  sub  judul  menggunakan  angka  Arab  dan
seterusnya.
7.  Kutipan  dalam  teks  sebaiknya  ditulis  diantara  kurung  buka  dan  kurung  tutup  yang
menyebutkan nama akhir penulis, tahun, dan nomor halaman (jika dipandang perlu).
Contoh:
a.  Satu  sumber  kutipan  dengan  satu  penulis  (Jensen,  1976).  Jika  disertai  nomor
halaman (Jensen, 1976:840) atau (Jensen, 1976:840-842).
b.  Satu sumber kutipan dengan dua penulis (Jensen dan Meckling, 1976).
c.  Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis (Dewi dkk., 2005 atau Hotstede
et al., 2000).
d.  Dua sumber kutipan dengan penulis yang berbeda (David, 2005; Dina, 2006).
e.  Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (Brownell, 1981, 1983). Jika tahun
publikasi sama (Brownell, 1982a, 1982b).
f.  Sumber  kutipan  berasal  dari  pekerjaan  suatu  institusi  sebaiknya  menyebutkan
akronim institusi yang bersangkutan, misalnya (IAI, 2007).
8.  Setiap  artikel  harus  ditulis  memuat  daftar  pustaka  (hanya  yang  menjadi  sumber
kutipan) dengan ketentuan penulisan sebagai berikut:
a.   Disusun  alphabetis  sesuai  dengan  nama  akhir/keluarga  (tanpa  gelar  akademik),
baik untuk penulis asing maupun penulis Indonesia.
b.  Susunan  setiap  referensi:  nama  penulis,  tahun  publikasi,  judul  buku  teks  atau
judul jurnal, tempat terbit : nama penerbit.
Contoh:
Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta:BPFE.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2007.  Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:Salemba
Empat.
Hartono, Jogiyanto dan Bambang Riyanto. 1997. The Effect of Asymetrical Information
and  Risk  Attitude  on  Incentive  Scheme:  A  Contigency  Approach.  Jurnal  Ekonomi
dan Bisnis Indonesia. Vol 12 No. 1 : 1-12.
Andayani,  Wuryan.  2010.  Analisis  Empiris  Pergantian  Kantor  Akuntan  Publik  Setelah
Ada  Kewajiban  Rotasi  Audit.  Makalah  disampaikan  pada  Simposium  Nasional
Akuntansi XIII, Purwokerto:13-15 Oktober 2010.
Albanese. 2009. Fairer Compensation for Travellers. Diunduh tanggal 30 Januari 2009.
http://www.minister.gov.au
9.  Naskah  dapat  diserahkan  langsung  atau  dikirimkan  ke  sekretariat  redaksi  dalam
bentuk  hard copy  (dua eksemplar) dan  soft copy  (dalam flashdisk/CD) atau  attachment
file(s) melalui email.
10.  Mencantumkan CV dan alamat korespondensi (disajikan dalam halaman terpisah).
11.  Naskah  dikirimkan  paling  lambat  1  (satu)  bulan  sebelum  bulan  penerbitan  (Februari
dan Agustus) ke alamat redaksi Jurnal Riset Akuntansi (JUARA) di bawah ini:
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar
Jl. Kamboja No. 11 A Denpasar, Bali - Indonesia
Telp. (0361) 262725, Fax. 0361 (262725)
Email: juara_feunmas@yahoo.co.id

1
OPINI AUDIT GOING CONCERN: PREDIKSI KEBANGKRUTAN
DAN AUDITOR INDEPENDEN
I GEDE CAHYADI PUTRA*
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
Audit opinion on the going concern was opinion released by auditor to make sure
does  company  can  maintain  continuity  of  its  life.  Audit  opinion  on  the  going  concern
should  be  given  by  the  auditor  in  its  audit  opinion  when  the  opinion  is  issued.  The
primary  aim  of  this  study  is  to  investigate  the  effect  of  bankcruptcy  prediction,
reputation of public accounting firm, auditor opinion from the previous year, audit lag
againt going concern audit opinion.
This study reveals that bankruptcy prediction model (Z score) has negative effect
of  audit  opinion  on  the  going  concern. The  auditor’s  reputation  has  no  effect  of  audit
opinion on the going concern. The audit opinion of the previous year and The period to
complete the audit lag had positive effect of the audit opinion on going concern.
Keywords:   going  concern  audit  opinion,  Z  score,  audit  reputation,  opinion  of  the
previous year, audit lag
*Alamat korespondensi d34nmld@yahoo.com
2
I.  PENDAHULUAN
Going  concern  adalah
kelangsungan  hidup  suatu  badan
usaha  dan  merupakan  asumsi  dalam
pelaporan  keuangan  suatu  entitas.
Asumsi  ini  mengharuskan  perusahaan
secara  operasional  memiliki
kemampuan  mempertahankan
kelangsungan  hidupnya  (going  concern)
dan  akan  melanjutkan  usahanya  di
masa  depan.  Perusahaan  diasumsikan
tidak  bermaksud  atau  berkeinginan
melikuidasi  atau  mengurangi  secara
material  skala  usahanya  (Ikatan
Akuntan  Indonesia,  2007:5).
Kelangsungan  hidup  usaha  selalu
dihubungkan  dengan  kemampuan
manajemen  dalam  mengelola
perusahaan agar dapat bertahan hidup.
Ketika  suatu  perusahaan  mengalami
permasalahan  keuangan  (financial
distress),  kegiatan  operasional
perusahaan  akan  terganggu,  yang
akhirnya  berdampak  pada  tingginya
risiko  yang  dihadapi  perusahaan  dalam
mempertahankan  kelangsungan  hidup
usahanya  di  masa  mendatang,  hal  ini
akan  berpengaruh  terhadap  opini  audit
yang diberikan oleh auditor.
Opini  audit  going  concern
merupakan  opini  yang  diterbitkan
auditor  untuk  memastikan  apakah
perusahaan  dapat  mempertahankan
kelangsungan  hidupnya  (Ikatan
Akuntan  Indonesia,  2007).   Penerbitan
opini  audit  going  concern  ini  sangat
berguna  bagi  para  pemakai  laporan
keuangan  untuk  membuat  keputusan
yang  tepat  dalam  berinvestasi,  karena
ketika  seorang  investor  akan
melakukan  investasi  perlu  untuk
mengetahui  kondisi  keuangan  perusahaan,  terutama  yang  menyangkut
tentang  kelangsungan  hidup
perusahaan  tersebut  (Hany  et. al . ,
2003).  Para  investor  mengharapkan
auditor memberikan early warning akan
kegagalan  keuangan  perusahaan  (Chen
dan  Church,  1996).  Situasi  tersebut
membuat  auditor  mempunyai
tanggung  jawab  yang  besar  untuk
mengeluarkan  opini  audit  going  concern
yang  konsisten  dengan  keadaan
sesungguhnya.
Kesangsian  terhadap  kelangsungan
hidup  perusahaan  merupakan  indikasi
terjadinya  kebangkrutan.  Altman  dan
McGough  (1974)  menemukan  bahwa
tingkat  prediksi  kebangkrutan  dengan
menggunakan  suatu  model  prediksi
mencapai  tingkat  keakuratan  82
persen,  dan  menyarankan  penggunaan
model  prediksi  kebangkrutan  sebagai
alat  bantu  auditor  untuk  memutuskan
kemampuan  perusahaan
mempertahankan  kelangsungan
hidupnya.  Perusahaan   yang   terancam
bangkrut   berpeluang   mendapatkan
opini audit going concern dari auditor.
Tucker  et.  al.  (2003)    menemukan
bahwa  dari  228  perusahaan  publik
yang  mengalami  kebangkrutan,  96
perusahaan  menerima  opini  wajar
tanpa  pengecualian  pada  tahun
sebelum  bangkrut.  Di  Indonesia
terdapat  beberapa  kasus  serupa,
misalnya  dilikuidasi  beberapa  bank
setelah sebelumnya menerima pendapat
wajar  tanpa  pengecualian.  Pada  awal
1990  Bank  Summa  dilikuidasi,
selanjutnya  terdapat  16  bank  yang
telah  dilikuidasi  pemerintah  per  1
November  1997,  Bank  Prasidha  Utama
dan  Bank  Ratu  di  likuidasi  di  tahun
2000,  Unibank  di  tahun  2001,  Bank
Asiatic  dan  Bank  Dagang  Bali
dilikuidasi  tahun  2004  serta  Bank
Global  International  di  tahun  2005
(Rahayu,  2007).  Terjadinya  peristiwa
pembekuan  ijin  empat  akuntan  publik
yang  terjadi  pada  tanggal  18  November
2002  dan  kesalahan  yang  dilakukan
oleh  sejumlah  Kantor  Akuntan  Publik
(KAP)  ketika  melakukan  audit  terhadap
laporan  keuangan  38  bank  beku
kegiatan  usaha  (BBKU).  Laporan  audit
yang  dibuat  oleh  Kantor  Akuntan
Publik  dalam  peristiwa  tersebut
menyatakan  bahwa  kondisi  perbankan
saat  itu  sangat  baik,  tetapi  dalam
kenyataannya  buruk.  Keadaan  seperti
itu  membuktikan  bahwa  Kantor
Akuntan  Publik  memiliki  peranan  yang
penting  dalam  memprediksi
kebangkrutan  perusahaan.  Kantor
Akuntan  Publik  harus  memiliki
keberanian  untuk  mengungkapkan
permasalahan  mengenai  kelangsungan
3
hidup  perusahaan  klien.  Barnes  dan
Huan  (1993)  mengungkapkan  going
concern  perusahaan  seharusnya
diberikan  oleh  auditor  pada  saat  opini
audit itu diterbitkan.
Setyarno  et.  al.  (2006),  menyatakan
bahwa  auditor  dalam  menerbitkan
opini  audit  going  concern  akan
mempertimbangkan  opini  audit  going
concern yang telah diterima oleh auditee
pada  tahun  sebelumnya.  Penelitian
tersebut  memberikan  bukti  empiris
bahwa  opini  audit  tahun  sebelumnya
berpengaruh  signifikan  terhadap
penerbitan  opini  audit  going  concern.
Mutchler  (1984)  menyatakan  bahwa
perusahaan  yang  menerima  opini  audit
going  concern  pada  tahun  sebelumnya
lebih  cenderung  untuk  menerima
opini  yang  sama  pada  tahun  berjalan.
Mutchler  (1985)  menguji  pengaruh
ketersediaan  informasi  publik
terhadap  prediksi  opini  audit  going
concern,  yaitu  tipe  opini  yang  telah
diterima  perusahaan.  Hasilnya
menunjukkan  bahwa  model
discriminant  analysis  yang
memasukkan  tipe  opini  audit  tahun
sebelumnya  mempunyai  akurasi
prediksi  keseluruhan  yang  paling  tinggi
sebesar  89,9  persen  dibanding  model
yang lain.
McKeown  et.al.  (1991)  dan
Louwers  (1998)   dalam  penelitiannya
menunjukkan  auditor  sering
memberikan  opini  going  concern  ketika
laporan  audit  tertunda  lebih  lama.
Lennox  (2002)  menyatakan  beberapa
kemungkinan  untuk  menjelaskan  hal
ini.  Pertama,  auditor  mungkin  saja
menemukan  beberapa  permasalahan
ketika  mereka  melakukan  beberapa
pengujian  audit  tambahan.  Kedua,
auditor  mungkin  saja  menguji  ulang
beberapa  pengujian  jika  menemui
permasalahan  tentang  going  concern
perusahaan.  Kedua,  manajer  dan
audit  mungkin  telah  melakukan
diskusi  pendahuluan  ketika  terdapat
ketidakpastian  mengenai  going
concern  perusahaan.  Mutchler  et.al.
(1997)  menemukan  bukti  bahwa
keputusan  opini  going  concern  sebelum
terjadinya  kebangkrutan  secara
signifikan  berkorelasi  dengan
probabilitas  kebangkrutan  dan  variabel
lag laporan audit.
Auditor  mempunyai  peranan
penting  dalam  menjembatani  antara
kepentingan  investor  dan  kepentingan
perusahaan  sebagai  pemakai  dan
penyedia  laporan  keuangan.  Auditor
pada  saat  ini  harus  mengemukakan
secara  eksplisit  apakah  perusahaan
klien  akan  dapat  mempertahankan
kelangsungan  hidupnya  sampai
setahun  kemudian  setelah  pelaporan.
Masalah  timbul  ketika  banyak  terjadi
kesalahan  opini  (audit  failures)  yang
dibuat  oleh  auditor  menyangkut  opini
going  concern  (Sekar,  2003).  Tidak
adanya  hasil-hasil  penelitian  yang
konsisten  yang  dapat  dijadikan  acuan
dalam  memberikan  pertimbangan  opini
going concern  menyebabkan pemberian
status  going  concern  bukanlah  suatu
tugas yang mudah (Koh dan Tan, 1999).
Berdasarkan  uraian  latar  belakang
masalah  diatas  mendorong  peneliti
melakukan  penelitian  tentang
pengaruh  prediksi  kebangkrutan  dan
auditor  independen  terhadap  opini
audit  going  concen  pada  perusahaan
manufaktur  yang  mengalami  financial
distress  di  Bursa  Efek  Indonesia.
Prediksi  kebangkrutan  diukur  dengan
model  Altman  tahun  1968,  sedangkan
kajian  berdasarkan  auditor  independen
ditinjau  dari  reputasi  auditor,  opini
audit  sebelumnya  dan  rentang  waktu
penyelesaian laporan audit (audit lag).
II.  KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Jansen  dan  Meckling  (1976)
mendefinisikan  hubungan  keagenan
sebagai  suatu  kontrak  antara
manajemen  (agent)  dengan  para
pemegang  saham  (principal).
Manajemen  merupakan  pihak  yang
dikontrak  oleh  pemegang  saham  untuk
bekerja  untuk  kepentingan  pemegang
saham.  Manajemen  berkewajiban
untuk  mempertanggungjawabkan
wewenang  tersebut  dengan  membuat
laporan  keuangan.  Dalam  hal  ini,
4
manajer  yang  melaporkan  kinerjanya
dalam  laporan  keuangan  akan
cenderung  untuk  melaporkan  sesuatu
yang  dapat  memaksimalkan
utilitasnya.    Principal  akan
kesulitan  untuk  memastikan  apakah
agent  telah  bertindak  sesuai  dengan
keinginan  principal  atau  tidak.  Pihak
ketiga  yang  independen  sangat
dibutuhkan  sebagai  mediator  pada
hubungan  antara  principal  dan  agent.
Auditor  adalah  pihak  yang  dianggap
mampu  menjembatani  kepentingan
pihak  principal  (shareholders)  dengan
pihak  agent  (manajer)  dalam  mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan, 2006).
Principal  mengharapkan  auditor
memberikan  early  warning  mengenai
kondisi  keuangan  perusahaan.  Datadata  perusahaan  akan  lebih  mudah
dipercaya  oleh  investor  dan  pemakai
laporan  keuangan  lainnya  apabila
laporan  keuangan  yang  mencerminkan
kinerja  dan  kondisi  keuangan
perusahaan telah mendapat pernyataan
wajar dari auditor (Komalasari, 2007).
Opini Audit Going Concern
Audit  report  dengan  modifikasi
mengenai  going  concern
mengindikasikan  bahwa  dalam
penilaian  auditor  terdapat  resiko
perusahaan tidak dapat bertahan dalam
bisnis  (Komalasari,  2007).  Auditor
harus  mempertimbangkan  hasil  dari
operasi,  kondisi  ekonomi  yang
mempengaruhi  perusahaan,
kemampuan  pembayaran  hutang,  dan
kebutuhan  likuiditas  di  masa  yang
akan datang (Lenard et.al., 1998).
Standar  Profesional  Akuntan  Publik
(SPAP)  seksi  341  (IAI,  2007),
memberikan  pedoman  kepada  auditor
tentang  dampak  kemampuan  satuan
usaha  mempertahankan  kelangsungan
hidupnya  terhadap  opini  auditor
sebagai berikut:
a.  Jika  auditor  yakin  bahwa  terdapat
kesangsian  mengenai  kemampuan
satuan  usaha  dalam
mempertahankan  kelangsungan
hidupnya  dalam  jangka  waktu
pantas, ia harus:
1) Memperoleh  informasi  mengenai
rencana  manajemen  untuk
mengurangi  dampak  kondisi  dan
peristiwa tersebut.
2) Menetapkan    kemungkinan
bahwa rencana tersebut secara
efektif dilaksanakan.
b.   Jika  manajemen  tidak  memiliki
rencana   untuk  mengurangi  dampak
negatif   kondisi  dan  peristiwa
terhadap  kemampuan  satuan  usaha
dalam  mempertahankan
kelangsungan  hidupnya,  auditor
mempertimbangkan  untuk
memberikan  pernyataan  tidak
memberikan pendapat.
c.   Jika  manajemen  memiliki  rencana
tersebut,  langkah  selanjutnya  yang
harus  dilakukan  oleh  auditor  adalah
menyimpulkan  efektivitas  rencana
tersebut.
1) Jika  auditor  berkesimpulan
rencana  tersebut  tidak  efektif,
auditor  menyatakan  tidak
memberikan pendapat.
2)   Jika    auditor    berkesimpulan
rencana    tersebut    efektif    dan
klien  mengungkapkan  secara
memadai,  maka  auditor  akan
memberikan  pendapat  wajar
tanpa  pengecualian  dengan
paragraf  penjelas  mengenai
kemampuan  satuan  usaha  dalam
mempertahankan  kelangsungan
hidupnya.
3)   Jika  auditor  berkesimpulan
rencana  tersebut  efektif  akan
tetapi  klien  tidak
mengungkapkan secara memadai,
maka  auditor  memberikan
pendapat  wajar  dengan
pengecualian  atau  pendapat  tidak
wajar.
Pengaruh  Prediksi  Kebangkrutan
pada Opini Audit Going Concern
Tingkat  kesehatan  suatu
perusahaan  dapat  dilihat  dari  kondisi
keuangan  perusahaan  (Ramadhany,
2004).  McKeown  dkk  (1991)
menemukan  bahwa  auditor  hampir
tidak  pernah  memberikan  opini  audit
going  concern  pada  perusahaan  yang
tidak  mengalami  kesulitan  keuangan.
Krishnan  (1996),  menyatakan  bahwa
5
auditor  lebih  cenderung  untuk
mengeluarkan  opini  audit  going
concern  ketika  kemungkinan
kebangkrutan berada diatas 28 persen
dengan  menggunakan  model  prediksi
Zmijweski.  Carcello  dan  Neal  (2000)
menyatakan  bahwa  semakin  buruk
kondisi  keuangan  perusahaan  maka
semakin  besar  probabilitas
perusahaan  menerima  opini  going
concern.  Dengan  menggunakan  model
prediksi  Z  score  Altman,  hasil
penelitian  Ramadhany  (2004)  selaras
dengan  penelitian  McKweon,  Carcello
dan Neal.
Beberapa  penelitian  sebelumnya
menyimpulkan  bahwa  model  prediksi
kebangkrutan  menggunakan  rasiorasio  keuangan  lebih  akurat
dibandingkan  pendapat  auditor  dalam
mengelompokkan  perusahaan  bangkrut
dan  tidak  bangkrut  (Altman  dan
McGough,1974; Koh dan Killough,1990;
Koh,1991). Altman dan McGough (1974)
menemukan  bahwa  tingkat  prediksi
kebangkrutan  dengan  menggunakan
suatu  model  prediksi  mencapai  tingkat
keakuratan  82%,  dan  menyarankan
penggunaan  model  prediksi
kebangkrutan  sebagai  alat  bantu
auditor  untuk  memutuskan
kemampuan  perusahaan  dalam
mempertahankan  kelangsungan
hidupnya.  Perusahaan  yang  terancam
bangkrut  berpeluang  mendapatkan
opini  audit  going  concern  dari  auditor.
Berdasarkan  uraian  diatas,  maka
hipotesis yang dikembangkan adalah:
H1:   Model  prediksi  kebangkrutan
berpengaruh  negatif  pada  opini
audit going concern.
Pengaruh  Reputasi  Auditor  pada
Opini Audit Going Concern
Auditor  bertanggungjawab  untuk
menyediakan  informasi  yang
mempunyai  kualitas  tinggi  yang  akan
digunakan  untuk  pengambilan
keputusan  para  pemakai  laporan
keuangan.  Reputasi  auditor
menunjukkan prestasi dan kepercayaan
publik  yang  disandang  auditor  atas
nama  besar  yang  dimiliki  auditor
tersebut.  Lennox  (2002)  menyatakan
adanya hubungan positif antara ukuran
Kantor  Akuntan  Publik  (KAP)  dengan
kualitas  audit.  Klien  biasanya
mempersepsikan  bahwa  auditor  yang
berasal  dari  KAP  besar  dan  memiliki
afiliasi  dengan  KAP  internasional
memiliki  kualitas  yang  lebih  tinggi,
karena  auditor  tersebut  memiliki
karakteristik  yang  dapat  dikaitkan
dengan  kualitas,  seperti  pelatihan,
pengakuan  internasional,  serta  adanya
peer  review  (Craswell  et.al.,  1995).
DeAngelo  (1981),  mengemukakan
bahwa KAP yang besar memiliki insentif
yang  lebih  untuk  menghindari  hal-hal
yang  dapat  merusak  reputasinya
dibandingkan  dengan  KAP  yang  lebih
kecil.  KAP  yang  besar  akan  berusaha
keras  mempertahankan  reputasi
mereka  serta  menghindari  tindakantindakan  yang  dapat  merusak  reputasi.
Auditor  skala  besar  juga  lebih
cenderung  untuk  mengungkapkan
masalah-masalah  yang  ada  karena
mereka  lebih  kuat  menghadapi  resiko
proses  pengadilan.  Argumen  tersebut
berarti  auditor  skala  besar  memiliki
kemungkinan  atau  dorongan  yang
lebih untuk melaporkan  masalah going
concern  kliennya  apabila  terbukti
terdapat  masalah  untuk
melangsungkan  usahanya
dibandingkan  dengan  auditor  skala
kecil.  Auditor  skala  besar  dapat
menyediakan  kualitas  audit  yang  lebih
baik  dibanding  auditor  skala  kecil,
termasuk  dalam  mengungkapkan
masalah  going  concern.  Semakin  besar
skala  auditor  maka  akan  semakin
besar  kemungkinan  auditor  untuk
menerbitkan  opini  audit  going  concern.
Barbadillo  et.al.  (2004)  menyatakan
bahwa  reputasi  auditor  berpengaruh
signifikan  pada  probability  penerbitan
opini  audit  going  concern  pada
perusahaan  yang  mengalami  financial
distress  di  Bursa  Efek  Spanyol.
Penelitian  yang  dilakukan  Rahayu
(2007)  menemukan  bukti  empiris
bahwa  reputasi  auditor  (big  four  dan
non  big   four)  berpengaruh  terhadap
opini  audit  going  concern  pada
perusahaan  sektor  perbankan  di  Bursa
Efek  indonesia.   Penelitian  Januarti
6
(2009),  juga  menunjukkan  hasil  bahwa
reputasi  auditor  yang  diproksikan
dengan  auditor  spesialisasi  industri
berpengaruh  signifikan  terhadap
penerbitan  opini  audit  going  concern.
Berdasarkan   uraian  tersebut,  maka
hipotesis yang dikembangkan adalah:
H2:  Reputasi  auditor  berpengaruh
positif  pada  opini  audit  going
concern.
Pengaruh  Opini  Audit  Tahun
Sebelumnya  pada  Opini  Audit  Going
Concern
Opini  audit  going  concern  tahun
sebelumnya  ini  akan  menjadi  faktor
pertimbangan  penting  auditor  untuk
menerbitkan  kembali  opini  audit  going
concern  pada  tahun  berikutnya.
Apabila auditor menerbitkan opini audit
going  concern  tahun  sebelumnya  maka
akan  semakin  besar  kemungkinan
perusahaan  akan  menerima  kembali
opini  audit  going  concern  pada  tahun
berjalan (Mutchler, 1984). Nogler (1995)
dalam  Carcello  dan  Neal  (2000)
memberikan  bukti  bahwa  setelah
auditor  mengeluarkan  opini  going  concern,  perusahaan  harus  menunjukkan
peningkatan  keuangan  yang  signifikan
untuk  memperoleh  opini  bersih  pada
tahun  berikutnya,  jika  tidak  mengalami
peningkatan  keuangan  maka
penerbitan  opini  audit  going  concern
dapat  diberikan  kembali.  Ramadhany
(2004)  menunjukkan  hasil  bahwa
variabel  opini  audit  tahun  sebelumnya
berpengaruh  positif  terhadap
penerbitan  opini  audit  going  concern.
Penelitian  Setyarno  et.al.  (2006)
menunjukkan  bahwa  auditor  dalam
menerbitkan  opini  audit  going  concern
akan  mempertimbangkan  opini  audit
going  concern  yang  telah  diterima  oleh
auditee  pada  tahun  sebelumnya.
Penelitian-penelitian  tersebut  diatas
memperkuat  bukti  ada  hubungan
positif  yang  signifikan  antara  opini
audit  going  concern  tahun  sebelumnya
dengan  opini  audit  going  concern  tahun
berjalan.  Berdasarkan  uraian  tersebut,
maka  hipotesis  yang  dikembangkan
adalah:
H3:   Opini  audit  going  concern  tahun
sebelumnya  berpengaruh  positif
pada  opini  audit  going  concern
tahun berjalan.
Pengaruh Audit Lag  pada Opini Audit
Going Concern
Audit  lag  didefinisikan  sebagai
jumlah  hari  antara  akhir  periode
akuntansi  sampai  dikeluarkannya
laporan  audit.  Penelitian
menunjukkan  bahwa  auditor  sering
memberikan  opini  going  concern  ketika
laporan  audit  tertunda  lebih  lama
(McKeown  et.  al,  1991;  Louwers,
1998).  Lennox  (2002)  menyatakan
beberapa  kemungkinan  untuk
menjelaskan hal ini. Pertama, auditor
mungkin  saja  menemukan  beberapa
permasalahan  ketika  mereka
melakukan  kembali  beberapa
pengujian  audit  tambahan.  Kedua,
auditor  mungkin  saja  menguji  ulang
beberapa  pengujian  jika  menemui
permasalahan  tentang  going  concern
perusahaan.  Ketiga,  manajer  dan
auditor  mungkin  telah  melakukan
diskusi  pendahuluan  ketika  terdapat
ketidakpastian  mengenai  going
concern  perusahaan.   Ashton  dan
Elliot  (1987),  dan  Dodd  et.  al.  (1984)
menyatakan  bahwa  perusahaan  yang
menerima  opini  going  concern
membutuhkan  waktu  audit  (audit
delay)  yang  lebih  lama  dibandingkan
perusahaan yang menerima opini tanpa
modifikasi  going  concern.  Berdasarkan
uraian  tersebut,  maka  hipotesis  yang  di
kembangkan adalah:
H4:  Rentang  waktu  penyelesaian
laporan audit  berpengaruh positif
pada opini audit going concern.
III.  METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi  yang  digunakan  dalam
penelitian  ini  adalah  seluruh  auditee
manufaktur yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia  (BEI).  Sampel  dalam
penelitian  ini  diperoleh  dengan  metode
purposive  sampling,  dengan  kriteria
sebagai berikut:
1)   Auditee  terdaftar  di  Bursa  Efek
7
Indonesia  selama  periode  penelitian
(2002-2008).
2)   Memperoleh  laba  operasi  negatif
sekurangnya  empat  kali  observasi.
Laba  operasi  negatif  digunakan
untuk  menunjukkan  kondisi
keuangan  perusahaan  yang
bermasalah  dan  memiliki
kecenderungan  untuk  menerima
opini  audit  going  concern
(McKeown et.al., 1991).
3)   Menerbitkan  laporan  keuangan
yang  telah  diaudit  oleh  auditor
independen  beserta  laporan
auditnya  dari  tahun  2002  sampai
dengan  2008  dan  data  yang
dibutuhkan tersedia lengkap.
4)   Menggunakan  periode  laporan
keuangan  mulai  dari  1  Januari
sampai  dengan  31  Desember  tahun
yang bersangkutan.
Proses  seleksi  sampel  berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan, disajikan
pada Tabel 1.
Definisi Operasional Variabel
Variabel  dependen  penelitian  ini
adalah opini audit going concern.  Opini
audit  going  concern  merupakan  opini
audit  dengan  paragraf  penjelasan
mengenai  pertimbangan  auditor  bahwa
terdapat  ketidakmampuan  atau
ketidakpastian  signifikan  atas
kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan  operasinya  di  masa
mendatang.  Variabel  dependen  dalam
penelitian  ini  adalah  variabel  dummy.
Kategori  1  untuk  perusahaan  yang
menerima  opini  audit  going  concern
dan  0  untuk  perusahaan  yang  tidak
menerima opini audit going concern.
Variabel  independen  dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.  Prediksi  kebangkrutan  yang  diukur
dengan  The  Altman  Model  (1968).
Rumus  model  Altman  sebagai
berikut:
Z = 1,2Z1 + 1,4Z2 + 3,3Z3 + 0,6Z4 +
0,999Z5  ...............................(1)
Keterangan:
Z  = Overall index
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 =  earnings before interest and
taxes/total asset
Z4 =  market value of equity/book
value of debt
Z5 = sales/total asset
b.  Reputasi  auditor  merupakan
prestasi  dan  kepercayaan  publik
yang  disandang  auditor  atas  nama
besar yang dimiliki auditor tersebut.
Reputasi  auditor  diukur  dengan
variabel  dummy.  Kategori  1  jika
KAP  termasuk  dalam  kategori  The
Big  Four  Auditors,  dan  kategori  0
jika tidak termasuk kategori The Big
Four Auditors
c.   Opini  Audit  tahun  sebelumnya
didefinisikan  sebagai  opini  audit
yang  diterima  oleh  auditee  pada
tahun  sebelumnya.  Variabel  ini
diukur dengan  dummy, opini audit
going  concern  (OGC)  akan  diberi
kode  1,  sedangkan  untuk  opini
audit  non  going  concern  (NOGC)
akan diberi kode 0.
d.   Audit  lag  atau  rentang  waktu
penyelesaian  laporan  audit  adalah
jumlah  hari  antara  akhir  periode
akuntansi  sampai  dengan
dikeluarkannya laporan audit.
Teknik Analisis Data
Data  dalam  penelitian  ini  dianalisis
dengan  statistik  deskriptif,  kemudian
dilakukan  pengujian  model,  dan
terakhir  pengujian  hipotesis.  Statistik
deskriptif  memberikan  gambaran
tentang  distribusi  frekuensi  variabelvariabel  penelitian,  nilai  maksimum,
minimum,  rata-rata  dan  standar
deviasi.  Sebelum  dilakukan  pengujian
hipotesis,  terlebih  dahulu  model  data
diuji  dengan  menilai  kelayakan  model
regresi, menilai keseluruhan model, dan
menguji koefisien regresi.
Metode  statistik  yang  digunakan
untuk menguji hipotesis adalah  logistic
regression.  Ghozali  (2006:225)
menyatakan  bahwa  metode  ini  cocok
digunakan  untuk  penelitian  yang
variabel  dependennya  bersifat
kategorikal  dan  variabel  independennya
kombinasi  antara  metrik  dan  non
metrik.  Model  penelitian  ini  disajikan
sebagai berikut:
8
) 2 .........( 68
1
4 3 2 1            

LAG OATS RAD Z
OGC
OGC
Ln
Keterangan:
OGC  :   probability  mendapatkan  opini
audit going concern
Z68  : Prediksi  kebangkrutan  (The
Altman Model, 1968)
RAD  : Reputasi Auditor
OATS  :   Opini audit tahun sebelumnya
LAG  :   Jumlah  hari  akhir  periode
akuntansi  sampai  dikeluarkan
laporan audit.
  : error
IV.  HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan  kriteria  sampel  yang
telah ditetapkan, diperoleh sebanyak 22
perusahaan  manufaktur  untuk  periode
selama  7  tahun  yakni  tahun  2002
sampai  dengan  tahun  2008  dengan
total  observasi  154.  Statistik  deskriptif
memberikan  gambaran  tentang
distribusi  frekuensi  variabel-variabel
penelitian,  nilai  maksimum,  minimum,
rata-rata  dan  standar  deviasi.  Hasil
pengujian  dengan  statistik  deskriptif
disajikan pada Tabel 2.
Nilai  rata-rata  opini  audit  (OGC)
sebesar  0,90  lebih  besar  daripada  0,50;
menunjukkan  bahwa  opini  audit
dengan  kode  1,  yakni  opini  audit  going
concern  merupakan  opini  audit  yang
paling  banyak  diberikan.  Perusahaan
yang  menerima  opini  audit  going
concern  sebanyak  139,  dan  15
perusahaan  menerima  opini  audit  non
going  concern  dengan  standar  deviasi
sebesar 0,30.
Besarnya  nilai  Z  score  (Z68)
tertinggi  sebesar  11,63  dan  terendah  -7,58  dengan  standar  deviasi  2,78.  Nilai
rata-rata  Z  score  perusahaan  adalah
sebesar  0,14  lebih  kecil  daripada  batas
bawah  tingkatan  Z  score  sebesar  1,81.
Berdasarkan  tingkatan  Z  score,
perusahaan  dengan  nilai  Z  lebih  kecil
daripada  1,81  diklasifikasikan  sebagai
perusahaan  yang  berpotensi  bangkrut.
Hasil  tersebut  menunjukkan  bahwa
rata-rata  perusahaan  sampel
mengalami  permasalahan  keuangan,
yang  dapat  mengancam  kelangsungan
hidup usahanya.
Nilai  rata-rata  reputasi  auditor
(RAD)  adalah  sebesar  0,53  lebih  besar
daripada  0,50;  menunjukkan  bahwa
nilai  yang  paling  sering  muncul  adalah
1,  yang  merupakan  kode  untuk  KAP
yang  termasuk  dalam  The  Big  Fours.
Perusahaan  yang  dijadikan  sampel
penelitian  154,  sebanyak  73
perusahaan  menggunakan  jasa  auditor
Non  The  Big  Fours  (kode  0),  dan  81
perusahaan  menggunakan  jasa  auditor
The Big Fours (kode 1).
Nilai  rata-rata  opini  audit  tahun
sebelumnya  (OATS)  sebesar  0,92  lebih
besar  dari  0,50  dengan  standar  deviasi
0,27.  Hasil  ini  menunjukkan  bahwa
opini  audit  tahun  sebelumnya  yang
paling sering muncul adalah opini audit
going  concern  (kode  1),  yaitu  sebanyak
142  perusahaan  menerima  opini  audit
going  concern  dan  sisanya  sebanyak  12
perusahaan  menerima  opini  audit  non
going concern.
Variabel  rentang  waktu
penyelesaian  laporan  audit  (LAG)  ratarata sebesar 74,95 hari (75 hari) dengan
standar  deviasi  sebesar  20,55  (21  hari).
Rentang  waktu  penyelesaian  laporan
audit  yang  paling  cepat  adalah  15  hari
(sekitar  setengah  bulan)  dan  terlama
162  hari  (sekitar  5  bulan)  sejak  tanggal
laporan keuangan.
Tabel  3  menunjukkan  hasil
pengujian  dengan  regresi  logistik  pada
taraf    kesalahan  5  persen.  Hasil
pengujian  regresi  logistik  menghasilkan
model sebagai berikut:
LAG OATS RAD Z
OGC
OGC
Ln 43 , 0 339 , 4 168 , 0 68 542 , 0 127 , 3
1
     

Berdasarkan model regresi logistik yang
terbentuk,  diinterpretasikan  hasil
sebagai berikut:
1.  Model  prediksi  kebangkrutan  (Z
score)  mempunyai  koefisien  regresi
negatif  sebesar  0,542  dengan  tingkat
signifikansi  sebesar  0,004  <  0,05
Hasil  ini  menunjukkan  bahwa
prediksi  kebangkrutan  (Z  score)
berpengaruh  pada  opini  audit  going
9
concern.  Auditor  dalam  menerbitkan
opini  audit  going  concern,  sangat
memperhatikan  kondisi  keuangan
auditee.  Auditee  yang    mempunyai
permasalahan keuangan yang serius,
kesulitan  likuiditas,  kekurangan
modal  kerja,  serta  kerugian  terus
menerus yang mengakibatkan nilai Z
score  rendah  berpeluang  besar
menerima opini audit going concern.
2.  Reputasi  auditor  mempunyai
koefisien regresi positif sebesar 0,168
dengan  tingkat  signifikansi  sebesar
0.848  yang  lebih  besar  dari  0,05.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
reputasi  auditor  tidak  berpengaruh
pada opini audit going concern. Besar
kecilnya  sebuah  Kantor  Akuntan
Publik  (KAP)  tidak  mempengaruhi
besar  kecilnya  kemungkinan  KAP
tersebut  untuk  menerbitkan  opini
audit  going  concern.  Profesi  akuntan
publik  harus  memperhatikan
kualitas  audit  sebagai  hal  yang
sangat  penting  untuk  memastikan
bahwa  profesi  auditor  dapat
memenuhi  kewajibannya  kepada
para  pemakai  jasanya.  Hasil
penelitian  ini  memberikan  bukti
empiris  bahwa  auditor  dalam
menjalankan  tugasnya  patuh  kepada
Standar  Profesional  Akuntan  Publik
(SPAP), dalam hal ini SPAP seksi 341
yang mengatur pertimbangan auditor
atas  kemampuan  entitas  dalam
mempertahankan  kelangsungan
hidupnya.  Penelitian  ini  juga
menunjukkan  KAP  yang  beraffiliasi
dengan  Big  Four  atau  non  Big  Four
tidak  mempunyai  pengaruh  pada
opini  audit  going  concern  auditee,
tetapi  lebih   dipengaruhi  oleh
ketaatan  auditor  terhadap  kode  etik,
mempertahankan  independensi,
integritas,  dan  objektivitasnya.
Auditor dalam bertugas, harus selalu
mempertahankan  sikap  mental
independen  di  dalam  memberikan
jasa  profesional.  Auditor  juga  harus
mempertahankan  integritas  dan
objektivitas,  serta  harus  bebas  dari
benturan  kepentingan.  Etika
profesional  ini  terikat  untuk  semua
auditor,  tanpa  dipengaruhi  apakah
auditor  tersebut  berasal  dari  KAP
besar  (Big  Four)  atau  KAP  kecil  (non
Big  Four).  Auditor,  baik  dari  KAP
besar  maupun  kecil,  akan  tetap
memberikan  opini  audit  going
concern  apabila  auditor  tersebut
meragukan  kemampuan  perusahaan
dalam  mempertahankan
kelangsungan  usahanya,  sehingga
reputasi  auditor  yang  diproksikan
dengan  ukuran  KAP  tidak
berpengaruh  pada  opini  audit  going
concern.
3.  Pengujian  atas  variabel  opini  audit
tahun  sebelumnya  ditemukan
bukti  empiris  bahwa  opini  audit
yang  diterima  pada  tahun
sebelumnya  secara  signifikan
berpengaruh  positif  pada  opini  audit
going  concern  pada  tahun  berjalan.
Hasil  pengujian  regresi  logistik
terhadap  opini  audit  tahun
sebelumnya  menunjukkan  angka
probabilitas  signifikansi  0,000
dibawah  tingkat  signifikansi  0,05,
dengan  nilai  koefisien  positif  sebesar
4,339.  Hasil  temuan  empiris  ini
menunjukkan  bahwa  auditor
sangat  memperhatikan  opini  going
concern  yang  diterima  pada  tahun
sebelumnya.  Walaupun  sebenarnya
penerbitan  kembali  opini  going
concern  ini  tidak  didasarkan  kepada
opini  going  concern  yang  diterima
pada  tahun  sebelumnya  semata,
namun  lebih  kepada  efek  yang
disebabkan  oleh  pemberian  opini
going  concern  tersebut  yaitu
hilangnya  kepercayaan  dari  publik
akan  keberlanjutan  usaha  auditee
termasuk dari investor, kreditur, dan
konsumen  sehingga  akan  semakin
mempersulit  manajemen  perusahaan
untuk  dapat  bangkit  kembali  dari
kondisi keterpurukan (Jones, 2003) .
4.  Rentang  waktu  penyelesaian  laporan
audit  (audit  lag)  mempunyai
koefisien regresi positif sebesar  0,043
dengan  tingkat  signifikansi  sebesar
0,022  lebih  kecil  dari  0,05.  Hasil
pengujian  menunjukkan  bahwa
rentang  waktu  penyelesaian  laporan
audit  (audit  lag)  berpengaruh  pada
opini  audit  going  concern.    Hasil
10
penelitian  ini  mendukung  temuan
McKeown  et.  al.  (1991),  dan
Louwers  (1998)  menunjukkan
bahwa  auditor  sering  memberikan
opini  going  concern  ketika  laporan
audit tertunda lebih lama.  Penelitian
Ashton  dan  Elliot  (1987),  dan  Dodd
et.al.  (1984)  menyatakan  bahwa
perusahaan  yang  menerima  opini
going  concern  membutuhkan  waktu
audit  (audit  delay)  yang  lebih  lama
dibandingkan  perusahaan  yang
menerima  opini  tanpa  modifikasi
going  concern.  Lennox  (2002)
menyatakan  ketika  laporan  auditor
memerlukan  waktu  penyelesaian
yang  lebih,  mungkin  saja  auditor
menemukan  permasalahan  tentang
going  concern  perusahaan  dan
melakukan  pengujian  ulang
terhadap  beberapa  pengujian
sebelumnya.
V.  SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN
Simpulan
Berdasarkan  analisis  data  dan
pembahasan  yang  telah  dilakukan,
maka  dapat   disimpulkan  bahwa
variabel  prediksi  kebangkrutan  yang
diukur  dengan  model  Altman  (Z  score)
berpengaruh  negatif  pada  opini  audit
going  concern.  Variabel  opini  audit
tahun sebelumnya  dan  variabel rentang
waktu  penyelesaian  laporan  audit
(audit  lag)  berpengaruh  positif  pada
opini  audit  going  concern.  Sedangkan
variabel  reputasi  auditor  tidak
berpengaruh  pada  opini  audit  going
concern.
Keterbatasan dan Saran
Penelitian  ini  tidak
mempertimbangkan  kejadian-kejadian
lain  yang  memiliki  konsekuensi
ekonomi,  misalnya  pemogokan  kerja
atau  kesulitan  hubungan  perburuhan
yang  lain,  pengaduan  gugatan
pengadilan,  atau  masalah-masalah  lain
yang  kemungkinan  membahayakan
kemampuan  entitas  untuk  beroperasi.
Penelitian  berikutnya  dapat
mempertimbangkan  variabel-variabel
tersebut dalam penelitiannya.
Penelitian  ini  tidak  berhasil
memperoleh  bukti  bahwa  reputasi
auditor  yang  diproksikan  dengan
ukuran  KAP  berpengaruh  pada  opini
audit  going  concern.  Penelitian
selanjutnya  dapat  mempertimbangkan
proksi  lain  yang  diduga  berpengaruh
pada  penerbitan  opini  audit  going
concern  seperti  spesialisasi  industri
(industry  specialization)  dan
menggunakan  jumlah  klien  yang
diaudit  sebagai  proksi  dari  reputasi
auditor.
DAFTAR PUSTAKA
Altman,  E.  1982.  Accounting
Implications  of  Failure
Predictions  Models.  Journal  of
Accounting,  Auditing  and  Finance,
Summer. p. 4-19.
__________  1968.  Financial  Ratios,
discriminant  Analysis  and  the
Prediction  of  Corporate
Bankruptcy.  Journal  of  Finance
23. p. 589-609.
__________  dan  McGough,  T,  1974.
Evaluation  of  a  Company  as  A
Going  Concern.  Journal  of
Accountancy, December. p.50-57.
Ashton  R.H.  dan  Willingham  Elliot.
1987.  An  Empirical  Analysis  of
Audit  Delay.  Journal  of  Accounting
Reseach. p. 275-292.
Barbadillo,  Ruiz   Emiliano.,  Nivez
Gomez-Aguilar.,  Christina  De
Fuentes  Barbera  dan  Maria
Antonia  Garcia-Benau.  2004.
Audit  Quality  and  The  Going
Concern  Decision Making Process:
Spanish  Evidence.  European
Accounting  Review.  Vol  13  No  4.
December. p. 597-620.
Carcello,  J.V.,  and  Neal.  2000.  Audit
Committee  Composition  and
Auditor  Reporting.  The  Accounting
Review. Vol. 75 No. 4. p. 453-467.
11
Chen,  K.  C.  W.,  and  B.  K.  Church.
1996.  Going  Concern  Opinions
and  the  Market's  Reaction  to
Bankruptcy Filings. The Accounting
Review. p. 111-128.
______________  1992.  Default  on  Debt
Obligation  and  the  Issuance  of
Going-Concern  Report.  A  Journal
of Practice & Theory. p.30-49.
DeAngelo.  L.  1981.  Auditor
Independence,  “Low  Balling  “  and
Disclosure  Regulation.  Journal  of
Accounting  and  Economics  20,
Agustus. p. 113-127.
Dodd,  P.,  N.  Dopuch,  R.  Holthausen,
and  R.  Leftwich.  1984.  Qualified
Audit  Opinions  and  Stock  Prices:
Information  Content,
Announcement  Dates  and
Concurrent Disclosures.  Journal of
Accounting  and  Economics  6.  p.  3-38.
Fanny,  Margareta  dan  Sylvia  Saputra.
2005.  Opini  Audit  Going  Concern:
Kajian Berdasarkan Model Prediksi
Kebangkrutan,  Pertumbuhan
Perusahaan,  dan  Reputasi  Kantor
Akuntan  Publik  (Studi  pada
Emiten  Bursa  Efek  Jakarta).
Simposium  Nasional  Akuntansi
(SNA) VIII. Solo.
Ghozali,  Imam.  2006.  Aplikasi  Analisis
Multivariate  dengan  Program  SPSS.
Semarang:  Badan  Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hani.,  Clearly,,  dan  Mukhlasin.  2003.
Going  Concern  dan  Opini  Audit:
Suatu  Studi  Pada  Perusahaan
Perbankan  di  BEJ.  Simposium
Nasional  Akuntansi  VI  Surabaya.
p1221 -1233.
Ikatan  Akuntan  Indonesia.  2007.
Standar  Profesional  Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan  Akuntan  Indonesia.  2007.
Standar  Akuntansi  Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Januarti,  Indira.  2009.  Analisis
Pengaruh  Faktor  Perusahaan,
Kualitas  Auditor,  Kepemilikan
Perusahaan  Terhadap  Penerimaan
Opini  Audit  Going  Concern.
Simposium  Nasional  Akuntansi  XII.
Palembang.
Jensen, M.C., dan W.H. Meckling. 1976.
Theory  of  The  Firm:  Manajerial
Behavior,  Agentcy  Cost,  and
Ownership  Structure.  Journal  of
Financial  and Economics  3. p. 305-360.
Jones,  F.,  1996.  The  Information
Content  of  the  Auditor’s  Going
Concern  Evaluation.  Journal  of
Accounting  and  Public  Policy.  Vol.
15. p. 1-27.
Koh,  Hian  Chye  dan  Tan,  Sen  Suan.
1999.  A  Neural  Network  Approach
to The Prediction of Going Concern
Status. http://papers.ssrn.com.
___________  dan  Killough,  L,  1990.  The
Use  of  Multiple  Discriminant
Analysis  in  the  Assesment  of  the
Going-concern  Status  of  an  Audit
Client.  Journal  of  Business,
Finance  and  Accounting.  p.  179-192.
Komalasari,  Agrianti.  2007.  Analisis
Pengaruh  Kualitas  Auditor  dan
Proxi  Going  Concern  terhadap
Opini  Auditor.  Jurnal  Akuntansi
dan  Keuangan.  Vol  IX.  No.2,  Juli.
p. 1-16.
Lennox,  C.  2002.  Going-concern
Opinions  in  Failing  Companies:
Auditor  Dependence  and  Opinion
Shopping. http://papers.ssrn.com.
__________  2002.  Opinion  Shopping,
Audit  Firm  Dismis.sals,  and  Audit
Committees.
http://papers.ssrn.com.
__________  2002.  Opinion  Shopping  and
Audit  Committees.
http://papers.ssrn.com.
__________  2000.  Do  Companies
Successfully  Engage  in  Opinion
Shopping: Evidencefrom The UK
?.  Journal   of  Accounting   and
Economics 29. p. 321-37. 
12
McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood.
W,  1991.  Towards  an  Explanation
of  Auditor  Failure  to  Modify  the
Audit  Opinions  of  Bankrupt
Companies.  Auditing:  A  Journal
Practice & Theory. p.1-13.
Mutchler,  J.  1985.  A  Multivariate
Analysis  of  the  Auditor's  Going
Concern Opinion Decision. Journal
of Accounting Research. p. 60 - 68.
__________  1984. Auditor  's Perceptions
of  the  Going-concern  Opinion
Decision.  Journal  Practice  &
Theory. Vol.3. p. 17-30.
Praptitorini,  Mirna  Dyah  dan  Indira
Januarti.  2007.  Analisis  Pengaruh
Kualitas  Audit,  Debt  Default,  dan
Opinion  Shopping  terhadap
Penerimaan  Opini  Going  Concern.
Simposium  Nasional  Akuntansi  X.
Makassar.
Purba,  Marisi  P.  2009.  Asumsi  Going
Concern:  Suatu  Tinjauan  Terhadap
Dampak  Krisis  Keuangan  atas
Opini  Audit  dan  Laporan
Keuangan.  Yogyakarta:  Graha
Ilmu.
Rahayu,  Puji.  2007.  Assessing  Going
Concern  Opinion:  A  Study  Based
on  Financial  and  Non-Financial
Information.  Simposium  Nasional
Akuntansi X. Makassar.
Rudyawan  dan  Badera,  2009.  Opini
Audit  Going  Concern:  Kajian
Berdasarkan  Model  Prediksi
Kebangkrutan,  Pertumbuhan
Perusahaan,  Leverage,  dan
Reputasi  Auditor.  Audi  Jurnal
Akuntansi  dan  Bisnis,  Vol.  4  No.
2, Juli. p.129 – 138.
Setyarno,  Eko  Budi,  Indira  Januarti,
dan  Faisal.  2006.  Pengaruh
Kualitas  Audit,  Kondisi  Keuangan
Perusahaan,  Opini  Audit  Tahun
Sebelumnya,  Pertumbuhan
Perusahaan  terhadap  Opini  Audit
Going  Concern.  Simposium
Nasional  Akuntansi  IX.  Padang
Lampiran 1
Tabel 1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive
No  Kriteria  Jumlah  Akumulasi
1  Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama periode 2002-2008
398
2  Perusahaan non manufaktur terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama periode 2002-2008
(247)  151
3  Tidak memperoleh laba operasi yang negatif
sekurangnya empat kali observasi selama
periode penelitian (2002-2008)
(122)  29
4  Data tidak lengkap   (6)  23
5  Tidak menggunakan periode laporan keuangan
mulai 1 Januari sampai 31 Desember
(1)  22
Total sampel selama periode penelitian (7
tahun)
154
Sumber: ICMD 2003-2009, data diolah
Tabel 2
Statistik Deskriptif
Tabel 3
Variabel dalam Persamaan
Descriptive Statistics
154 .00 1.00 .9026 .29747
154 -7.58 11.63 .1397 2.77965
154 .00 1.00 .5260 .50095
154 .00 1.00 .9221 .26892
154 15.00 162.00 74.9481 20.55053
154
OGC
Z68
RAD
OATS
LAG
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation
Variables in the Equation
-.542 .191 8.073 1 .004 .582
.168 .877 .037 1 .848 1.183
4.339 1.009 18.484 1 .000 76.613
.043 .019 5.271 1 .022 1.044
-3.127 1.764 3.142 1 .076 .044
Z68
RAD
OATS
LAG
Constant
Step
1
a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: Z68, RAD, OATS, LAG.
a.
Lampiran 2
Hasil Uji Regresi Logistik
Block 0: Beginning Block
Case Processing Summary
154 100.0
0 .0
154 100.0
0 .0
154 100.0
Unweighted Cases
a
Included in Analy sis
Missing Cases
Total
Selected Cases
Unselected Cases
Total
N Percent
If weight is in eff ect, see classification table for the total
number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
.00
1.00
Internal Value
Iteration History
a,b,c
104.418 1.610
98.551 2.108
98.357 2.221
98.356 2.226
98.356 2.226
Iteration
1
2
3
4
5
Step
0
-2 Log
likelihood Constant
Coeff icients
Constant is included in the model. a.
Initial -2 Log Likelihood: 98.356 b.
Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
c.
Classification Table
a,b
0 15 .0
0 139 100.0
90.3
Observ ed
.00
1.00
OGC
Ov erall Percentage
Step 0
.00 1.00
OGC
Percentage
Correct
Predicted
Constant is included in the model. a.
The cut v alue is .500
b.
Variables in the Equation
2.226 .272 67.112 1 .000 9.267 Constant Step 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Block 1: Method = Enter
Variables not in the Equation
21.060 1 .000
2.866 1 .090
63.043 1 .000
9.411 1 .002
71.784 4 .000
Z68
RAD
OATS
LAG
Variables
Ov erall Statistics
Step
0
Score df Sig.
Omnibus Tests of Model Coefficients
52.931 4 .000
52.931 4 .000
52.931 4 .000
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
45.425
a
.291 .616
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
a.
Hosmer and Lemeshow Test
2.182 8 .975
Step
1
Chi-square df Sig.
Classification Table
a
10 5 66.7
2 137 98.6
95.5
Observ ed
.00
1.00
OGC
Ov erall Percentage
Step 1
.00 1.00
OGC
Percentage
Correct
Predicted
The cut v alue is .500
a.
Variables in the Equation
-.542 .191 8.073 1 .004 .582
.168 .877 .037 1 .848 1.183
4.339 1.009 18.484 1 .000 76.613
.043 .019 5.271 1 .022 1.044
-3.127 1.764 3.142 1 .076 .044
Z68
RAD
OATS
LAG
Constant
Step
1
a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: Z68, RAD, OATS, LAG.
a.
Correlation Matrix
1.000 -.084 -.576 -.665 -.795
-.084 1.000 -.002 -.282 -.106
-.576 -.002 1.000 .316 .212
-.665 -.282 .316 1.000 .391
-.795 -.106 .212 .391 1.000
Constant
Z68
RAD
OATS
LAG
Step
1
Constant Z68 RAD OATS LAG
PENGARUH KOMPONEN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN
PADA EFISIENSI USAHA DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA
DI KECAMATAN SUKAWATI-GIANYAR
N.K. LELY MERKUSIAWATI
Universitas Udayana Denpasar
ABSTRACT
Lembaga  Perkreditan  Desa  (LPD)  which  is  a  savings  and  loan  business
entity  owned  by  a  traditional  village.  LPD  Management  has  designed  a  control
in an effort to obtain certainty  whether the  work has been carried out effectively
and  efficiently.  This  study  will  examine  the  influence  of   the  internal  control
components on the efficiency of  business in the LPD in Sukawati Gianyar.
The  study  population  was  20  LPD  in  Sukawati  Gianyar  District.  The
components  of  the  internal  control  structure  consist  of  the  control  environment,
accounting  systems,  and  control  procedures.  The  dependent  variable  was
measured  by  the  ratio  BOPO.  Research  data  analysis  tool  is  multiple
regressions.  Variable  internal  control  structure  consists  of  accounting  systems,
and  control  procedures  have  a  significant  influence  on  the  efficiency  of
operations at the  Institute for Rural Villages in the district of  Sukawati,  whereas
the  control  environment  does  not  significantly  influence  the  efficiency  of   these
three  factors  usaha.Variasi  internal  control  structure  of  the  business  efficiency
was  14,70%  while  the  rest  equal  to  85,30%  influenced  by  other  factors  not
described in this model.
Keywords: LPD, internal control structure, efficiency
I.  PENDAHULUAN
Mengingat  peranan  dan
kontribusi  desa  adat  ke  arah  usaha
ekonomi  produktif,  Pemerintah
Propinsi  Bali  mengeluarkan
Peraturan  daerah  Nomor  2  tahun
1988,  yang  sekarang  telah
disempurnakan  oleh  Peraturan
daerah  Nomor  8  tahun  2002  tentang
Lembaga  Perkreditan  Desa  (LPD)
yang  merupakan  badan  usaha
simpan  pinjam  yang  dimiliki  oleh
desa  adat.  Dalam  rangka  mencapai
tujuan  untuk  dapat  mendorong
pembangunan  ekonomi  masyarakat
desa,  LPD  melaksanakan  berbagai
usaha  seperti  memberikan  pinjaman
untuk  kegiatan  yang  bersifat
produktif,  menerima  pinjaman  dari
lembaga keuangan lain yang sah dan
menerima  dana  masyarakat  baik
dalam  bentuk  tabungan  ataupun
deposito.  Dalam  upaya
mempraktekkan  pemisahan  fungsi,
tugas  dan  tanggung  jawab  dalam
struktur  organisasi  LPD  maka
dibentuklah  Badan  Pengurus,  Badan
Pembina  dan  Badan  Pengawas  yang
melaksanakan  fungsi  dan
peranannya  masing-masing  sesuai
dengan  ketentuan  yang  telah
ditetapkan  dalam  Peraturan  Propinsi
Bali tentang LPD. Hal ini secara tidak
langsung  mengindikasikan
diterapkannya  praktek  pengendalian
intern  dalam  organisasi  LPD  sebagai
lembaga simpan pinjam.
Dalam  lingkup  usaha  yang
semakin  meluas,  manajemen  tidak
mampu  lagi  memimpin  perusahaan
secara  langsung.  Kondisi  ini
mengakibatkan  manajemen  harus
mempekerjakan  orang  lain  sebagai
karyawan  dalam  rangka  menghindari
perangkapan  fungsi  dan  tugas
masing-masing unit organisasi dalam
perusahaan.  Pada  hakekatnya
manajemen harus bertanggung jawab
untuk menyajikan informasi ekonomi
yang  dipercaya  dan  diandalkan  bagi
para pengguna informasi baik Dewan
Direksi,  Masyarakat,  Calon  Investor
ataupun  Pihak  Berkepentingan
Lainnya.  Sebagai  salah  satu  upaya
untuk  dapat  mewujudkan  hal  itu
manajemen  melakukan  aktivitas
pengendalian  dalam  upaya
mendapatkan  kepastian  apakah
pekerjaan  telah  dilaksanakan  secara
efektif dan efisien.
Tanggung  jawab  untuk
menyusun  atau  merancang  dan
melaksanakan  struktur  pengendalian
intern  yang  baik  terletak  pada
manajemen. Menurut Mulyadi (2002 :
180),  manajemen  merancang
struktur  pengendalian  intern  yang
efektif  untuk  memberikan  keyakinan
memadai  tentang  pencapaian  tiga
golongan  tujuan  yaitu  (1)  keandalan
informasi  keuangan,  (2)  kepatuhan
terhadap  hukum  dan peraturan  yang
berlaku  dan  (3)  efektifitas  dan
efisiensi operasi.
Namun  pada  LPD  di  kecamatan
Sukawati-Gianyar,  pengawasan
terhadap  operasional  LPD  masih
kurang  dan  masih  terjadi
perangkapan  tugas  dari  masingmasing  bagian.  Walaupun  struktur
pengendalian intern sudah ada tetapi
yang  menjalankan  adalah  sumber
daya  manusia  dengan  pemahaman
terhadap  struktur  pengendalian
intern  yang  masih  kurang.  Hal  ini
akan  mempengaruhi  efektivitas  dan
efisiensi  yang  akan  dicapai  oleh  LPD
di  kecamatan  Sukawati-Gianyar.
Adapun  pokok  masalah  dalam
penelitian  ini  adalah  apakah
komponen  Struktur  Pengendalian
Intern  mempunyai  pengaruh
signifikan  terhadap  efisiensi  usaha
pada  Lembaga  Perkreditan  Desa  di
Kecamatan Sukawati-Gianyar?
II.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Unsur-unsur  Struktur  Pengendalian
Intern
Menurut  Halim  (2001:193),
struktur  pengendalian  intern
memiliki  unsur-unsur  sebagai
berikut:
1)  Lingkungan Pengendalian
Lingkungan  pengendalian
merupakan  pengaruh  gabungan
dari  berbagai  faktor  dalam
membentuk,  memperkuat,  atau
memperlemah efektivitas kebijakan
dan  prosedur  tertentu,  yang
menggambarkan  keseluruhan
sikap,  kesadaran,  dan  tindakan
dewan  komisaris,  manajemen
perusahaan,  pemilik  dan  pihak
lain  mengenai  betapa  pentingnya
pengendalian  bagi  satuan  usaha,
dan  tekanannya  pada  satuan
usaha  yang  bersangkutan.  Faktorfaktor  yang  terkandung  dalam
lingkungan  pengendalian  tersebut
adalah:
(a)  Filosofi  dan  Gaya  operasi
manajemen.   Filosofi  adalah
seperangkat  keyakinan  dasar
yang  menjadi  parameter  bagi
perusahaan  dan  karyawannya.
Karakteristik  filosofi
manajemen  dan  gaya  operasi
yang  berpengaruh  besar
terhadap  lingkungan
pengendalian  adalah  (1)
pendekatan  untuk  memantau
berbagai  risiko  bisnis  yang
dihadapi  perusahaan,  (2)
penekanan  pada  pencapaian
anggaran  dan  laba
perusahaan,  dan  (3)  sikap,
pandangan,  dan  tindakan
manajemen  terhadap  laporan
keuangan.
(b)  Struktur  organisasi  satuan
usaha.  Struktur  organisasi
memberikan  kerangka  untuk
perencanaan,  pelaksanaan,
pengendalian,  dan
pemantauan aktivitas entitas.
(c)  Berfungsinya dewan komisaris,
dan  komite-komite  yang
dibentuk seperti komite audit.
Dewan  komisaris  mempunyai
fungsi  sebagai  pengawas  yang
mengawasi  arah  jalannya
perusahaan, sedangkan komite
audit  mempunyai  peranan
yang  sangat  penting  dalam
mengatasi  segala
permasalahan  praktik
pelaporan  keuangan
perusahaan.
(d)  Metode  pelimpahan  wewenang
dan tanggung jawab
Pembagian  wewenang  dan
pembebanan  tanggung  jawab
merupakan  perluasan  lebih
lanjut  pengembangan  struktur
organisasi.
(e)  Metode  pengendalian
manajemen  dalam  memantau
dan menindaklanjuti kinerja
Metode  pengendalian
manajemen  ini  berhubungan
dengan  kemampuan
manajemen  untuk  megawasi
secara  efektif  seluruh  aktivitas
perusahaan.  Kunci-kunci
pengendalian  yang  dilakukan
oleh manajemen adalah:
1.  Anggaran,  yang  mempunyai
arti  penting  penetapan  dan
pengkomunikasian
perencanaan  manajemen
bagi  seluruh  kegiatan
perusahaan.
2.  Pelaporan  internal,  dimana
sistem  pelaporan  internal
yang  efektif  dari  manajemen
berbagai  level,
menunjukkan  lingkungan
pengendalian yang sehat.
3.  Auditor  internal,
memberikan  kontribusi
terhadap  lingkungan
pengendalian  dengan
membantu  manajemen
untuk  memonitor
keefektifan  dari
pengendalian lain.
(f)  Kebijakan  dan  praktik
personalia.  Dasar  yang  paling
pokok  dalam  lingkungan
pengendalian  adalah
kecakapan  dan  kejujuran
karyawan  perusahaan  yang
melaksanakan  praktik
maupun prosedur.
(g)  Berbagai  faktor  ekstern  yang
mempengaruhi  operasi  dan
praktik  satuan  usaha,  dimana
keberhasilan  pengendalian
suatu  satuan  usaha  sangat
dipengaruhi  oleh  keberadaan
pengawasan  dan  kepatuhan
yang  dibutuhkan  dari  pihak
luar  seperti  badan  pembuat
undang-undang,  dan  undangundangnya itu sendiri.
2)  Sistem Akuntansi
Sistem  Akuntansi  terdiri  dari
metode  dan  catatan  yang
diterapkan  manajemen  untuk
mencatat  dan  melaporkan
transaksi dan kejadian, dan untuk
menyelenggarakan
pertanggungjawaban  aktiva  dan
kewajiban  yang  bersangkutan
dengan  transaksi  dan  kejadian
tersebut.
3)  Prosedur Pengendalian
Prosedur  pengendalian  melengkapi
struktur  pengendalian  intern.
Prosedur  pengendalian  adalah
kebijakan  dan  prosedur  sebagai
tambahan  terhadap  lingkungan
pengendalian  dan  sistem
akuntansi  yang  telah  diciptakan
manajemen  untuk  memberikan
keyakinan  memadai  bahwa  tujuan
tertentu  suatu  satuan  usaha  akan
tercapai.  Pada  umumnya  prosedur
pengendalian  dapat
diklasifikasikan ke dalam prosedur
yang bersangkutan dengan:
(a)  Otorisasi  yang semestinya  atas
transaksi  dan  kegiatan.  Dalam
organisasi,  setiap  transaksi
hanya  terjadi  atas  dasar
otorisasi  dari  yang  memiliki
wewenang  untuk  menyetujui
terjadinya transaksi tersebut.
(b)  Pemisahan  tugas  dan
tanggung  jawab  yang
memadai.  Salah  satu  kategori
dari  prosedur  pengendalian
adalah  pemisahan  tanggung
jawab  untuk  setiap  transaksi
yang  terjadi,  untuk  mencegah
terjadinya  kesalahan  dan
penyimpangan  dari
pembebanan tanggung jawab.
(c)  Perancangan  dan  penggunaan
dokumen  dan  catatan  yang
memadai.  Dokumen  dan
catatan  merupakan  obyek  fisik
tempat  transaksi  dimasukkan
dan  diringkas.  Dalam
pencanangan  dokumen  dan
catatan,  unsur  pengendalian
intern  yang  harus
dipertimbangkan adalah :
1.  Perancangan  dokumen
bernomor urut cetak.
2.  Pencatatan  transaksi  harus
dilakukan  pada  saat
transaksi  terjadi,  atau
segera  setelah  transaksi
terjadi.
3.  Perancangan  dokumen  dan
catatan  harus  cukup
sederhana  untuk  menjamin
kemudahan  dalam
pemahaman  terhadap
dokumen  dan  catatan
tersebut.
4.  Sedapat  mungkin  dokumen
dirancang  untuk  memenuhi
berbagai  keperluan
sekaligus.
5.  Perancangan  dokumen  dan
catatan  yang  mendorong
pengisian data yang benar.
(d)  Perlindungan  memadai  atas
akses  dan  penggunaan  aktiva
perusahaan  serta  catatan.
Akses  mempunyai  dua
dimensi, yaitu:
1.  Akses  langsung  dalam
memegang  atau  mengelola
aktiva.  Akses  langsung
dikendalikan  dengan
pengendalian  fisik.  Piranti
pengamanan  dan
pengukuran  untuk
penjagaan  aktiva  adalah
catatan  akuntansi,  dan
catatan  atas  aktiva  yang
belum  maupun  yang  sudah
digunakan.
2.  Akses  tidak  langsung
merupakan  akses  melalui
penyediaan  dan
pemrosesan.
(e)   Pengecekan  secara  independen
atas  pelaksanaan  dan
penilaian  yang  semestinya
terhadap  jumlah  yang  dicatat,
dimana  menuntut  adanya
verifikasi  yang  dilakukan  oleh
pihak intern yang independen.
Efisiensi Usaha
Menurut  Mardiasmo  (2002:4),
efisiensi  adalah  pencapaian  output
yang  maksimum  dengan  input
tertentu atau penggunaan input yang
terendah  untuk  mencapai  output
tertentu.  Menurut  Indra  Bastian
(2001:336),  efisiensi  adalah
hubungan  antara  input  dan  output
dimana  penggunaan  barang  dan  jasa
yang  dibeli  oleh  organisasi  untuk
mencapai output tertentu.
Menurut  Martono  (2003:89),
untuk  mengukur  efisiensi  dalam
perusahaan  biasanya  menggunakan
indikator  rentabilitas  ekonomi  dan
Biaya  Operasional/Pendapatan
Operasional.  Rentabilitas  ekonomi
merupakan  kemampuan  suatu
perusahaan  dengan  seluruh  aktiva
yang  bekerja  didalamnya  untuk
menghasilkan  laba.  Aktiva  yang
diperhitungkan  untuk  menghitung
rentabilitas  ekonomi  adalah  aktiva
yang  bekerja  dalam  perusahaan
(operating  capital/assets),  demikian
pula laba yang diperhitungkan untuk
menghitung  rentabilitas  ekonomi
adalah laba yang berasal dari operasi
perusahaan  yaitu  laba  usaha  (net
operating income).
Salah  satu  alat  ukur  efisiensi
operasional  LPD  yang  merupakan
perbandingan  antara  keluaran  dan
masukan  adalah  rasio  Biaya
Operasional/Pendapatan  Operasional
(BOPO)  yaitu  perbandingan  antara
biaya operasional dengan pendapatan
operasional.  Biaya  operasional
bersumber  dari  biaya  yang
dikeluarkan  dalam  rangka
menghimpun  dana  pihak  ketiga  dan
pendapatan  operasional  bersumber
dari  dana  yang  tertanam  pada  aktiva
produktif.  Peningkatan  aktiva
produktif  dibandingkan  dengan
aktiva  lainnya  pada  pasiva  tertentu
akan  meningkatkan  pendapatan.
Pendapatan  LPD  yang  tinggi  dengan
biaya  operasional  yang  rendah  dapat
menekan  rasio  Biaya  Operasional
terhadap  Pendapatan  Operasional
(BOPO)  sehingga  LPD  berada  pada
posisi  sehat.  Dengan  demikian
tampak  bahwa  pertumbuhan  aktiva
produktif  dan  dana  pihak  ketiga
berhubungan  dengan  rasio  Biaya
Operasional Pendapatan Operasional.
Di  dalam  dunia  perbankan
ukuran  efisiensi  usaha  sesuai
ketentuan  Bank  Indonesia  no.
30/12/KEP/DIR  tanggal  30  April
1997  tentang  penilaian  tingkat
kesehatan  BPR,  maka  tingkat
kesehatan  LPD  dibedakan  menjadi  4
macam  yakni  sehat,  cukup  sehat,
kurang  sehat,  dan  tidak  sehat.
Penentuan  kriteria  tersebut  diperinci
sebagai berikut:
1)  Untuk  rasio  BOPO  kurang  dari
93,52 % diberi nilai 4 (sehat).
2)  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
93,52%  sampai  dengan  94,72%
diberi nilai 3 (cukup sehat).
3)  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
94,72%  sampai  dengan  95,92%
diberi nilai 2 (kurang sehat).
4)  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
95,92% diberi nilai 1 (tidak sehat).
Rumusan Hipotesis
Berdasarkan  pokok
permasalahan,  tujuan  penelitian  dan
kajian-kajian  teori  yang  relevan,
maka hipotesis penelitian yaitu:
H1:  Bahwa  komponen  struktur
pengendalian  intern
berpengaruh  signifikan
terhadap  efisiensi  usaha  pada
LPD  Kecamatan  SukawatiGianyar.
III.   METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Lokasi  penelitian  ini  dilakukan
pada  Lembaga  Perkreditan  Desa
(LPD)  di  kecamatan  SukawatiGianyar.  Populasi  dalam  penelitian
ini  adalah  seluruh  Lembaga
Perkreditan  Desa  di  kecamatan
Sukawati-Gianyar.  Populasi  yang
diperoleh  adalah  20  Lembaga
Perkreditan  Desa  di  kecamatan
Sukawati-Gianyar  (ditunjukkan  pada
Tabel  1.  Dalam  penelitian  ini  metode
penentuan  sampel  yang
dipergunakan  adalah  sampling
jenuh,  yaitu  teknik  penentuan
sampel  bila  semua  anggota  populasi
digunakan  sebagai  sampel,  karena
populasi  relatif  kecil  dimana  kurang
dari 30 (Sugiyono, 2004:78).
Yang  menjadi  responden  dalam
penelitian  ini  adalah  kepala  LPD,
bagian  pembukuan,  dan  bagian
kredit, karena bagian-bagian tersebut
yang  menjabarkan  kegiatan
operasional lembaga perkreditan desa
telah  memanfaatkan  asetnya
seefisien  mungkin.  Metode
pengumpulan  data  yang  digunakan
dalam  penelitian  ini  adalah  metode
wawancara,  metode  kuisioner,  dan
metode observasi.
Definisi Operasional Variabel
Adapun  yang  menjadi  obyek
dalam  penelitian  ini  adalah
penerapan  struktur  pengendalian
intern  dan  tingkat  efisiensi  pada
Lembaga  Perkreditan  Desa  di
kecamatan  Sukawati-Gianyar.
Variabel-variabel  yang  dianalisis
dalam  penelitian  ini  adalah  efisiensi
usaha sebagai variabel terikat (Y) dan
struktur  pengendalian  intern  sebagai
variabel bebas (X).  Yang terdiri terdiri
dari  lingkungan  pengendalian  (X1),
sistem  akuntansi  (X2),  dan  prosedur
pengendalian  (X3).  Variabel-variabel
tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1)  Rasio Efisiensi
BebanOperasional
BOPO            …...(1)
Pendapatan Operasional
Semakin  kecil  angka  rasio  BOPO,
maka  semakin  baik  kondisi  LPD
tersebut.
2)  Skala Likert
Skor  atas  pilihan  jawaban  untuk
kuisioner  yang  diajukan  untuk
pertanyaan  positif  adalah  sebagai
berikut:
SS    = Sangat Setuju  skor  5
S  = Setuju    skor  4
RR  = Ragu-ragu  skor  3
TS   = Tidak Setuju  skor  2
STS   = Sangat Tidak Setuju
skor  1
Teknik Analisis Data
Analisis  data  dilakukan  dengan
regresi linear berganda.  Model regresi
linear  berganda  ditunjukkan  oleh
persamaan sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ei….(2)
Keterangan:
Y  = Efisiensi
α  = Konstanta, bilamana seluruh
nilai independen adalah nol
X1  = Lingkungan pengendalian
X2  = Sistem akuntansi
X3  = Prosedur pengendalian
β  = Koefisien regresi
ei  = Variabel pengganggu
IV.   HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur  Pengendalian  Intern
Lembaga Perkreditan Desa
1)  Lingkungan Pengendalian
Berdasarkan  jawaban  responden
atas  kuisioner  yang  diajukan
menunjukkan  secara  umum
bahwa  di  dalam  LPD  telah
terdapat  lingkungan
pengendalian.  Hal  ini  karena
semua  Lembaga  Perkreditan  Desa
telah  memiliki  struktur  organisasi
yang  memiliki  uraian,  tugas,
tanggung  jawab  dan  wewenang,
serta  berfungsinya  badan
pengawas  sebagai  internal
auditor.
2)  Sistem Akuntansi
Berdasarkan  jawaban  responden
atas  kuisioner  yang  diajukan
menunjukkan  secara  umum
Lembaga  Perkreditan  Desa  telah
menetapkan  suatu  metode  dalam
mencatat  transaksi  yang  terjadi.
Pencatatan  transaksi  dilakukan
secara  berurutan  dan  didasarkan
atas  bukti  yang  diawasi
kebenaran dan kelengkapannya.
3)  Prosedur Pengendalian
Berdasarkan  jawaban  responden
atas  kuisioner  yang  diajukan
menunjukkan  secara  umum  di
dalam  Lembaga  Perkreditan  Desa
telah  melaksanakan  prosedurprosedur  yang  meliputi  adanya
otorisasi  dari  pihak  yang
berwenang  untuk  menyetujui
terjadinya  transaksi,  dokumen
dan  arsip-arsip  telah  disimpan
pada tempat yang aman.
Efisiensi  Usaha  pada  Lembaga
Perkreditan Desa
Di  dalam  dunia  perbankan
ukuran efisiensi usaha sesuai dengan
ketentuan  Bank  Indonesia
No.30/12/KEP/DIR  tanggal  30  April
1997  tentang  penilaian  tingkat
kesehatan  BPR,  maka  tingkat
kesehatan  LPD  dibedakan  menjadi  4
macam  yakni  sehat,  cukup  sehat,
kurang  sehat,  dan  tidak  sehat.
Penentuan  kriteria  tersebut  diperinci
sebagai berikut:
1.  Untuk  rasio  BOPO  kurang  dari
93,52% diberi nilai 4 (sehat).
2.  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
93,52  s.d  94,72%  diberi  nilai  3
(cukup sehat).
3.  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
94,72%  s.d  95,92%  diberi  nilai  2
(kurang sehat).
4.  Untuk  rasio  BOPO  lebih  dari
95,92% diberi nilai 1 (tidak sehat).
Uji  Reliabilitas  dan  Validitas
Instrumen
Berdasarkan  hasil  uji  reliabilitas
menunjukkan  nilai  Cronbach  Alpha
diatas  0,60.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa  Cronbach  Alpha  >  0,60  yang
berarti  semua  pertanyaan  tersebut
adalah  reliabel.  Variabel  lingkungan
pengendalian  yang  terdiri  dari  9
pertanyaan  setelah  dilakukan  uji
validitas  dengan  membandingkan
antara  nilai  r  hitung  dengan  r  tabel
(0,254)  terlihat  bahwa  kesemuanya
memiliki  nilai  r  hitung  yang  lebih
tinggi  dari  r  tabel  yaitu  antara  0,261
sampai  dengan  0,547.  Sehingga
dapat  disimpulkan  bahwa  variabel
lingkungan  pengendalian  semuanya
dinyatakan valid.
Variabel  sistem  akuntansi  terdiri
atas  8  pernyataan,  setelah  dilakukan
uji  validitas  dengan  membandingkan
r  hitung  dengan  r  tabel  (0,254)
terlihat  bahwa  ke  8  pernyataan
memiliki  nilai  r  hitung  yang  lebih
besar  dari  r  tabel  yaitu  antara  0,326
sampai  dengan  0,587.  Sehingga
dapat  disimpulkan  bahwa  variabel
sistem  akuntansi  kesemuanya
dinyatakan valid.
Variabel  prosedur  pengendalian
terdiri  atas  10  pernyataan,  setelah
dilakukan  uji  validitas  dengan
membandingkan  dengan  r  tabel
(0,254)  terlihat  bahwa  ke  10
pernyataan  memiliki  nilai  r  hitung
lebih  besar  dari  r  tabel  yaitu  antara
0,281  sampai  dengan  0,709.
Sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa
variabel  prosedur  pengendalian
kesemuanya dinyatakan valid.
Uji Asumsi Klasik
Hasil  uji  multikolinearitas
menunjukkan  bahwa  semua  variabel
bebas  memiliki  nilai  tolerance  diatas
10%  dan  nilai  VIF  dibawah  10,
sehingga  dapat  disimpulkan  bahwa
tidak  ada  multikolinearitas  antar
variabel  bebas  dan  model  regresi.
Hasil  uji  heteroskedastisitas
menunjukkan  bahwa  berdasarkan
gambar  scatterplot  diatas,  titik  -  titik
yang  ada  tidak  membentuk  pola
tertentu  sehingga  dapat  dikatakan
bahwa  tidak  terjadi
heteroskedastisitas  pada  model
regresi,  sehingga  model  regresi  layak
dipakai  untuk  melihat  pengaruh
ketiga  variabel  independen  terhadap
variabel  dependen.  Hasil  uji
normalitas pada hasil gambar normal
probability  plot  terhadap  semua
variabel  yang  diuji  berada  pada
sekitar  garis  diagonal  yaitu  garis
probabilitas  normal.  Dengan
demikian  dapat  diambil  kesimpulan
bahwa  semua  variabel  yang  diuji
berdistribusi normal.
Hasil Analisis Regresi Berganda
Dari  hasil  analisis  data  dapat
diketahui  model  summary  besarnya
adjusted  R
2
adalah  0,147.   Hal  ini
berarti  variasi efisiensi  usaha (BOPO)
dapat  dijelaskan  oleh  variasi  dari
ketiga variabel struktur  pengendalian
intern  sebesar  14,70%  sedangkan
sisanya  sebesar  85,30%  dijelaskan
oleh  faktor-faktor  lain,  sehingga
persamaan sebagai berikut:
Y  =  -0,933  +  0,413X1  +  0,907X2  +
1,070X3 + ei ...........................(3)
Keterangan:
Y   =  Efisiensi Usaha (BOPO)
α  =  Konstanta,  bilamana  seluruh
nilai independen adalah nol
X1   =   Lingkungan Pengendalian
X2  =   Sistem Akuntansi
X3   =   Prosedur Pengendalian
  =   Koefisien Regresi
ei  =   Variabel Pengganggu
Dari  hasil  pengujian  diketahui
besarnya  standar  koefisien  pada
komponen  struktur  pengendalian
yaitu:  lingkungan  pengendalian
sebesar  0,114,  sistem  akuntansi
sebesar  0,282,  dan  prosedur
pengendalian  sebesar  0,311.  Hal  ini
berarti  prosedur  pengendalian
mempunyai  pengaruh  paling  besar
terhadap  efisiensi  usaha  pada
Lembaga  Perkreditan  Desa  di
kecamatan  Sukawati-Gianyar  karena
standar  koefisien  prosedur
pengendalian  lebih  besar  dari  pada
lingkungan  pengendalian  dan  sistem
akuntansi.  Oleh  karena  nilai
signifikansi   F  sebesar  0,008<0,05
maka  H0  ditolak  dan  H1  diterima.  Ini
berarti  bahwa  lingkungan
pengendalian,  sistem  akuntansi,  dan
prosedur  pengendalian  memiliki
pengaruh  secara  signifikan  secara
serempak terhadap efisiensi usaha.
Hasil  uji  t  menunjukkan  bahwa
lingkungan  pengendalian  (X1)  tidak
berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap  efisiensi  usaha  yang
ditunjukkan  dengan  tingkat
signifikansi  sebesar  0,355.  Hal  ini
disebabkan  karena  keberhasilan
lingkungan  pengendalian  suatu
usaha  sangat  dipengaruhi  oleh
keberadaan  pengawasan  dan
kepatuhan  yang  dibutuhkan  dari
pihak  luar  seperti  peraturan  yang
dibuat  oleh  pemerintah  daerah
antara  lain  adanya  kewajiban  untuk
menyimpan  dana  yang  telah
dihimpun  dari  warga  desa  adat  yang
tidak  dapat disalurkan  dalam  bentuk
pinjaman atau kredit di PT BPD Bali,
yang  terkadang  suku  bunga  yang  di
dapat  dari  PT  BPD  Bali  lebih  kecil
dari  suku  bunga  yang  diberikan
kepada  nasabah,  karenanya
lingkungan  pengendalian  tidak
memiliki  pengaruh  yang  signifikan
terhadap efisiensi usaha.
Hasil  pengujian  atas  pengaruh
sistem  akuntansi  terhadap  efisiensi
usaha  menunjukkan  tingkat
signifikansi  sebesar  0,024  yang  lebih
kecil  dari  α  =  0,05.  Ini  berarti  bahwa
sistem  akuntansi  berpengaruh
signifikan  secara  parsial  terhadap
efisiensi  usaha.   Hal  ini
menunjukkan  hipotesis  yang
menyatakan  bahwa  sistem  akuntansi
memiliki  pengaruh  yang  signifikan
terhadap efisiensi usaha pada  LPD  di
kecamatan  Sukawati-Gianyar  adalah
terbukti. 
Hasil  uji  t  mengenai  pengaruh
prosedur  pengendalian  terhadap
efisiensi  usaha  menunjukkan  tingkat
signifikansi  sebesar  0,013  yang  lebih
kecil  dari  α  =  0,05.  Ini  berarti  bahwa
prosedur  pengendalian  (X3)
berpengaruh  signifikan  terhadap
efisiensi  usaha  (Y).   Hal  ini
disebabkan  karena  prosedur
pengendalian  telah  berfungsi  secara
cukup  optimal  di  LPD  sehingga
prosedur  pengendalian  memiliki
pengaruh  yang  signifikan  terhadap
efisiensi usaha. Selain itu hal ini juga
menunjukkan  hipotesis  yang
menyatakan  bahwa  prosedur
pengendalian  memiliki  pengaruh
yang  signifikan  secara  parsial
terhadap  efisiensi  usaha  pada
Lembaga  Perkreditan  Desa  di
kecamatan  Sukawati-Gianyar  adalah
terbukti.
V.  SIMPULAN,  KETERBATASAN,
DAN SARAN PENELITIAN
Berdasarkan  pembahasan  atas
hasil  pengujian  hipotesis  pada  dapat
ditarik  simpulan  bahwa  variabel
struktur  pengendalian  intern  yang
terdiri  dari  lingkungan  pengendalian,
sistem  akuntansi,  dan  prosedur
pengendalian  memiliki  pengaruh
signifikan  terhadap  efisiensi  usaha
pada  Lembaga  Perkreditan  Desa  di
Kecamatan  Sukawati-Gianyar.
Variasi  ketiga  faktor  struktur
pengendalian  intern  tersebut
terhadap  efisiensi  usaha  adalah
sebesar  14,70%,  sedangkan  sisanya
sebesar  85,30%  dipengaruhi  oleh
faktor  lain  yang  tidak  dijelaskan
dalam  model  ini.  Variabel  struktur
pengendalian  intern  yang  terdiri  dari
sistem  akuntansi,  dan  prosedur
pengendalian  memiliki  pengaruh
signifikan  terhadap  efisiensi  usaha
pada  Lembaga  Perkreditan  Desa  di
kecamatan  Sukawati-Gianyar,
sedangkan  lingkungan  pengendalian
tidak  berpengaruh  signifikan
terhadap efisiensi usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. 2001.  Auditing I (Dasardasar  Audit  Laporan  Keuangan).
Edisi  ke  2  Revisi.  Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Bambang Riyanto. 2001. Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Edisi
Empat. Yogyakarta: BPFE.
Dergibson,  Siagian  dan  Sugianto.
2002.  Metode  Statistika  untuk
Bisnis dan Ekonomi.  Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Fred  N.  Kerlinger.  2003.  Asas-asa
Penelitian  Behavioral
(Terjemahan). Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis
Multivariate  dengan  Program
SPSS.  Edisi  1.  Semarang:
Bagian  Penerbit  Universitas
Diponegoro.
Indra  Bastian.  2001.  Akuntansi
Sektor  Publik  di  Indonesia.
Yogyakarta: BPFE.
Ikatan  Akuntan  Indonesia.  2001.
Standar  Profesional  Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat
Kasmir.  2004.  Bank  &  Lembaga
Keuangan  Lainnya.  Edisi  Ke  6.
Jakarta:  PT.  Raja  Grafindo
Persada.
Krismiaji.  2002.  Sistem  Informasi
Akuntansi.  Yogyakarta  :  UPP
AMP YKPN.
Mardiasmo.  2002.  Akuntansi  Sektor
Publik.  Edisi  Pertama.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Martono.  2003.  Bank  dan  Lembaga
Keuangan  Lain.  Edisi  Pertama.
Yogyakarta: Ekonisia.
Mulyadi,  Kanapa  Puradiredja.  1998.
Auditing.  Edisi  Ke  5.  Jakarta:
Salemba Empat.
Nata  Wirawan.  2002.  Statistik  2
Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi
ke 2. Denpasar: Keraras Emas
Peraturan  Daerah  Propinsi  Bali.
2002.  Nomor  8  Tahun  2002
Tentang  Lembaga  Perkreditan
Desa  disertai  Keputusan
Gubernur.
Sugiyono.  2004.  Metode  Penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Surat  Edaran  Bank  Indonesia.  1997.
Nomor  30  Tahun  1997  Tentang
Kesehatan  Bank  Perkreditan
Rakyat.
Tjukria  P.  Tawaf.  1999.  Audit  Intern
Bank. Edisi 1. Jakarta: Salemba
Empat.
Lampiran 1
Hasil Uji Heterokedastisitas
Gambar 1
Hasil Uji Normalitas
Gambar 2
1.0  0.8  0.6  0.4  0.2  0.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Ex
pe
cte
d
Cu
m
Pr
ob
Dependent Variable: LOGYYY
LLEEfcosYYY_1
Normal P-P Plot of Regression Standardized
Residual
4 2 0 -2 -4
Regression Standardized Predicted Value
2
1
0
-1
-2
-3
-4
-5
Regression Studentized Residual
Dependent Variable: LOGYYY
Scatterplot
Tabel 1
Lembaga Perkreditan Desa di Kecamatan Sukawati-Gianyar
NO  NAMA LPD  NO  NAMA LPD
1  LPD Kemenuh  11  LPD Sukawati
2  LPD Singapadu  12  LPD Batuan
3  LPD Batuyang  13  LPD Negari
4  LPD Lantangidung  14  LPD Batuaji
5  LPD Silakarang  15  LPD Lembeng
6  LPD Guwang  16  LPD Cemenggaon
7  LPD Tengkulak Kaja  17  LPD Delod Tukad
8  LPD Celuk  18  LPD Tangsub
9  LPD Ketewel  19  LPD Rangkan
10  LPD Jero Kuta  20  LPD Belangsamu
Sumber: Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten Gianyar, 2006
Tabel 2
Hasil Penilaian Efisiensi
No.  Nama LPD  Nilai BOPO  Nilai Efisiensi
1  LPD Kemenuh  64.07%  4
2  LPD Singapadu  80.62%  4
3  LPD Batuyang  79.62%  4
4  LPD Lantangidung  95.93%  1
5  LPD Silakarang  73.17%  4
6  LPD Guwang  75.67%  4
7  LPD Tengkulak Kaja  79.72%  4
8  LPD Celuk  74.96%  4
9  LPD Ketewel  82.18%  4
10  LPD Jero Kuta  77.36%  4
11  LPD Sukawati  67.01%  4
12  LPD Batuan  67.12%  4
13  LPD Negari  75.52%  4
14  LPD Batuaji  73.77%  4
15  LPD Lembeng  75.37%  4
16  LPD Cemenggaon  74.87%  4
17  LPD Delod Tukad  80.89%  4
18  LPD Tangsub  92.00%  4
19  LPD Rangkan  80.22%  4
20  LPD Belabangsamu  72.50%  4
Sumber: data diolah
Tabel 3
Hasil Uji Realibilitas
No.  Variabel  Cronbach
Alpha
Keterangan
1  Lingkungan Pengendalian (X1)  0.696  Reliabel
2  Sistem Akuntansi (X2)  0.769  Reliabel
3  Prosedur Pengendalian (X3)  0.787  Reliabel
Sumber: data diolah
Tabel 4
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel  Tolerance  VIF
Lingkungan Pengendalian (X1)  0.972  1.029
Sistem Akuntansi (X2)  0.978  1.023
Prosedur Pengendalian (X3)  0.994  1.006
Sumber: data diolah
Tabel 5
Hasil Uji Regresi
Variabel Bebas  Koefisien
Regresi
Standar
Error
t  Sig.
Lingkungan Pengendalian
(X1)
0.413  0.443  0.933  0.355
Sistem Akuntansi (X2)  0.907  0.391  2.319  0.024
Prosedur Pengendalian (X3)  1.070  0.415  2.578  0.013
Konstanta  -0.933
Staandar Error Estimasi  0.447
R Square  0.190    
Adjusted R Square  0.147    
Multiple R  0.436
F Ratio  4.377      0.008
Sumber: data diolah
29
EFEK MODERASI CORPORATE GOVERNANCE
PADA HUBUNGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
DAN NILAI PERUSAHAAN
NI WAYAN RUSTIARINI*
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
The  corporate  responsibility  has  to  be  based  on  triple  bottom  lines  those  are
social,  environmental,  and  financial.  The  corporate  governance  is  represented  with
managerial  ownership,  institutional  ownership,  independent  commissary  proportion,
and  the  member  of  audit  committee  as  the  moderating  variable.  This  research  is
aimed  to  investigate  the  influence  corporate  social  responsibility  and  corporate
governance on firm value, and to study  the influence of corporate governance toward
corporate  social  responsibility  and firm  value  in  Indonesia  Stock  Exchange on  2008.
Factor analysis and regression analysis are used to analyze the data.
The  result  shows  that  corporate  social  responsibility  and  corporate  governance
influence  on  firm  value.  Corporate  governance  influenced  on  the  relation  between
corporate  social  responsibility  disclosure  and  firm  value.  Corporate  governance
variable  is  a  moderating  variable  on  the  relation  between  corporate  social
responsibility disclosure and firm value.
Keywords:  audit  committee,  independent  commissary,  institu tional  ownership,
managerial ownership.
*Alamat korespondensi rusti_arini@yahoo.co.id
30
I.  PENDAHULUAN
Tanggung  jawab  perusahaan  harus
berpijak  pada  triple  bottom  lines  yaitu
tanggung jawab perusahaan pada aspek
sosial,  lingkungan,  dan  keuangan.  Oleh
karena  itu,  setiap  perusahaan
diwajibkan  mengungkapkan  informasi
tentang  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  atau  corporate  social
responsibility  (CSR).  Pentingnya  CSR
telah  diatur  dalam  Undang-Undang  No.
25  Tahun  2007  tentang  Penanaman
Modal  dan  Undang-Undang  No.  40
Tahun  2007  tentang  Perseroan
Terbatas.  Dapat  dikatakan  bahwa  CSR
merupakan  suatu  kewajiban  yang
harus dilaksanakan perusahaan, bukan
kegiatan yang bersifat sukarela.
Penelitian  mengenai  hubungan  CSR
dan  kinerja  perusahaan  telah  banyak
dilakukan  namun  menunjukkan  hasil
yang  tidak  konsisten.  Penelitian  awal
dilakukan  Spicer  (1978)  yang
menemukan  adanya  asosiasi  antara
nilai  investasi  saham  dengan  kinerja
sosial  perusahaan  meskipun  tingkat
asosiasi  menurun  dari  tahun  ke  tahun.
Penelitian  Alexander  dan  Buchloz
(1978)  tidak  menemukan  adanya
pengaruh  antara  pengungkapan  sosial
dengan  harga  saham.  Penelitian
Suratno  et  al.  (2006)  menemukan  hasil
yang  berbeda  yaitu  kinerja  lingkungan
berpengaruh  positif  terhadap  kinerja
ekonomi.  Hasil  penelitian  tersebut
konsisten  dengan  penelitian  Siegel  dan
Paul  (2006)  yang  menunjukkan  bahwa
aktivitas  CSR  berpengaruh  pada
efisiensi, perubahan teknikal, dan skala
ekonomi perusahaan.
Penelitian  ini  dilakukan  untuk
menguji  kembali  hubungan
pengungkapan  CSR  dengan  nilai
perusahaan.  Adanya  hasil  yang  tidak
konsisten  dari  penelitian-penelitian
sebelumnya  menyebabkan  isu  ini
menjadi  topik  yang  penting  untuk
diteliti.  Penelitian  ini  berbeda  dengan
penelitian  sebelumnya  karena
menggunakan  corporate  governance
(CG)  sebagai  variabel  pemoderasi.
Penerapan  CG  diharapkan  memperkuat
hubungan  pengungkapan  CSR  dengan
nilai  perusahaan.  Indikator  corporate
governance  yang  digunakan  adalah
kepemilikan  manajerial,  institusional,
proporsi  komisaris  independen,  dan
jumlah anggota komite audit.
Berdasarkan  latar  belakang
tersebut,  peneliti  ingin  mengetahui  (1)
pengaruh  pengungkapan  CSR  pada
nilai  perusahaan,  (2)  pengaruh
corporate  governance  yang  diproksikan
dengan  kepemilikan  manajerial,
kepemilikan  institusional,  proporsi
komisaris  independen,  dan  jumlah
anggota  komite  audit  pada  nilai
perusahaan,  serta  (3)  pengaruh
corporate  governance  pada  hubungan
pengungkapan  CSR  dengan  nilai
perusahaan.  Hasil  penelitian  ini
diharapkan  dapat  memberikan
gambaran  dan  pemahaman  mengenai
hubungan  pengungkapan  CSR  dengan
nilai  perusahaan,  serta  pengaruh
corporate  governance  pada  hubungan
pengungkapan  CSR  dengan  nilai
perusahaan.
II.   KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Pensinyalan (Signalling Theory)
Teori  sinyal  membahas  mengenai
dorongan  perusahaan  untuk
memberikan  informasi  kepada  pihak
eksternal.  Dorongan  tersebut
disebabkan  karena  terjadinya  asimetri
informasi  antara  pihak  manajemen  dan
pihak  eksternal.  Untuk  mengurangi
asimetri  informasi  maka  perusahaan
harus  mengungkapkan  informasi  yang
dimiliki,  baik  informasi  keuangan
maupun  non  keuangan.  Salah  satu
informasi  yang  wajib  untuk
diungkapkan  oleh  perusahaan  adalah
informasi tentang tanggung jawab sosial
perusahaan  atau  corporate  social
responsibility.  Informasi  ini  dapat
dimuat  dalam  laporan  tahunan
perusahaan  atau  laporan  sosial
perusahaan  terpisah.  Perusahaan
melakukan  pengungkapan  corporate
social  responsibility  dengan  harapan
dapat  meningkatkan  reputasi  dan  nilai
perusahaan.
31
Teori Keagenan (Agency Theory)
Hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak  antara  pihak  pemegang  saham
dan  pihak  manajer  perusahaan.  Inti
dari hubungan keagenan adalah adanya
pemisahan  antara  kepemilikan  dan
pengendalian.  Adanya  perbedaan
kepentingan  antara  kedua  belah  pihak
dapat  menimbulkan  konflik  keagenan.
Corporate  governance  merupakan
respon  perusahaan  terhadap  konflik
tersebut.  Aspek-aspek  corporate
governance  seperti  kepemilikan
manajerial,  kepemilikan  institusional,
proporsi  komisaris  independen,  dan
jumlah anggota komite audit  dipandang
sebagai  mekanisme  kontrol  yang  tepat
untuk mengurangi konflik keagenan.
Pengungkapan  Corporate  Social
Responsibility  (CSR)  dan  Nilai
Perusahaan
Pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  perusahaan  merupakan  proses
pengkomunikasian  dampak  sosial  dan
lingkungan  dari  kegiatan  ekonomi
perusahaan  terhadap  masyarakat.
Konsep  CSR  melibatkan  tanggung
jawab  kemitraan  bersama  antara
perusahaan,  pemerintah,  lembaga
sumber  daya  masyarakat,  serta
komunitas  setempat.  Kewajiban
perusahaan  atas  CSR  diatur  dalam
Undang-Undang  No.  25  Tahun  2007
tentang  Penanaman  Modal  dan
Undang-Undang  No.  40  Tahun  2007
tentang  Perseroan  Terbatas.  Ketentuan
ini  dimaksudkan  untuk  mendukung
terjalinnya  hubungan  perusahaan  yang
serasi,  seimbang,  dan  sesuai  dengan
lingkungan,  nilai,  norma,  dan  budaya
masyarakat  setempat.  Pengaturan  CSR
juga  bertujuan  untuk  mewujudkan
pembangunan  ekonomi  yang
berkelanjutan  guna  meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungannya.
Perusahaan  akan  mengungkapkan
suatu  informasi  jika  informasi  tersebut
dapat  meningkatkan  nilai  perusahaan.
Perusahaan  dapat  menggunakan
informasi tanggung jawab sosial sebagai
keunggulan  kompetitif  perusahaan.
Perusahaan  yang  memiliki  kinerja
lingkungan  dan  sosial  yang  baik  akan
direspon  positif  oleh  investor  melalui
peningkatan  harga  saham.  Apabila
perusahaan  memiliki  kinerja
lingkungan dan sosial yang buruk maka
akan  muncul  keraguan  dari  investor
sehingga  direspon  negatif  melalui
penurunan  harga  saham  (Almilia  dan
Wijayanto,  2007).  Hasil  penelitian
Harjoto dan Jo (2007) juga menemukan
bahwa pengungkapan CSR berpengaruh
positif  terhadap  nilai  perusahaan.
Dahlia  dan  Siregar  (2008)  menemukan
bahwa  aktivitas  CSR  terbukti
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan  tapi  tidak  berpengaruh  pada
kinerja pasar perusahaan.
Namun  demikian,  hasil  penelitian
diatas  bertentangan  dengan  penelitian
Alexander  dan  Buchloz  (1978)  yang
tidak  menemukan  adanya  pengaruh
antara  pengungkapan  sosial  dengan
harga  saham.  Penelitian  Sayekti  dan
Wondabio  (2007)  menyatakan  bahwa
CSR  berpengaruh  negatif  terhadap
ERC. Selain itu, hasil penelitian  Nurlela
dan  Islahuddin  (2008)  juga  tidak
menemukan  adanya  pengaruh  CSR
dengan  nilai  perusahaan.  Berdasarkan
hasil-hasil  kajian  empiris  tersebut,
maka  hipotesis  yang  dapat
dikemukakan adalah:
H1:  Pengungkapan  CSR  berpengaruh
pada nilai perusahaan.
Corporate  Governance  dan  Nilai
Perusahaan
Forum  for  Corporate  Governance  in
Indonesia  (FCGI,  2001)  merumuskan
corporate  governance  sebagai  suatu
sistem  tata  kelola  perusahaan  yang
menjelaskan  hubungan  berbagai
partisipan dalam  menentukan  arah dan
kinerja  perusahaan.  Tujuan  corporate
governance  adalah  menciptakan  nilai
tambah  bagi  stakeholders.  Corporate
governance  yang  efektif  diharapkan
dapat  meningkatkan  kinerja
perusahaan.  Manfaat  dari  penerapan
corporate  governance  dapat  diketahui
dari  harga  saham  perusahaan  yang
bersedia  dibayar  oleh  investor.
Penelitian  ini  menggunakan  empat
aspek  corporate  governance  yaitu
kepemilikan  manajerial  dan
32
institusional,  proporsi  komisaris
independen, dan jumlah anggota komite
audit.
Hasil  penelitian  Klapper  dan  Love
(2002)  menemukan  adanya  hubungan
positif  CG  dan  kinerja  perusahaan.
Penerapan  CG  akan  lebih  berarti
apabila  dilakukan  di  negara
berkembang  daripada  di  negara  maju.
Penelitian  Black  et  al.  (2003)
membuktikan  bahwa  CG  index  menjadi
salah  satu  faktor  yang  dapat
menjelaskan  nilai  pasar  perusahaan.
Hasil  penelitian  Johnson  et  al.  (2000)
memberikan  bukti  bahwa  rendahnya
kualitas  CG  berdampak  negatif  pada
pasar saham dan nilai tukar mata uang
negara  bersangkutan.  Silveira  dan
Barros  (2006)  menemukan  adanya
pengaruh  signifikan  CG  terhadap  nilai
pasar perusahaan.
Apabila  dilihat  dari  aspek
kepemilikan  manajerial,  beberapa
penelitian  menunjukkan  bahwa
kepemilikan  manajerial  berpengaruh
pada  nilai  perusahaan  (Barako  et  al.
2006;  Rachmawati  dan  Triatmoko,
2007;  Nurlela  dan  Islahuddin,  2008).
Semakin  tinggi  kepemilikan  insider,
semakin  tinggi  nilai  perusahaan.  Selain
itu,  kepemilikan  institusional  dalam
proporsi yang besar juga mempengaruhi
nilai  perusahaan.  Nilai  perusahaan
dapat  meningkat  jika  lembaga  institusi
mampu  menjadi  alat  pemonitoran  yang
efektif.  Hasil  penelitian  Xu  dan  Wang
(1997),  Pizarro  et  al.  (2006),  dan
Bjuggren  et  al.  (2007)  menemukan
bahwa  kepemilikan  institusional
berpengaruh  terhadap  kinerja
perusahaan.
Penelitian  mengenai  dampak
komisaris  independen  terhadap  kinerja
perusahaan  menunjukkan  hasil  yang
tidak  konsisten.  Beberapa  penelitian
menunjukkan  bahwa  komisaris
independen  berpengaruh  positif  pada
kinerja  (Yermack,  1996;  Daily  dan
Dalton, 1993), bukan faktor dari kinerja
(Kesner  dan  Johnson,  1990),  dan
berhubungan  negatif  dengan  kinerja
(Kosnik  dan  Turk,  1991;  Goodstein  dan
Boeker, 1991). Keberadaan komite audit
juga  berpengaruh  pada  nilai
perusahaan  (Black  et  al.  2003;
Daryatno,  2004;  Siallagan  dan
Machfoedz,  2006).  Dengan  demikian,
maka  hipotesis  yang  dikemukakan
adalah:
H2:    Corporate  governance  berpengaruh
pada nilai perusahaan.
Corporate  Social  Responsibility,
Corporate  Governance,  dan  Nilai
Perusahaan
Pedoman  Umum  Good  Corporate
Governance  Indonesia  menyatakan
bahwa  salah  satu  tujuan  pelaksanaan
corporate governance  adalah mendorong
timbulnya  kesadaran  dan  tanggung
jawab  sosial  perusahaan  terhadap
masyarakat  dan  kelestarian  lingkungan
di  sekitar  perusahaan  sehingga  dapat
terpelihara  kesinambungan  usaha
dalam  jangka  panjang.  Implementasi
CSR  merupakan  salah  satu  wujud
pelaksanaan  corporate  governance.
Perusahaan  yang  telah  melaksanakan
corporate  governance  dengan  baik
sudah  seharusnya  melaksanakan
aktivitas CSR  sebagai wujud kepedulian
perusahaan pada lingkungan sosial.
Penganut  paham  corporate
governance  lebih  mudah  menerima
adanya  kebutuhan  dan  kewajiban
untuk  melaksanakan  CSR  karena
kedua  kegiatan  tersebut  berlandaskan
pemahaman  falsafah  yang  sama.
Corporate  governance  menyangkut
tanggung  jawab  perusahaan  kepada
pihak-pihak  lain  yang  berkepentingan
terutama  atas  kegiatan  ekonomi  dan
segala  dampaknya,  sedangkan  CSR
adalah  kegiatan  yang  diselenggarakan
perusahaan  untuk  menaikkan  tingkat
kesejahteraan  masyarakat  di  luar
kegiatan  utama  perusahaan.  Kedua
kegiatan  tersebut  bertujuan  untuk
mengoptimalkan  nilai  perusahaan  bagi
pemegang  saham  namun  tetap
memperhatikan  pemangku  kepentingan
lainnya  (Zarkasyi,  2008).  Oleh  karena
itu,  perusahaan  perlu  mengembangkan
sejumlah  kebijakan  untuk  menuntun
pelaksanaan  CSR.  Semua  hal  tersebut
tidak  terlaksana  dengan  baik  apabila
perusahaan  tidak  menerapkan  good
corporate  governance  beserta  aspek-
33
aspek  yang  termasuk  di  dalamnya.
Dengan  demikian,  maka  hipotesis  yang
dikemukakan adalah:
H3:  Corporate  governance  berpengaruh
pada  hubungan  pengungkapan
CSR dengan nilai perusahaan.
III. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi  penelitian  ini  adalah
seluruh  perusahaan  manufaktur  yang
terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia
sampai  tahun  2008.  Peneliti  hanya
menggunakan  tahun  2008  sebagai
tahun pengamatan karena peneliti ingin
mengetahui  pengaruh  pengungkapan
corporate  social  responsibility  pada  nilai
perusahaan  setelah  dikeluarkannya
Undang-Undang  Penanaman  Modal  No.
25  Tahun  2007  dan  Undang-Undang
Perseroan  Terbatas  No.  40  Tahun  2007
yang  mewajibkan  setiap  perseroan
untuk  melaksanakan  tanggung  jawab
sosial  dan  lingkungan.  Penentuan
sampel  menggunakan  metode  purposive
sampling  yang  disajikan  pada  Tabel  1.
Berdasarkan  kriteria  yang  telah
ditentukan,  maka  diperoleh  sampel
sebanyak 40 perusahaan.
Definisi Operasional Variabel
Corporate  Social  Responsibility
Disclosure Indeks (CSRI)
Berdasarkan  peraturan  BAPEPAM
No.VIII.G.2  tentang  laporan  tahunan
dan  kesesuaian  item  untuk
diaplikasikan  di  Indonesia,  terdapat  78
item  pengungkapan  untuk  diterapkan
di  Indonesia  (Sembiring,  2005).
Perhitungan  CSRI  menggunakan
pendekatan  dikotomi  yaitu  item  CSRI
diberi  nilai  1  apabila  diungkapkan,  dan
nilai  0  apabila  tidak  diungkapkan.
Setiap  item  akan  dijumlahkan  untuk
memperoleh  keseluruhan  skor
perusahaan.  Rumus  perhitungan  CSRI
adalah sebagai berikut:
.............................................(1)
Keterangan:
CSRIj  =  corporate  social  responsibility
index perusahaan j
∑Xij  =  jumlah item yang diungkapkan
oleh perusahaan j
nj  =   jumlah item untuk perusahaan
j, nj ≤ 78
Tobin’s Q
Nilai  perusahaan  yang  diproksikan
dengan Tobin’s Q menggunakan rumus:
MVE + DEBT
Tobin’s Q =    ……….…..(2)
TA
Keterangan:
MVE    =  closing price x q shares
DEBT    =  total utang perusahaan
TA    =  total aktiva
Corporate Governance
Variabel  pemoderasi  adalah  CG  yang
diproksikan menggunakan:
1)  Kepemilikan  manajerial  yang  diukur
dengan  persentase  kepemilikan
saham  dewan  direksi  dan  dewan
komisaris  dibagi  jumlah  saham  yang
beredar.
2)  Kepemilikan  institusional  yang
diukur  dengan  persentase
kepemilikan  saham  oleh  perbankan,
perusahaan  asuransi,  dana  pensiun,
reksadana,  dan  institusi  lain  dibagi
total jumlah saham beredar.
3)  Proporsi  komisaris  independen  yang
diukur  dengan  persentase  jumlah
komisaris  independen  dibagi  dengan
total  jumlah  anggota  dewan
komisaris.
4)  Jumlah  anggota  komite  audit  yang
diukur  dengan  menghitung  jumlah
anggota  komite  audit  dalam
perusahaan sampel.
Teknik Analisis Data
Analisis  data  yang  dilakukan
meliputi  analisis  faktor,  statistik
deskriptif,  dan  analisis  regresi.  Analisis
faktor  digunakan  untuk  mereduksi
empat  variabel  moderasi  yaitu
kepemilikan  manajerial,  kepemilikan
institusional,  proporsi  komisaris
independen, dan jumlah anggota komite
audit  menjadi  satu  faktor  yaitu
j
ij
j
n
X
CSRI


34
corporate  governance.  Penelitian  ini
menggunakan  confirmatory  f actors
analysis,  yaitu  analisis  faktor  yang
digunakan  untuk  mengkonfirmasi
apakah  suatu  konstruk  yang  secara
teoritis  telah  dibentuk  dapat
dikonfirmasikan  dengan  data
empirisnya (Ghozali, 2006).  Selanjutnya
variabel  corporate  social  responsibility,
corporate  governance,  dan  Tobin’s  Q
akan  dianalisis  menggunakan  statistik
deskriptif.  Statistik  deskriptif
menjelaskan  nilai  minimum,
maksimum,  mean,  dan  deviasi  standar
dari  ketiga  variabel  yang  digunakan
dalam penelitian ini.
Sebelum  dilakukan  analisis  regresi,
terlebih  dahulu  dilakukan  uji  asumsi
klasik  menggunakan  uji  normalitas,
multikolinearitas  dan
heteroskedastisitas.  Model  regresi  yang
digunakan  untuk  menguji  pengaruh
variabel  pemoderasi  adalah  uji  nilai
selisih  mutlak.  Penelitian  ini
menggunakan  uji  nilai  selisih  mutlak
dengan  alasan  yaitu  (1)  model  ini
mampu  mengatasi  multikolinearitas
yang  umumnya  terjadi  sangat  tinggi
apabila  menggunakan  uji  interaksi,  (2)
model  ini  memasukkan  variabel  efek
utama  dalam  analisis  regresi,
sedangkan  uji  residual  memasukkan
efek interaksi saja. Menghilangkan efekefek  utama  menyebabkan  hasil
koefisien  interaksi  bias  menuju  arah
signifikan  sehingga  menghilangkan  arti
dari  efek  interaksi.  Berikut  persamaan
regresi yang digunakan penelitian ini:
Y  =  α  +  β1ZCSRI  +  β2ZCG  +
β3AbsCSRIxCG + e...................(3)
Keterangan:
Y  =  Tobin’s Q
α   =  konstanta
β1- β3   =   koefisien regresi
ZCSRI   =  standardized
corporate  social
responsibility
disclosure index
ZCG  =  standardized CG
AbsCSRIxCG  =   |ZCSRIxZCG|
e  =  error term
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Faktor
Hasil  pengujian  melalui  analisis
faktor  menunjukkan  bahwa  penelitian
ini  melalui  dua  tahap  analisis.  Hasil
analisis  pertama  menunjukkan  bahwa
variabel  kepemilikan  manajerial  tidak
digunakan  lagi  pada  analisis
selanjutnya  karena  memiliki  nilai
korelasi  <0,5  yaitu  sebesar  0,399.
Analisis kedua dilakukan menggunakan
tiga  variabel  corporate  governance
lainnya  yaitu  kepemilikan  institusional,
komisaris independen, dan komite audit
sehingga menghasilkan skor faktor yang
akan  digunakan  dalam  analisis  regresi.
Hasil  pengujian  validitas  analisis  faktor
ditunjukkan pada Tabel 2.
Statistik Deskriptif
Hasil  pengujian  statistik  deskriptif
yang  ditunjukkan  pada  Tabel  3
menunjukkan  bahwa  variabel Tobin’s Q
memiliki  nilai  minimum  0,80,  nilai
maksimum  1,59,  rata-rata  1,1303,  dan
deviasi  standar  0,16903.  Nilai  rata-rata
sebesar  1,1303  menunjukkan  bahwa
rata-rata  investasi  pada  perusahaan
sampel  menghasilkan  laba  yang
memberikan  nilai  yang  lebih  tinggi
daripada  pengeluaran  investasi.  Hal  ini
berarti  investasi  pada  perusahaan
sampel  masih  menarik  untuk
dilakukan.  Variabel  CSRI  memiliki  nilai
minimum  0,14,  nilai  maksimum  0,87,
rata-rata  0,4790,  dan  deviasi  standar
0,15744.  Hasil ini  menunjukkan bahwa
rata-rata  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  cukup  tinggi  sehingga
diharapkan  akan  direspon  positif  oleh
investor  melalui  peningkatan  harga
saham.
Analisis Regresi
Hasil  uji  asumsi  klasik  dilakukan
menggunakan  tiga  uji  asumsi  klasik
yaitu  uji  normalitas,  multikolinearitas
dan  heteroskedastisitas.  Hasil  uji
normalitas  menunjukkan  tingkat
signifikansi  diatas  0,05,  berarti  bahwa
variabel-variabel  dalam  penelitian  ini
berdistribusi  normal.  Hasil  uji
multikolinearitas  menunjukkan  nilai
35
toleransi  lebih  dari  10%  dan  nilai  VIF
kurang  dari  10  sehingga  dikatakan
tidak  ada  multikolinearitas  dalam
model  regresi  yang digunakan.  Hasil uji
heteroskedastisitas  menunjukkan  nilai
signifikansinya  diatas  5%  sehingga
disimpulkan  tidak  terdapat
heteroskedastisitas  dalam  model
regresi.
Nilai  R  sebesar  0,651  pada  Tabel  4
menunjukkan  bahwa  tingkat  korelasi
antara  variabel  independen  dengan
variabel  dependen  sebesar  65,1%.
Artinya  nilai  perusahaan  mempunyai
hubungan  yang  kuat  dengan  variabel
CSRI,  CG  dan  variabel  interaksi
AbsCSRIxCG  karena  diperoleh  nilai
koefisien  korelasi  lebih  besar  dari  0,5.
Nilai  F  yang  ditampilkan  pada  Tabel  5
menunjukkan  signifikansi  sebesar
0,000.  Hasil  ini  menunjukkan  bahwa
model regresi tersebut dapat digunakan
untuk  memprediksi  nilai  Tobins’Q.
Dapat  disimpulkan  bahwa  variabel
CSRI,  CG,  dan  variabel  interaksi
AbsCSRIxCG  secara  bersama-sama
berpengaruh  pada  nilai  perusahaan
yang  diproksikan  dengan  Tobin’s  Q.
Hasil  uji  statistik  t  yang  terdapat  pada
Tabel  6  menunjukkan  bahwa  variabel
CSRI,  CG,  dan  variabel  interaksi
AbsCSRIxCG  berpengaruh  secara
parsial  pada  nilai  perusahaan  yang
diproksikan dengan Tobin’s Q.
Pengujian Hipotesis Pertama
Hasil  uji  statistik  pada  Tabel  6
menunjukkan  bahwa  pengungkapan
CSR  berpengaruh  pada  nilai
perusahaan.  Hal  ini  sejalan  dengan
paradigma  enlightened self-interest  yang
menyatakan  bahwa  stabilitas  dan
kemakmuran  ekonomi  jangka  panjang
hanya  dapat  dicapai  jika  perusahaan
melakukan  tanggung  jawab  sosial
kepada  masyarakat  (Hartanti,  2006).
Beberapa  hal  yang  dapat  menyebabkan
CSR  berpengaruh  pada  nilai
perusahaan  yaitu:  (1)  manajemen
menyadari  arti  penting  CSR  sebagai
investasi  sosial  jangka  panjang,  (2)
manajemen  memahami  bahwa
tanggung  jawab  perusahaan  tidak
hanya  untuk  pemegang  saham  tetapi
juga  pihak-pihak  lain  yang
berkepentingan,  (3)  pengungkapan  CSR
merupakan  sinyal  positif  bahwa
perusahaan  telah  menerapkan  good
corporate  governance,  (4)  informasi
tanggung jawab sosial perusahaan telah
direspon  baik  oleh  investor,  (5)
perusahaan  telah  melakukan
pengkomunikasian  pesan  CSR  secara
tepat  sehingga  makna  CSR  dapat
diterima  dengan  baik  oleh  pihak-pihak
lain  yang  berkepentingan.  Dengan
demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa
hasil  penelitian  ini  menerima  hipotesis
pertama.
Pengujian Hipotesis Kedua
Penelitian  ini  menunjukkan  bahwa
pengungkapan  corporate  governance
berpengaruh  pada  nilai  perusahaan.
Beberapa  hal  yang  dapat  menyebabkan
corporate  governance  berpengaruh  pada
nilai  perusahaan  yaitu:  (1)  tingginya
kesadaran  perusahaan  untuk
menerapkan  good  corporate  governance
sebagai  suatu  kebutuhan,  bukan
sekedar  kepatuhan  terhadap  regulasi
yang  ada,  (2)  manajemen  perusahaan
tertarik dengan manfaat jangka panjang
dari  penerapan  good  corporate
governance,  (3)  meningkatnya
kepemilikan  saham  oleh  manajemen
dan  investor  institusi  menyebabkan
tekanan  kepada  perusahaan  untuk
menerapkan  good  corporate  governance
pun  semakin  besar,  (4)  keberadaan
dewan  komisaris  dan  komite  audit
dalam  perusahaan  dapat  memantau
perusahaan  dalam  melaksanakan  good
corporate  governance,  (5)  unsur  budaya
yang  berkembang  di  lingkungan  usaha
nasional  sangat  menunjang
perkembangan  penerapan  good
corporate governance. Dengan demikian,
dapat  disimpulkan  bahwa  hasil
penelitian  ini  menerima  hipotesis
kedua.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Interaksi  corporate  social
responsibility  dan  corporate  governance
menunjukkan  tingkat  signifikansi
sebesar  0,016,  yang  berarti  bahwa
corporate  governance  berpengaruh  pada
36
hubungan  pengungkapan  CSR  dengan
nilai  perusahaan.  Corporate  governance
merupakan  variabel  pemoderasi  pada
hubungan  pengungkapan  CSR  dengan
nilai  perusahaan.  Hasil  penelitian  ini
menunjukkan  bahwa  salah  satu  tujuan
pelaksanaan  corporate  governance
adalah  mendorong  timbulnya  tanggung
jawab  perusahaan  pada  masyarakat
dan  lingkungan.  Kegiatan  ini  bertujuan
untuk  mengoptimalkan  nilai
perusahaan  dengan  tetap
memperhatikan  pemangku  kepentingan
lainnya.  Penerapan  corporate
governance  yang  baik  mendorong
perusahaan  melaksanakan  aktivitas
CSR  sehingga  dapat  meningkatkan
reputasi perusahaan. Dengan demikian,
dapat  disimpulkan  bahwa  hasil
penelitian  ini  menerima  hipotesis
ketiga.
V.    SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN PENELITIAN
Penelitian  ini  bertujuan  untuk
mengetahui  pengaruh  pengungkapan
CSR  dan  corporate  governance  pada
nilai perusahaan.  Penelitian ini berbeda
dengan  penelitian  sebelumnya  karena
menggunakan  corporate  governance
sebagai  variabel  pemoderasi  pada
hubungan  pengungkapan  CSR  dengan
nilai  perusahaan.  Hasil  pengujian
hipotesis  pertama  menunjukkan  bahwa
pengungkapan  CSR  berpengaruh  pada
nilai perusahaan. Hasil ini memperkuat
hasil  penelitian  Harjoto  dan  Jo  (2007),
namun  menentang  hasil  penelitian
Dahlia  dan  Siregar  (2008)  serta  Nurlela
dan  Islahuddin  (2008).  Hasil  penelitian
ini  memberikan  arti  bahwa  para
investor  di  Indonesia  telah
mempertimbangkan  laporan  tanggung
jawab  sosial  perusahaan  sehingga
kebutuhan  akan  informasi  tanggung
jawab  sosial  merupakan  salah  satu
bahan  pertimbangan  dalam
pengambilan  keputusan  investasi.
Apabila  perusahaan  memiliki  kinerja
sosial  dan  lingkungan  yang  baik,  maka
akan  muncul  kepercayaan  dari  investor
sehingga  direspon  positif  melalui
peningkatan  harga  saham  perusahaan
yang bersangkutan. 
Pengujian  hipotesis  kedua
menunjukkan  bahwa  corporate
governance  berpengaruh  pada  nilai
perusahaan.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa  investor  bersedia  memberikan
premium lebih kepada perusahaan yang
memberikan  transparansi  atas
pelaksanaan  good  corporate  governance
dalam  laporan  tahunan  mereka.
Semakin  tinggi  tingkat  transparansi
perusahaan,  maka  semakin  tinggi  pula
nilai  perusahaan  yang  ditunjukkan
dengan  tingginya  harga  saham
perusahaan.  Hasil  penelitian  ini
memperkuat  hasil  penelitian  Klapper
dan Love (2002), Black et al. (2003), dan
Silveira  dan  Barros  (2006).  Hasil
pengujian  hipotesis  ketiga
menunjukkan  bahwa  corporate
governance  merupakan  variabel
pemoderasi  pada  hubungan
pengungkapan  CSR  dengan  nilai
perusahaan.  Hal  ini  berarti  penerapan
good  corporate  governance  telah
menuntun  perusahaan  untuk
melaksanakan  CSR  sehingga
meningkatkan nilai perusahaan.
Hasil  penelitian  ini  menunjukkan
bahwa  pengungkapan  CSR  merupakan
keunggulan  kompetitif  perusahaan
sehingga  diharapkan  dapat
meningkatkan  kesadaran  perusahaan
untuk  mengimplementasi  dan
mengungkapkan  aktivitas  CSR  yang
dilakukan.  Setiap  perusahaan
hendaknya  terus  meningkatkan
kualitas  dan  kuantitas  pengungkapan
karena  tingkat  pengungkapan  CSR
pada  perusahaan  yang  terdaftar  di  BEI
masih  sangat  rendah  dan  belum
mengikuti  standar  yang  dikeluarkan
regulator.  Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan  dapat  memberikan
kontribusi  bagi  pihak-pihak  yang
berkepentingan  seperti  pemerintah,
Bapepam,  dan  IAI  dalam  merumuskan
kebijakan,  peraturan,  dan  standar
terkait  dengan  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  di  Indonesia.  Mengingat
semakin  pentingnya  pengungkapan
CSR,  maka  regulator  agar  lebih
mengintensifkan  semua  perusahaan
yang  terdaftar  di  BEI  untuk  melakukan
kegiatan  CSR sebagai  salah  satu  wujud
37
kesadaran  dan  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  terhadap  masyarakat  dan
kelestarian  lingkungan  di  sekitar
perusahaan.
Penelitian  ini  memiliki
keterbatasan-keterbatasan.  Pertama,
data  CSR  yang  digunakan  dalam
penelitian  ini  sebagian  besar  berasal
dari  laporan  tahunan  perusahaan
sehingga  tidak  semua  item
diungkapkan  secara  jelas.  Item
pengungkapan  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  yang  digunakan  penelitian
ini  juga  masih  mengacu  pada
instrumen  yang  digunakan  oleh
Sembiring  pada  tahun  2005.
Berdasarkan  keterbatasan  tersebut,
penelitian  selanjutnya  diharapkan
untuk  menganalisis  aktivitas  CSR
perusahaan  secara  lebih  mendalam
pada  laporan  tanggung  jawab  sosial
terpisah  serta  memperbaharui  item
pengungkapan  tanggung  jawab  sosial
yang  telah  disesuaikan  dengan  kondisi
masyarakat  saat  ini.  Kedua,  adanya
keterbatasan  data  tentang  indeks
corporate  governance  menyebabkan
penelitian  ini  menggunakan
kepemilikan  manajerial,  kepemilikan
institusional,  proporsi  komisaris
independen, dan jumlah anggota komite
audit  sebagai  proksi  untuk  mengukur
praktek corporate governance. Penelitian
selanjutnya  diharapkan  untuk
mengembangkan  suatu  instrumen
pengukuran  khusus  untuk  menghitung
indeks  corporate  governance  pada
perusahaan publik di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander,  John.  J  dan  Buchloz.  1978.
A  Reason  for  Differences  in
Corporate Social Reporting. Critical
Perspectives  on  Accounting.  Vol.
10, p. 521-547.
Almilia,  Luciana,  dan  Dwi  Wijayanto.
2007.  Pengaruh  Environmental
Performance  dan  Environmental
Disclosure  terhadap  Economic
Performance,  The  1
st
Accounting
Conference, September 2007.
Barako,  G,  Phil  Hancock,  dan  H.Y  Izan.
2006.  Factors  Influencing
Voluntary  Corporate  Disclosure  by
Kenyan  Companies.  International
Review,  Vol.14,  No.  2,  pp.  107-125, March 2006.   
Bjuggren,  Per-Olof,  Johan  E.  Eklund,
dan  Daniel  Wiberg,  2007.
Institutional  Owners  and  Firm
Performance.  Working Paper, Royal
Institute  of  Technology,
Stockholm, February, pp 1-26.
Black,  Bernard  S  H.  Jang,  dan  W  Kim.
2003.  Does  Corporate  Governance
affect  Firm  Value?  Evidence  from
Korea.  Finance  Working  Paper
No.103/2005,
http://papers.ssrn.com/sol3/pape
rs.cfm?abstract_id=222491,  tgl
download 13 Mei 2007.
Dahlia,  Lely,  dan  Sylvia  Veronica
Siregar.  2008.  Pengaruh  Corporate
Social  Responsibility  Terhadap
Kinerja  Perusahaan.  Simposium
Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Daily,  Catherine,  dan  Robert  Dalton.
1993.  Corporate  Governance:  The
Impact  of  Board  Composition  and
Structure.  The  Academy  of
Management  Journal.  December,
Vol.37, 1603-1617.
Daryatno,  Arief.  2004.  Pengaruh
Corporate  Governance  pada  Nilai
Perusahaan  dengan  Manajemen
Laba  sebagai  Variabel  Intervening
Simposium  Nasional  Akuntansi  VII
Denpasar Bali, 2-3 Desember.
Forum  for  Corporate  Governance  in
Indonesia.  2001.  Seri  Tata  Kelola
(Corporate  Governance)  Jilid  II.
http://fcgi.org.id.
Ghozali,  Imam.  2006.  Aplikasi  Analisis
Multivariate  dengan  Program  SPSS.
Semarang:  BPFE  Universitas
Diponegoro.
Goodstein,  J.  Gautam,  dan  Warren
Boeker.  1991.  The  Effect  of  Owner
versus Management Control on the
Choice  of  Accounting  Methods.
38
Journal  of  Accounting  and
Economics, Vol.4. hal.41 -53.
Harjoto,  Maretno  A,  dan  Hoje  Jo.  2007.
Corporate  Governance  and  Firm
Value:  The  Impact  of  CSR,  Social
Science Research Network.
Hartanti,  Dwi  2006.  Makna  Corporate
Social  Responsibility:  Sejarah  dan
Perkembangannya.  Economic
Business  Accounting  Review,  Edisi
III,  September-Desember.  hal  113-124.
Johnson,  Simon,  P.  Boone,  A.  Breach,
dan  E.  Friedman.  2000.  Corporate
Governance  in  Asian  Financial
Crisis.  Journal  of  Financial
Economics, 58. pp 141-186.
Kesner  dan  Simon  Johnson.  1990.  A
Blueprint  for  Corporate
Governance:  Strategy,
Accountability,  and  the
Preservation  of  Shareholder  Value,
Amacom, USA.
Klapper,  Leora  dan  Inessa  Love.  2002.
Corporate  Governance,  Investor
Protection  and  Performance  in
Emerging Market. http://ssrn.com.
Kosnik,  Rachel.  D,  dan  Carrie  Turk.
1991.  Conspicuous  Governan  ce
Failures:  Why  Sarbanes  -Oxley  is
not  an  Ethics  Warranty.  Corporate
Finance  Review,  9:5  (Maret/April),
hal.41-47.
Nurlela,  Rika  dan  Islahuddin.  2008.
Pengaruh  Corporate  Social
Responsibility  Terhadap  Nilai
Perusahaan  dengan  Prosentase
Kepemilikan  Manajemen  Sebagai
Variabel  Moderating,  Simposium
Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Pizarro,  V,  S.  Mahenthiran,  D.
Cademamartori,  dan  C.  Roberto,
2006.  The  Influence  of  Insiders
and  Institutional  Owners  on  the
Value,  Transparency,  and
Earnings  Quality  of  Chilean  Listed
Firms. Accounting Research Draft.
Rachmawati,  Andri  dan  Hanung
Triatmoko.  2007.  Analisis  Faktorfaktor  yang  Mempengaruhi
Kualitas  Laba  dan  Nilai
Perusahaan,  Simposium  Nasional
Akuntansi X Makasar: 26-28 Juli.
Sayekti,  Yosefa  dan  Ludovicus  Sensi
Wondabio.  2007.  Pengaruh  CSR
Disclosure  Terhadap  ERC.
Simposium  Nasional  Akuntansi  X.
Makassar 26-28 Juli 2007.
Sembiring,  Eddy  Rismanda.  2005.
Kinerja  Keuangan,  Political
Visibility,  Ketergantungan  pada
Hutang,  dan  Pengungkapan
Tanggung  Jawab  Perusahaan,
Simposium  Nasional  Akuntansi  VI,
Surabaya.
Siallagan,  Hamonangan  dan  M.
Machfoedz.  2006.  Mekanisme
Corporate  Governance,  Kualitas
Laba  dan  Nilai  Perusahaan.
Simposium  Nasional  Akuntansi  IX.
Padang, 23-26 Agustus 2006.
Siegel,  Donald  dan  Paul,  Chaterina  J.
2006.  Corporate  Social
Responsibility  and  Economic,
Springer  Science  and  Business
Media, p. 207-211.
Silveira,  Alexandre  di  Micelli  dan  Lucas
Ayres  Barros.  2006.  Corporate
Governance  Quality  and  Firm
Value  in  Brazil.  http:
//papers.ssrn.com/sol3/papers.
Spicer,  Barry  H.  1978.  Investors,
Corporate  Social  Performance  and
Information  Disclosure.  The
Accounting  Review,  Vol.  53,  No.  1,
January, pp. 94-111.
Suratno,  Darsono,  dan  Siti  Mutmainah.
2006.  Pengaruh  Environmental
Performance  terhadap
Environmental  Disclosure  dan
Economic  Performance.  Simposium
Nasional  Akuntansi  IX.  Padang.
23-26 Agustus.
Undang-Undang  Republik  Indonesia
Nomor    25  Tahun  2007  tentang
Penanaman  Modal.
www.castleasia.com
39
Undang-Undang  Republik  Indonesia
Nomor    40  Tahun  2007  tentang
Perseroan  Terbatas.
www.legalitas.org/inclphp/buka.php
Xu,  Xiaonian  dan  Yan  Wang.  1997.
Ownership  Structure,  Corporate
Governance:  The  Cases  of  Chinese
Stock  Company,  Working  Paper,
http://papers.ssrn.
Yermack,  David.  1996.  Higher  Market
Valuation  of  Companies  with  a
Small  Board  of  Directors,  Journal
of  Financial  Economics  40,  185-211.
Zarkasyi,  Moh.  Wahyudin.  2008.  Good
Corporate Governance: pada Badan
Usaha  Manufaktur,  Perbankan,
dan  Jasa  Keuangan  Lainnya.
Bandung: Alfabeta.
Lampiran 1
Tabel 1
Daftar Rincian Sampel
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sampai tahun 2008.
Dikurangi :
-  Peneliti tidak menemukan Annual Report perusahaan tahun
buku 2008.
-  Perusahaan tidak mencantumkan laporan pertanggungjawaban
sosial dalam Annual Report maupun Sustainability Report tahun
buku 2008.
-  Perusahaan tidak memiliki data yang lengkap.
-  Perusahaan memiliki data yang tidak berdistribusi normal.
245
(94)
(78)
(23)
(10)
Jumlah sampel akhir  40
Sumber: data diolah (2009)
ANALISIS FAKTOR
Analisis 1
Analisis 2
Tabel 2
Hasil Pengujian Validitas Analisis Faktor
Kriteria Penilaian  Cut-off Value  Nilai  Keterangan
KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)  ≥ 0,50  0,575  Baik
χ
2
(Chi Square)  Besar  20.998  Baik
Significance Probability  ≤ 0,05  0,000  Sangat Baik
Eigen value  > 1,00  1,807  Baik
Cummulative Variance  ≥ 60 %  60,245%  Baik
Anti Image  ≥ 0,50
0,549;
0,692;
0,563
Baik
Sumber: data diolah (2009)
Anti-image Matrices
.983 .075 .050 -.070
.075 .595 -.199 -.348
.050 -.199 .867 -.023
-.070 -.348 -.023 .648
.399
a
.098 .054 -.088
.098 .547
a
-.278 -.560
.054 -.278 .701
a
-.031
-.088 -.560 -.031 .554
a
KM
KI
IN
KA
KM
KI
IN
KA
Anti-image Cov ariance
Anti-image Correlation
KM KI IN KA
Measures of Sampling Adequacy (MSA) a.
Anti-image Matrices
.601 -.206 -.349
-.206 .870 -.020
-.349 -.020 .653
.549
a
-.285 -.556
-.285 .692
a
-.026
-.556 -.026 .563
a
KI
IN
KA
KI
IN
KA
Anti-image Cov ariance
Anti-image Correlation
KI IN KA
Measures of Sampling Adequacy (MSA) a.
2
Tabel  3
STATISTIK DESKRIPTIF
UJI ASUMSI KLASIK
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas
Descriptive Statistics
40 .80 1.59 1.1303 .16903
40 .14 .87 .4790 .15744
40 -1.60765 2.18264 .0000000 1.00000000
40
TobinsQ
CSRI
REGR factor score
1 f or analy sis 1
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
40 40 40
1.1303 .4790 .0000000
.16903 .15744 1.000000
.177 .148 .119
.177 .148 .119
-.080 -.094 -.084
1.119 .936 .751
.163 .345 .626
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parameters
a,b
Absolute
Positiv e
Negativ e
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov -Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
TobinsQ CSRI CG
Test distribution is Normal.
a.
Calculated f rom data. b.
Coefficients
a
.085 .040 2.112 .042
.002 .012 .026 .162 .872 .986 1.014
.021 .013 .258 1.600 .118 .998 1.002
.009 .037 .038 .233 .817 .985 1.015
(Constant)
Zscore(CSRI)
Zscore(CG)
AbsCSRI_CG
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: AbsUt a.
Coefficients
a
.986  1.014
.998  1.002
.985  1.015
Zscore(CSRI)
Zscore(CG)
AbsCSRI_CG
Model
1
Tolerance  VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: TobinsQ  a. 
3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Model Summary
b
.651
a
.424 .376 .13357
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), AbsCSRI_CG, Zscore(CG),
Zscore(CSRI)
a.
Dependent Variable: TobinsQ b.
ANOVA
b
.472 3 .157 8.818 .000
a
.642 36 .018
1.114 39
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), AbsCSRI_CG, Zscore(CG), Zscore(CSRI)
a.
Dependent Variable: TobinsQ b.
Coefficients
a
.943 .070 13.387 .000
.093 .022 .552 4.335 .000 .986 1.014
.048 .023 .264 2.086 .044 .998 1.002
.162 .065 .321 2.516 .016 .985 1.015
(Constant)
Zscore(CSRI)
Zscore(CG)
AbsCSRI_CG
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: TobinsQ a.
4
Lampiran 2
ITEM-ITEM PENGUNGKAPAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Lingkungan
1.  Pengendalian  polusi  kegiatan  operasi,  pengeluaran  riset  dan  pengembangan
untuk pengurangan polusi.
2.  Pernyataan  yang  menunjukkan  operasi  perusahaan  tidak  mengakibatkan
polusi atau memenuhi ketentuan hukum dan peraturan polusi.
3.  Pernyataan yang menunjukkan polusi operasi telah / akan dikurangi.
4.  Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengolahan sumber
alam, misalnya reklamasi daratan atau reboisasi.
5.  Konservasi sumber alam, misal daur ulang kaca, besi, minyak, air.
6.  Penggunaan material daur ulang.
7.  Menerima penghargaan terkait dengan program lingkungan perusahaan.
8.  Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan.
9.  Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan.
10.  Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah.
11.  Pengolahan limbah.
12.  Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak perusahaan.
13.  Perlindungan lingkungan hidup.
Energi
1.  Menggunakan energi secara lebih efisien dalam kegiatan operasi.
2.  Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi.
3.  Mengungkapkan penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang.
4.  Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi.
5.  Pengungkapan peningkatan efisiensi energi dari produk.
6.  Riset yang mengarah pada peningkatan efisiensi energi dari produk.
7.  Mengungkapkan kebijakan energi perusahaan.
Kesehatan dan Keselamatan Tenaga kerja
1.  Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko dalam lingkungan kerja.
2.  Mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik/mental.
3.  Mengungkapkan statistik kecelakaan kerja.
4.  Mentaati peraturan standar kesehatan dan keselamatan kerja.
5.  Menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja.
6.  Menetapkan suatu komite keselamatan kerja.
7.  Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja.
8.  Mengungkapkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
Lain-lain tentang Tenaga kerja
1.  Perekrutan atau memanfaatkan tenaga kerja wanita/orang cacat.
2.  Mengungkapkan persentase/jumlah tenaga kerja wanita/orang cacat.
3.  Mengungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita/orang cacat.
4.  Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat.
5.  Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu di tempat kerja.
6.  Memberi bantuan keuangan pada tenaga kerja dalam bidang pendidikan.
7.  Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja.
8.  Mengungkapkan  bantuan  atau  bimbingan  untuk  tenaga  kerja  yang  dalam
proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan.
9.  Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan.
10.  Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi.
11.  Mengungkapkan persentase gaji untuk pensiun.
5
12.  Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan.
13.  Mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan.
14.  Mengungkapkan tingkatan managerial yang ada.
15.  Mengungkapkan disposisi staff - dimana staff ditempatkan.
16.  Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka.
17.  Mengungkapkan statistik tenaga kerja, spt penjualan pertenaga kerja
18.  Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut.
19.  Mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja.
20.  Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain.
21.  Mengungkapkan  informasi  hubungan  manajemen  dengan  tenaga  kerja  dalam
meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja.
22.  Mengungkapkan stabilitas pekerjaan dan masa depan perusahaan.
23.  Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah.
24.  Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh.
25.  Melaporkan gangguan dan aksi tenaga kerja.
26.  Mengungkapkan informasi bagaimana aksi tenaga kerja dinegosiasikan.
27.  Peningkatan kondisi kerja secara umum.
28.  Informasi re-organisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja.
29.  Informasi dan statistik perputaran tenaga kerja.
Produk
1.  Pengungkapan informasi pengembangan produk,termasuk pengemasannya.
2.  Gambaran pengeluaran riset dan pengembangan produk.
3.  Pengungkapan informasi proyek riset untuk memperbaiki produk.
4.  Pengungkapan bahwa produk memenuhi standard keselamatan.
5.  Membuat produk lebih aman untuk konsumen.
6.  Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan.
7.  Pengungkapan peningkatan kebersihan pengolahan dan penyiapan produk
8.  Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan.
9.  Pengungkapan  informasi  mutu  produk  yang  dicerminkan  dalam  penerimaan
penghargaan.
10.  Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat
Keterlibatan Masyarakat
1.  Sumbangan tunai,produk, pelayanan untuk masyarakat, pendidikan,seni
2.  Tenaga kerja paruh waktu dari mahasiswa/pelajar.
3.  Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat.
4.  Membantu riset medis.
5.  Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar/pameran seni.
6.  Membiayai program beasiswa.
7.  Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat.
8.  Mensponsori kampanye nasional.
9.  Mendukung pengembangan industri lokal.
Umum
1.  Pengungkapan  tujuan/kebijakan  perusahaan  secara  umum  berkaitan  dengan
tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.
2.  Informasi berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain yang
disebutkan di atas.
Total item yang diharapkan diungkapkan 78
Sumber : Sembiring (2005)
6
PERBEDAAN ABNORMAL RETURN SEBELUM DAN SESUDAH
PENGUMUMAN RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA
KETUT TANTI KUSTINA*
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar
ABSTRACT
The announcement of right issue is the news sent by party of company enlisted in
capital  market,  which  enough  potential  to  make  market  reaction,  because
announcement  of  right  issue  will  influence  price  change  share.  Market  reaction
showed  with  existence  of  price  change  from  share.  Market  reaction  then  will  be
measured  by  using  abnormal  return.  The  purpose  of  this  research  is  to  test  and
analyze  significantly  different  of  abnormal  return  before  and  after  right  issues
announcement at Indonesia Stock Exchange.
Populations  of  this  research  are  company  announcing  right  issue  at  Indonesia
Stock  Exchange  of  year  2007  that  is  as  much  22  company  .Result  of  this  research
indicates  that  abnormal  return  before  and  after  announcement  of  right  issue  at
Indonesia  Stock  Exchange  is  differently  significant.  Calculation  by  using   paired
sample  t) obtained  t count equal  to  –  2.856  where  the number smaller in comparison
with -  t tables equal to  –  2.080.The value of 2-tailed equal to 0.009 and smaller than
level  of  significant  which  have  been  specified  that  is  equal  to  0 .05  so  that  there  are
significantly difference abnormal return before and after announcement of right issue
at Indonesia Stock Exchange.
Keywords :   right  issue,  realize/actual  return,  expected  return,  abnormal  return
market reaction
*Alamat korespondensi tantikartika16@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
Setiap  kebijakan  atau  langkah  strategis  yang  ditempuh  oleh  manajemen
perusahaan yang terdaftar di pasar modal, akan menjadi dasar bagi  para investor
untuk  mengambil  keputusan,  apakah  mereka  melepas  investasinya,  melakukan
investasi  baru,  atau  hanya  menahan  investasi  yang  sudah  ada.  Keputusan  para
investor  akan  dipengaruhi  oleh  persepsi  masing-masing  investor  atas  kebijakan
yang  ditempuh  oleh  perusahaan.  Perbedaan  persepsi  akan  memberikan  reaksi
yang  berbeda-beda  pada  para  investor.  Gabungan  seluruh  reaksi  pemodal  atau
investor  akan  menimbulkan  reaksi  pasar,  yang  akan  tercermin  pada  perubahan
harga saham dan diukur dengan menggunakan abnormal return .
Reaksi  pasar  ditunjukkan  dengan  adanya  perubahan  harga  sekuritas
bersangkutan.  Reaksi  ini  dapat  diukur  dengan  menggunakan  abnormal  return
(Hartono,2005).  Reaksi  pasar  yang  terjadi  akibat  adanya  suatu  pengumuman
peristiwa  yang  dianggap  mengandung  informasi  bisa  menyebabkan  diperolehnya
abnormal  return  yang  positif  atau  sebaliknya,  diperoleh  abnormal  return  yang
negatif.  Abnormal  return  positif  terjadi  bila  para  investor  menganggap  bahwa
informasi  mengenai  pengumuman  peristiwa  yang  mereka  peroleh  merupakan
sinyal  positif  yang  nantinya  diperkirakan  akan  memberikan  tingkat  keuntungan.
Demikian  juga  sebaliknya,  abnormal  return  negatif  terjadi  apabila  para  investor
menganggap  bahwa  pengumuman  peristiwa  tersebut  merupakan  sinyal  negatif
yang  diperkirakan  akan  menurunkan  keuntungan  yang  akan  mereka
peroleh(Ghozali dan Solichin,2003).
Banyak  informasi  yang  mempengaruhi  keputusan  investor  dalam  melakukan
transaksi,  salah  satunya  adalah  informasi  mengenai  aksi  korporasi  (corporate
action  Salah  satu  bentuk  dari  corporate  action  adalah  right  issue.Right  issue
merupakan  salah  satu  cara  yang  dilakukan  oleh  perusahaan  yang  telah  terdaftar
(listed)  di  bursa efek  untuk  memperoleh  dana.  Right  issue  adalah  suatu  cara  bagi
emiten untuk meningkatkan jumlah modal disetor dengan memberikan penawaran
terlebih  dahulu  kepada  pemegang  saham  lama  untuk  menambah  modalnya  di
perusahaan tersebut.
Pengumuman  right  issue  merupakan  berita  yang  disampaikan  oleh  pihak
perusahaan  sebagai  emiten  di  pasar  modal,  yang  cukup  potensial  menimbulkan
reaksi  yang  beragam  terhadap  pasar  karena  pengumuman  right  issue  akan
mempengaruhi perubahan harga saham. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya
perubahan  harga  saham  yang  melakukan  pengumuman  right  issue.  Reaksi  ini
kemudian akan diukur dengan menggunakan abnormal return. Para investor harus
dapat  memperhatikan  perubahan  harga  saham  selama  periode  pelaksanaan  right
issue  guna  mengambil  keputusan  yang  tepat  dalam  hal  menentukan  keputusan
bertransaksi.
Kajian  empiris  yang  terkait  dengan  penelitian  ini  dilakukan  oleh  beberapa
peneliti  di  beberapa  negara  menunjukkan  bahwa  pengumuman  right  issue
berpengaruh pada reaksi pasar yang ditunjukkan dengan adanya perubahan harga
dan  diukur  dengan  abnormal  return.  Penelitian  di  beberapa  negara  tersebut
menunjukkan  hasil  yang  berbeda-beda.  Penelitian  di  Amerika  Serikat  yaitu
penelitian  Scholes  (1972)  dalam  “The  Market  Securities:  Substitution  Vs.  Price
Pressure and Effects of Information on Share Prices” dan Smith (1977) yang meneliti
tentang  “Alternative  Methods  for  Raising  Capital  :  Rights  Versus  Underwriting
Offerings”  menunjukkan  bahwa  rata-rata  abnormal  return  sebelum  hari
pengumuman  berada  pada  posisi  yang  positif  yang  mencerminkan  bahwa  para
pelaku  pasar  lebih  bereaksi  positif  sebelum  adanya  pengumuman  right  issue  dan
setelah tanggal pengumuman tidak ditemukan lagi adanya abnormal return.
Hasil  penelitian  yang  berbeda  dinyatakan  Gajewski  dan  Ginglinger  (1998)  di
Perancis dalam penelitian yang berjudul “Seasoned Equity Issues in a Closely Held
Market : Evidence from France” menemukan hasil bahwa terdapat perubahan harga
1
saham  yang  negatif   pada  hari  pengumuman  right  issue  dan  terjadi  abnormal
return  yang  negatif  pada  hari  pengumuman  tersebut.  Setelah  hari  pengumuman
juga  ditemukan  abnormal  return  yang  negatif.    Penelitian  tersebut  didukung  oleh
Kabir dan Roosenboom (2002) dalam penelitiannya di Belanda, yang berjudul “Can
Stock Market Anticipate Future Operating Performance? : Evidence from Equity Right
Issue”  yang  menunjukkan  bahwa  average  abnormal  return  positif  sebelum  hari
pengumuman,  tetapi  pada  hari  pengumuman  (t  =  0)  average  abnormal  return
adalah  negatif  dan  setelah  hari  pengumuman  average  abnormal  return  adalah
negatif.  Matsumoto  dan  Medeiros  (2004)  di Brazil   dalam  penelitian  yang berjudul
“Brazilian  Market  Reaction  to  Equity  Issues  Announcements”  juga  menemukan
abnormal  return  yang  negatif  di  sekitar  pengumuman  right  issue,  yaitu  pada  harihari  sebelum,  pada  saat  pengumuman,  dan  pada  hari-hari  setelah  pengumuman
right issue.  Penelitian Owen dan Suchard (2007) di Australia berjudul “  The Pricing
and  Impact  of  Right  Isues  of  equity  in  Australia”juga  menemukan  abnormal  return
yang negatif hari-hari sebelum pengumuman, pada hari pengumuman (t = 0) serta
pada hari-hari setelah pengumuman right issue.
Penelitian  di  Indonesia  oleh  Budiarto  dan  Baridwan  (1999)  yaitu  “Pengaruh
Pengumuman  Right  Issue  terhadap  Tingkat  Keuntungan  dan  Likuiditas  Saham  di
Bursa  Efek  Jakarta  Periode  1994-1996”  menunjukkan  bahwa  rata-rata  abnormal
return  pada  hari  pengumuman  berbeda  dengan  rata-rata  abnormal  return  di
seputar pengumuman.
Penelitian  tentang  pengaruh  right  issue  terhadap  harga  saham  juga  telah
dilakukan  sebelumnya  di  Bursa  Efek  Indonesia  dan  hasil  yang  diperoleh
bervariasi.  Seperti  Yusi  (2002)  dalam   “Pengaruh  Right  Issue  Terhadap  Return
Saham  Setelah  Cum-Date”  menunjukkan  pengaruh  negative  right  issue  terhadap
harga  saham  di  sekitar  tanggal  pengumuman  penawaran  umum  terbatas.
Sementara peneliti lain Setyo (2003) yaitu “Pengaruh  Right Issue Terhadap Kinerja
Keuangan  perusahaan  yang  Go  Public  Di  Bursa  Efek  Jakarta”  menunjukkan
pengaruh  positif  terhadap  harga  saham.  Ada  juga  Penelitian  yang  dilakukan
Gozhali  dan  Sholichin  (2003)  yaitu  “Analisa  Dampak  Pengumuman  Right  Issue
Terhadap Reaksi Pasar Di Bursa Efek Jakarta”  yang tidak menemukan pengaruh
apa-apa terhadap harga saham.
Selama  tahun  2007  terdapat  22  perusahaan  dari  berbagai  sektor  yang
melakukan  pengumuman  right  issue  di  Bursa  Efek  Indonesia  dan  merupakan
jumlah  pengumuman  right  issue  terbanyak selama lima tahun terakhir. Penelitian
ini  menarik  untuk  dilakukan  karena  beberapa  temuan  empiris  yang  telah
dilakukan  sebelumnya  di  berbagai  negara  dan  di  Bursa  Efek  Indonesia
menghasilkan  penemuan  yang  berbeda-beda  dan  berkontradiksi  mengenai
pengumuman right issue terhadap perolehan abnormal return.
Berdasarkan  uraian  latar  belakang  yang  telah  dikemukakan,  maka  dapat
dirumuskan  permasalahan  yaitu  “Apakah  ada  perbedaan  signifikan  abnormal
return sebelum dan sesudah pengumuman right issue di Bursa Efek Indonesia ?”.
II.  KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Efficient Market Hypothesis
Secara formal pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga
sekuritas-sekuritasnya  telah  mencerminkan  semua  informasi  yang  relevan,
semakin  cepat  informasi  baru  tercermin  pada  harga  sekuritas,  semakin  efisien
pasar modal tersebut (Husnan, 2003). Informasi yang tersedia bisa meliputi semua
informasi  yang  tersedia  baik  informasi  di  masa  lalu,  misalnya  laba  tahun  lalu,
maupun  informasi  saat  ini  misalnya:  rencana  kenaikan  dividen  tahun  ini,  serta
informasi  yang  bersifat  pendapat/opini  rasional  yang  beredar  di  pasar  yang  bisa
mempengaruhi  perubahan  harga,  misalnya  jika  banyak  investor  di  pasar
2
berpendapat  bahwa  harga  saham  akan  naik,  maka  informasi  tersebut  nantinya
akan  tercermin  pada  perubahan  harga  saham  yang  cenderung  naik  (Tandelilin,
2001),  sedangkan  Beaver  (dalam  Hartono,  2005)  mendefinisikan  efisiensi  pasar
sebagai hubungan antara harga-harga sekuritas dan informasi.
Bentuk-bentuk  efisiensi  pasar  modal  secara  garis  besar  dibedakan  menjadi
dua, yaitu efisiensi pasar secara informasi dan  efisiensi secara keputusan.
Efisiensi Pasar Secara Informasi
Efisensi pasar secara informasi, Fama (dalam Hartono, 2005), menyajikan tiga
macam  bentuk  utama  dari  informasi  pasar  modal  berdasarkan  ketiga  bentuk
informasi,  yaitu  informasi  masa  lalu,  informasi  sekarang  yang  sedang
dipublikasikan, dan informasi privat sebagai berikut:
1)  Bentuk efisiensi yang lemah (weak form efficiency)
Pasar  yang  harga-harga  dari  sekuritasnya  secara  penuh  mencerminkan  (fully
reflect)  informasi  masa  lalu.  Oleh  karena  itu,  informasi  historis  (seperti  harga
dan  volome  perdagangan  di  masa  lalu)  tidak  bisa  lagi  digunakan  untuk
memprediksi  perubahan  harga  di  masa  yang  akan  datang,  karena  sudah
tercermin pada harga saat ini.
2)  Bentuk efisiensi yang setengah kuat (semi strong efficiency)
Pasar yang harga-harga sekuritasnya mencerminkan secara penuh (fully reflect)
semua  informasi  yang  dipublikasikan  (all  publicly  avaiable  information)
termasuk  informasi-informasi  yang  berada  di  laporan  keuangan  perusahaan
emiten. Informasi yang dipublikasikan dapat berupa:
a)  Informasi  yang  dipublikasikan  yang  hanya  mempengaruhi  harga  sekuritas
dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut.
b)  Informasi  yang  dipublikasikan  yang  mempengaruhi  harga-harga  sekuritas
sejumlah perusahaan.
c)  Informasi  yang  dipublikasikan  yang  mempengaruhi  harga-harga  sekuritas
semua perusahaan yang terdaftar di pasar saham.
3)  Efisiensi dalam bentuk kuat (Strong Form)
Pasar  yang  harga-harga  dari  sekuritasnya  secara  penuh  mencerminkan  (fully
reflect)  semua  informasi  termasuk  informasi  privat.  Ini  berarti  bahwa  semua
informasi  baik  yang  terpublikasikan  atau  tidak  terpublikasikan,  sudah
tercermin  dalam  harga  sekuritas  saat  ini,  sehingga  tidak  akan  ada  seorang
investor pun yang bisa memperoleh abnormal return
Efisiensi Secara Keputusan
Efisiensi  pasar  secara  keputusan  terjadi  jika  semua  informasi  tersedia  dan
semua  pelaku  pasar  dapat  mengambil  keputusan  dengan  canggih  (sophistcated)
(Hartono,2007).  Efisiensi  pasar  secara  keputusan  mempertimbangkan  dua  faktor,
yaitu  ketersediaan  informasi  dan  kecanggihan  informasi  pelaku  pasar.  Karena
melibatkan  banyak  faktor  dalam  menentukan  pasar  yang  efisiensi,  suatu  pasar
yang efiensien secara keputusan merupakan efisiensi pasar bentuk setengah kuat
yang  lebih  tinggi  dibandingkan  efisiensi  pasar  bentuk  setengah  kuat  secara
informasi.  Pasar  yang  efisien  secara  informasi  belum  tentu  efisien  secara
keputusan.
Fama  (dalam  Hartono,  2005)  membagi  pengujian  efisiensi  pasar  menjadi  tiga
kategori yang dihubungkan dengan bentuk-bentuk efisiensi pasar sebagai berikut:
1)  Pengujian-pengujian  efisiensi  pasar  bentuk  lemah  merupakan  pengujianpengujian terhadap return
2)  Pengujian-pengujian  efisiensi  pasar  bentuk  setengah  kuat  merupakan  studi
peristiwa (event study)
3)  Pengujian-pengujian efisiensi pasar bentuk kuat merupakan pengujian terhadap
informasi privat
3
Pengujian  efisiensi  bentuk  setengah  kuat  secara  informasi  menggunakan
studi  peristiwa  (event  study).  Studi  Peristiwa  (Event  Study)  merupakan  studi  yang
mempelajari  reaksi  pasar  terhadap  suatu  peristiwa  yang  informasinya
dipublikasikan  sebagai  suatu  pengumuman.  Studi  peristiwa  dapat  digunakan
untuk  mengujikan  efisiensi  bentuk  pasar  setengah  kuat.  Pasar  dikatakan  bentuk
efisiensi  setengah  kuat  jika  tidak  ada  investor  yang  dapat  memperoleh  abnormal
return  dari  informasi  yang  diumumkan  atau  ada  abnormal  return  tetapi  pasar
bereaksi  dengan  cepat  untuk  menyerap  abnormal  return  tersebut  sehingga
terbentuk harga keseimbangan yang baru.
Jika  pengumuman  mengandung  informasi,  maka  diharapkan  pasar  akan
bereaksi  pada  waktu  pengumuman  diterima.  Reaksi  pasar  ini  dapat  diukur
menggunakan  abnormal  return.  Jika  digunakan  abnormal  return  maka  dapat
dikatakan  bahwa  suatu  pengumuman  yang  mengandung  kandungan  informasi
memberikan  abnormal  return  kepada  pasar.  Apabila  tidak  mengandung  informasi,
tidak memberikan abnormal return pada pasar.
Return Saham
Return  merupakan  hasil  yang  diperoleh  dari  investasi.  Adapun  jenis-jenis
return dalam Hartono (2008) adalah sebagai berikut:
1)  Return Realisasi
Return  realisasi  merupakan  return  yang  telah  terjadi.  Return  realisasi  dihitung
berdasarkan  data  historis  atau  data  masa.Return  historis  ini  juga  berguna
sebagai  dasar  untuk  menentukan  expected  return  (Hartono,2007).  Untuk
menghitung  return  realisasi  dari  saham  dipakai  capital  gain  (loss).  Capital  gain
(loss)  merupakan  selisih  dari  harga  investasi  sekarang  relatif  (Pt)  dengan  harga
periode  lalu  (Pt-1)  atau  {(  P
t
-  P
t-1
)/  (P
t-1
}.  Jika  harga  investasi  sekarang  lebih
tinggi  dari  harga  investasi  periode  lalu,  maka  berarti  terjadi  keuntungan  modal
(capital gain) atau sebaliknya terjadi kerugian (capital loss).
2)  Return Ekspektasi
Return  Ekspektasi  merupakan  return  yang  diharapkan  akan  diperoleh  oleh
investor  di  masa  mendatang  dan  sifat  dari  return  ekspektasi  ini  adalah  belum
terjadi.  Adapun  model  yang  dapat  dipakai  untuk  mengestimasi  return
ekspektasi,  yaitu  model  disesuaikan  pasar  (market  adjusted  model).  Model  ini
beranggapan  bahwa  penduga  yang  terbaik  untuk  mengestimasi  return  suatu
sekuritas adalah  return  indeks pasar pada saat tersebut.IHSG dapat digunakan
sebagai  indeks  pasar  karena  IHSG  merupakan  data  yang  lazim  digunakan
sebagai  indikator  naik  turunnya  harga  saham  secara  keseluruhan  di  pasar
modal Indonesia. Dengan menggunakan model ini, maka return ekspektasi tidak
perlu  menggunakan  periode  estimasi  untuk  membentuk  model  estimasi
(Budiarto  dan  Baridwan,  1999)..  Hal  ini  terjadi  karena  return  sekuritas  yang
diestimasi  sama  dengan  return  indeks  pasar.  Return  Ekspektasi  dihitung  per
hari selama periode peristiwa setiap saham yang ada.  Return  ekspektasi saham
perusahaan  pada  suatu  hari  dalam  periode  peristiwa  adalah  return  dari  market
pada  hari  yang  sama,  yang  dapat  dirumuskan  sebagai  berikut  (Hartono  dalam
Sudirman, 2008):
Rjt = Rmt …………………………...(1)
Keterangan :
Rjt   =  return ekspektasi saham perusahaan j pada periode t
Rmt   =  return market pada periode t
Karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return indeks pasar, maka
formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
4
Rmt =  IHSG t  - IHSG t-1…………. (2)
IHSG t-1
Keterangan :
Rmt   =  Return  indeks pasar pada periode ke-t
IHSG t   =  Index harga saham gabungan pada periode ke-t
IHSG t-1 =  Index harga saham gabungan periode ke t-1
3)  Abnormal Return
Return  tidak  normal  (abnormal  return)  merupakan  kelebihan  dari  return  yang
sesungguhnya  terjadi  (return  realisasi)  terhadap  return  normal.  Return  normal
merupakan  return  ekspektasi  (return  yang  diharapkan  investor).  Dari  pegertian
tersebut bahwa return tidak normal (abnormal return) merupakan selisih antara
return  yang  sesungguhnya  terjadi  dengan  return  ekspektasi  (Hartono,2007).
Formula untuk menghitung abnormal return  adalah sebagai berikut:
RTNit = Rit  -  E(Rit)  …………….(3)
Keterangan :
RTNit   =  return tidak normal sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Rit  =  return  sesungguhnya  yang  terjadi  untuk  sekuritas  ke-i  pada  periode
peristiwa ke-t
E(Rit)  =  return ekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t
Menurut  Hartono,  (2005)  pengujian  adanya  abnormal  return  tidak  dilakukan
untuk  setiap  sekuritas,  tetapi  dilakukan  secara  agregat  dengan  menguji  rata-rata
return  tidak  normal  seluruh  sekuritas  secara  cross-section  untuk  tiap-tiap  hari
periode  peristiwa  Rata-rata  return  tidak  normal  untuk  hari  ke-t  dapat  dihitung
berdasarkan formula sebagai berikut :
RRTN    =


k
i
t RTNi
1
,
………………. (4)
k
Keterangan :
RRTN    =  rata-rata return tidak normal pada hari ke-t
RTNi   =  abnormal return untuk sekuritas ke-i pada hari ke-t
k   =  Jumlah sekuritas yang terpengaruh oleh pengumuman peristiwa
Right Issue
Istilah  right  issue  di  Indonesia  dikenal  juga  dengan  Hak  Memesan  Efek
Terlebih  Dahulu  (HMETD).  Menurut  Fakhruddin  (2008),  right  Issue  merupakan
pengeluaran  saham  baru  dalam  rangka  penambahan  modal  perusahaan,  namun
terlebih  dahulu  ditawarkan  kepada  pemegang  saham  saat  ini  (existing  share
holder),  dengan  kata  lain  pemegang  saham  memiliki  preemptive  right  atau  hak
memesan efek terlebih dahulu atas saham–saham tersebut. Bukti right merupahan
salah  satu  dari  instrumen  turunan  (derivative)  dari  saham  yang  dikeluarkan
emiten berkaitan dengan pemberian HMETD dengan proporsi dan harga tertentu
Rencana  Right  Issue  ditanggapi  beragam  oleh  investor.  Investor  harus
menelaah  secara  lebih  detail  rencana  right  issue  yang  akan  dilakukan  oleh  suatu
emiten.  Investor  harus  melihat  minimal  pada  perihal  latar  belakang,  tujuan,
rencana  penggunaan  dana,  dan  harga  pelaksanaan  serta  rasio  right  issue
(Fakhruddin, 2008)
Hasil  penelaahan  atas  rencana  right  issue  harus  dikaitkan  dengan  tujuan
investasi  investor,  jangka  waktu  investasi,  pengaruh  right  issue  terhadap  dilusi
kepemilikannya,  pengaruh  right  issue  terhadap  nilai  investasinya  (harga  saham
5
emiten).  Apabila  pengumuman  right  issue  memberikan  sinyal  positif,  artinya
pengharapan  atau  prospek  aliran  kas  masuk  perusahaan  di  masa  depan  makin
menguntungkan, maka investor akan bereaksi positif untuk melakukan pembelian
saham  dengan  tujuan  harga  saham  naik.  Tetapi  sebaliknya,  apabila  investor
melihat  bahwa  pengumuman  right  issue  akan  memberikan  sinyal  negatif  artinya
perusahaan  berada  dalam  kondisi  kurang  baik  (prospek  aliran  kas  masuk  makin
turun), maka investor akan bereaksi negatif untuk melepas saham-sahamnya, hal
ini akan berakibat turunnya harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Hipotesis
Berdasarkan  landasan  teori,  kerangka  berpikir  dan  konsep  penelitian  di  atas,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Abnormal return  sebelum dan sesudah pengumuman  right  issue  di Bursa Efek
Indonesia berbeda signifikan
III. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang mengumumkan
penawaran  right  issue  di  Bursa  Efek  Indonesia  tahun   2007  yaitu  sebanyak  22
perusahaan dan diteliti seluruhnya.
Definisi Operasional Variabel
Pendefinisian  secara  operasional  pada  masing-masing  variabel,  yang  dapat
dijelaskan sebagi berikut:
1)  Return  realisasi   merupakan  return  yang  telah  terjadi  dari  masing-masing
saham, dan diperoleh dari selisih antara harga hari ini dan harga sebelumnnya
relatif  terhadap  harga  sebelumnya,  yang  dalam  penelitian  ini  diperhitungkan
berdasarkan  data  harga  saham  harian  selama  sebelas  hari  peristiwa  (lima  hari
sebelum hari pengumuman, lima hari sesudah hari pengumuman, dan satu hari
pada  tanggal  pengumuman  right  issue)  di  Bursa  Efek  Indonesia   tahun  2007
yang diukur dalam skala rasio.
2)  Return  ekspektasi  merupakan  return  yang  diharapkan  akan  diperoleh  oleh
investor yang harus diestimasikan terlebih dahulu berdasarkan  market adjusted
model.  Dengan  market  adjusted  model  ini,  return  ekspektasi  adalah  sama
dengan return indeks pasar yang merupakan return yang didasarkan pada IHSG
(Indeks  Harga  Saham  Gabungan)  selama  sebelas  hari  peristiwa  (lima  hari
sebelum hari pengumuman, lima hari sesudah hari pengumuman, dan satu hari
pada  tanggal  pengumuman  right  issue  di  Bursa  Efek  Indonesia   tahun  2007
yang diukur dalam skala rasio.
3)  Abnormal  return  merupakan  selisih  dari  return  realisasi  dan  return  ekspektasi
selama  sebelas  hari  peristiwa  (lima  hari  sebelum  hari  pengumuman,  lima  hari
sesudah  hari  pengumuman,  dan  satu  hari  pada  tanggal  pengumuman  right
issue di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 yang diukur dalam skala rasio
Teknik Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan dan
dalam  penelitian  ini  dilakukan  dengan  uji  beda  dua  rata-rata  yang  digunakan
adalah Paired sample t test dari program SPSS. Penelitian ini menguji ada tidaknya
perbedaan  antara  dua  kelompok  sampel  yangberhubungan  (Wahyuno,  2008).
Maksudnya  adalah  sebuah  sampel  tetapi  mengalami  dua  perlakuan  yang  berbeda
yaitu  abnormal  return  sebelum  dan  sesudah  pengumuman  right  issue  dari  saham
perusahaan yang melakukan right issue di BEI tahun 2007.
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Return Realisasi
Berdasarkan  pada  Tabel  1  Secara  keseluruhan  nilai  return  realisasi  selama
periode  peristiwa  yaitu  selama  11  hari  bursa  (antara  hari   t-5  sampai  hari    t+5)
adalah  sebanyak  242  nilai  return  realisasi.  Perolehan  return  realisasi  negatif
sebesar  47,93%  pada  periode  peristiwa  jauh  lebih  banyak  dibandingkan  dengan
perolehan  return  realisasi  positif  sebesar  29,75%,  berarti  sebagian  besar  saham
mengalami  penurunan  harga.  Penurunan  harga  lebih  banyak  terjadi  pada  hari
sebelum peristiwa terjadi (t-5 sampai t-1).
Tabel  2  menunjukkan  bahwa  perbedaan  rata-rata  return  realisasi  untuk
masing–masing saham untuk hari-hari sebelum peristiwa pengumuman terjadi (t-1
sampai  t-5)  dan  hari-hari  setelah  peristiwa  pengumuman  (t+1  sampai  t+5)
menunjukkan bahwa terdapat 15 saham mengalami kenaikan return  realisasi dan
7  (tujuh)  saham  yang  mengalami  penurunan.  Rata-rata  return  realisasi  sesudah
pengumuman  peristiwa  right  issue  mengalami  kenaikan  sebesar  0,2864  atau
sebesar  28,64%  dari  sebelum  pengumuman.  Adanya  perubahan  ini  berarti  bahwa
terdapat  perbedaan  return  realisasi  sebelum  dan  sesudah  pengumuman  peristiwa
right issue di PT. BEI
Apabila  dilihat  dari  rata-rata  return  realisasi  (average  actual  return)
keseluruhan  selama  periode  peristiwa  (lihat  Tabel  3),  pada  periode  sebelum  hari
peristiwa  (t-1  sampai  t-5),  yaitu  pada  hari  t-5  sampai  t-3  return  diperoleh  adalah
return  realisasi bernilai positif, kecuali pada hari ke t-2, dan t-1 .Sedangkan pada
hari pengumuman peristiwa dan hari ke t+1 setelah peristiwa return realisasi ratarata  yang  diperoleh  investor  adalah  positif  dan  kemudian  kembali  terdapat  return
bernilai negatif mulai hari ke t+2 sampai t+5.
Pada  hari-hari  sebelum  hari  peristiwa  (t-1  sampai  t-5)  yang  lebih  banyak
diperoleh  adalah  return  realisasi bernilai  positif,  sedangkan pada hari-hari  setelah
peristiwa  (t+1  sampai  t+5)  return  realisasi  rata-rata  yang  diperoleh  investor  lebih
banyak bernilai negatif . Ini berarti juga bahwa terdapat perbedaan return  realisasi
sebelum dan sesudah pengumuman peristiwa right issue di PT. BEI.
Penentuan Return Ekspektasi dengan Pendekatan Market Adjusted Model
Return  ekspektasi  saham  perusahaan  pada  hari  dalam  periode  peristiwa
adalah  market  return  pada  hari  yang  sama.  Nilai  positif  mengindikasikan  bahwa
situasi perdagangan di pasar modal pada hari tersebut adalah atraktif, sedangkan
return  ekspektasi  yang  bernilai  negatif  mengindikasikan  bahwa  situasi
perdagangan  di  pasar  modal  pada  hari  tersebut  kurang  bergairah  atau  tidak
atraktif  (Ismiyanthi,  2008).  Hasil  rekapitulasi  komposisi  hasil  perhitungan  return
ekspektasi disajikan pada Tabel 4
Berdasarkan  hasil  perhitungan  return  ekspektasi  pada  periode  peristiwa,
bahwa  return  ekspektasi  bernilai  positif  sebanyak  159  return  atau  65,70%  dan
sisanya sebanyak 83 return ekspektasi atau 34,30% adalah bernilai negatif.  Return
ekspektasi  sebelum  hari  pengumuman  peristiwa,  yaitu  pada   hari  t-5  sampai  t-1
lebih  banyak  yang  bernilai  positif  yaitu  sebanyak  77  return  dan  return  ekspektasi
yang bernilai negatif sebanyak 33 return. Setelah hari pengumuman peristiwa atau
pada  hari  t+1  sampai  t+5,  terdapat  69  return  ekspektasi  yang  bernilai  positif  dan
41  return  ekspektasi  negatif  yang  mengindikasikan  bahwa  hari-hari  setelah
pengumuman  terjadi  (t+1  sampai  t+5)  terjadi  penurunan  perolehan  return
ekspektasi  yang  positif  atau  terjadi  kecenderungan  penurunan  gairah  situasi
perdagangan di pasar modal atau penurunan tingkat atraktif perdagangan di pasar
modal.
7
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa perbedaan rata-rata return  ekspektasi untuk
masing–masing saham untuk hari-hari sebelum peristiwa pengumuman terjadi (t-1
sampai  t-5)  dan  hari-hari  setelah  peristiwa  pengumuman  (t+1  sampai  t+5)
menunjukkan  bahwa  terdapat  4  (empat)  saham  yang  mengalami  kenaikan  return
ekspektasi dan 18 saham yang mengalami penurunan  return ekspektasi. Rata-rata
return  ekspektasi  sesudah  pengumuman  peristiwa  right  issue  mengalami
penurunan  sebesar  0,0670  atau  sebesar  6,7%.  Terjadinya  perubahan  ini  berarti
bahwa terdapat perbedaan return ekspektasi sebelum dan sesudah pengumuman
Berdasarkan  Tabel  6  apabila  dilihat    pada  periode  peristiwa,  rata-rata  return
ekspektasi  untuk  22  perusahaan  yang  melakukan  pengumuman  right  issue  pada
hari-hari  dalam  periode  peristiwa  sebelum  pengumuman  (hari  t  -5  sampai  t-1)
lebih  banyak  bernilai  positif  kecuali  pada  hari  t-5,  sedangkan  sesudah  hari
pengumuman  right  issue  (hari  t+1  sampai  t+5)  lebih  banyak  yang  benilai  negatif
yaitu  pada  hari  t+1,t+2  dan  t+4.  Ini  menunjukkan  bahwa  terdapat  perbedaan
return  ekspektasi  sebelum  dan  sesudah  pengumuman  peristiwa  right  issue  di  PT.
BEI.
Abnormal Return dan Average Abnormal Return
Dari  Tabel  7  menunjukkan  bahwa  selama  11  hari  periode  peristiwa,  98  nilai
abnormal  return  bernilai  positif  selama  periode  peristiwa  atau  40,50%  dari  dari
keseluruhannya , sisanya 144 nilai abnormal return atau 59,50% bernilai negatif.
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata  abnormal return untuk
masing–masing  saham  terdapat  17  saham  yang  mengalami  kenaikan  abnormal
return  dan  5  (lima)  saham  yang  mengalami penurunan  abnormal  return.  Rata-rata
abnormal  return  sesudah  pengumuman  peristiwa  right  issue  mengalami  kenaikan
sebesar  0,363243  atau  36,32%.  Perubahan  abnormal  return  ini  berarti  bahwa
terdapat perbedaan  abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman peristiwa
right issue di PT. BEI.
Uji Beda Dua Rata-Rata
Penelitian  ini  menggunakan  uji  dua  beda  rata-rata  untuk  membandingkan  2
(dua)  sampel  yang  berpasangan  dengan  program  SPSS  dan  menggunakan  nilai
signifikasi  (α)  sebesar  5%,  jumlah  sampel  (n)  sebanyak  22  perusahaan  sampel.
Nilai  t-tabel  ditentukan  pada  α  =  5%  :  2  =  2,5%  (uji  2  sisi)  dengan  de rajat
kebebasan  (df)  n  –  1  atau  22  –  1  =  21,  sehingga  diperoleh  nilai  t-tabel  sebesar
2,080.  Dari  penghitungan  maka  t-hitung  yang  diperoleh  kemudian  dibandingkan
dengan  t-tabel  dan  juga  membandingkan  nilai  sig  (2-tailed)  dengan  0,05.  Jika   -t
hitung  <  -t   tabel  atau  t  hitung  >  t  tabel   dan  sig  (2-tailed)  <  0,05   maka  berarti
terdapat  perbedaan  yang  signifikan  abnormal  return  sebelum  dan  sesudah
pengumuman right issue di Bursa Efek Indonesia. Tetapi jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t
tabel   dan  sig  (2-tailed)  >  0,05  maka  berarti   tidak  terdapat  perbedaan  yang
signifikan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman right issue di Bursa
Efek Indonesia
Berdasarkan  hasil  pengujian  pada  Tabel  10  diketahui  bahwa  nilai  t-hitung
yang  diperoleh  sebesar  -2,856  pada  derajat  kebebasan  (df)  =  21  dan  nilai  sig  (2-tailed)  adalah  sebesar  0,009.  Nilai t  hitung sebesar  -2,856  lebih kecil  dari  –t  tabel
sebesar  -2,080  (t  hitung  =  -2,856  <  -t   tabel  =-  2,080)  dan  Tingkat  signifikasi
sebesar  0,009   <  0,05.  Ini  berarti  bahwa  terdapat  perbedaan  yang  signifikan
abnormal  return  sebelum  dan  sesudah  pengumuman  right  issue  di  Bursa  Efek
Indonesia.
Pembahasan
Berdasarkan  hasil  pengujian  diketahui  bahwa  abnormal  return  sebelum  dan
sesudah  pengumuman  right  issue  berbeda.  Hasil  penelitian  ini  konsisten  dengan
8
Kabir  dan  Roosenboom  (2002),  tetapi  menentang  temuan  Gozhali  dan  Solichin
(2003).
Abnormal  return  secara  keseluruhan  meningkat  sesudah  pengumuman  right
issue.  Rata-rata  sesudah  pengumuman  peristiwa  right  issue  mengalami  kenaikan
sebesar  0,363243  atau  36,32%.  Pada  Tabel  8  menunjukkan  bahwa  terdapat  17
saham yang mengalami kenaikan  abnormal return  dan hanya 5 (lima) saham yang
mengalami  penurunan  abnormal  return.  Saham  yang  mengalami  kenaikan
abnormal  return  yang  paling  tinggi  adalah  saham  PT.  ATPK  Resources  Tbk  (ATPK)
dengan  angka  kenaikan  sebesar  0,070883  atau  7,088  %  sedangkan  yang
mengalami penurunan abnormal return  yang paling tinggi adalah saham PT. Bank
Artha Graha Internasional (INPC) yaitu -0,034046 atau -3,41%.
Rata-rata  abnormal  return  yang  diperoleh  meningkat  karena  rata-rata  return
realisasi  saham  sesudah  pengumuman  yang  diperoleh  investor  meningkat  dari
sebelum  pengumuman.  Peningkatan  return  realisasi  disebabkan  sebagian  besar
harga saham emiten turun sebelum pengumuman  right  issue  atau harga hari ke t
lebih rendah dari harga hari t-1, tetapi setelah pengumuman terdapat peningkatan
kembali  harga  saham.Tabel  2  menunjukkan  bahwa  sebanyak   15  saham
mengalami  kenaikan  return  realisasi,  dan  hanya  7  saham  yang  mengalami
penurunan  saham.  Saham  yang  mengalami  kenaikan  return  realisasi  yang  paling
tinggi adalah saham PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT) dengan angka kenaikan sebesar
0,0701  atau  7,01  %  sedangkan  yang  mengalami  penurunan  return  realisasi  yang
paling  besar  adalah  saham  PT.Bank  Artha  Graha  Internasional,  Tbk  (INPC)  yaitu
sebesar 0,0354 atau 3,54%.
Rata-rata  return  realisasi  sesudah  pengumuman  peristiwa  right  issue
mengalami  kenaikan  sebesar  0,2864  atau  sebesar  28,64%  dari  sebelum
pengumuman,  sedangkan  rata-rata  return  ekspektasi  sesudah  pengumuman
peristiwa right issue mengalami penurunan sebesar 0,0670 atau sebesar 6,7% dari
sebelum  pengumuman  (Tabel  5).  Saham  yang  mengalami  kenaikan  return
ekspektasi  yang  paling  tinggi  adalah saham  PT.  Barito  Pacific,  Tbk  (BRPT)  dengan
angka  kenaikan  sebesar  0,0068  atau  0,68%  dan  yang  mengalami  penurunan
return  ekspektasi  yang  paling  besar  adalah  saham  PT.  Bakrieland  Development,
Tbk (ELTY) yaitu sebesar 0,0087 atau 0,87%.
Temuan  ini  sesuai  dengan  temuan  Budiarto  dan  Baridwan  (1999)  yang
membuktikan  bahwa  adanya  penurunan  harga  saham  dan  setelah  itu  terjadi
koreksi  kenaikan  harga  saham  kembali  pada  posisi  awal  posisi  awal  sebelum
adanya  pengumuman  right  issue.  Penurunan  harga  sebelum  pengumuman
menunjukkan  bahwa  informasi  tersebut  telah  diantisipasi  sebelumnya  oleh
investor  atau  ada  kebocoran  informasi  sebelum  diumumkan.  Para  investor  akan
memanfaatkan  informasi  yang  diperoleh  sebagai  dasar  keputusan  bertransaksi  di
pasar  modal.  Investor  beranggapan  penerbitan  right  akan  dapat  menyebabkan
harga  saham  akan  turun,  yaitu  bila  dana  right  issue  hanya  digunakan  untuk
membayar  hutang  bukan  untuk  ekspansi  usaha,  sehingga  mereka  melepas
investasi  pada  saham  yang  akan  melakukan  pengumuman  right  issue  setelah
mendapatkan informasi tersebut karena takut harga saham akan turun.
Peningkatan  perolehan  abnormal  return  terjadi  karena  investor  melakukan
penelaaahan rencana right issue secara lebih detail tentang latar belakang, tujuan,
perencana  penggunaan  dana,  dan  harga  pelaksanaan  maka  mereka  mempunyai
persepsi  bahwa  dana  yang  diperoleh  dari  right  issue  akan  digunakan  untuk
ekspansi  usaha  atau  perbaikan  struktur  modal  yang  dapat  meningkatkan  kinerja
perusahaan emiten di masa depan. Informasi right issue  memberikan sinyal positif
bagi  investor  yang  selanjutnya  akan  meningkatkan  harga  saham  perusahaan
setelah pengumuman.
Implikasinya  bagi  investor  adalah  dengan  adanya  pengumuman  right  issue
maka investor akan menelaah  informasi yang diperolehnya tersebut. Investor akan
9
mempertimbangkan  untuk  mempertahankan  investasi  atau  bahkan  melakukan
pembelian  saham,  jika  dana  yang  diperoleh  dari  right  issue  nantinya  digunakan
untuk  ekspansi  usaha  atau  perbaikan  struktur  modal.  Bagi  emiten,  penentuan
kapan  waktu  yang  tepat  untuk  melakukan  pengumuman  right  issue  sangat
menentukan  keberhasilan  pelaksanaan  right  issue.  Tujuannya  agar  mendapatkan
dana  sesuai  dengan   jumlah  yang  diharapkan  untuk  memenuhi  kebutuhan
operasional perusahaan.
Masih  adanya  abnormal  return  yang  diperoleh  pada  perode  peristiwa
pengumuman  right  issue  menunjukkan  bahwa  Pasar  Modal  Indonesia  belum
efisien  dalam  bentuk  setengah  kuat  secara  informasi.Kondisi  ini  mencerminkan
bahwa  harga  saham  di  Bursa  Efek  Indonesia  belum  mencerminkan  secara  penuh
semua  informasi  yang  dipublikasikan,  sehingga  masih  ada  investor  yang  bisa
memperoleh abnormal return.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN
Simpulan
Pengumuman  right  issue  di  pasar  modal  Indonesia  dalam  hal  ini  Bursa  Efek
Indonesia  menyebabkan  terjadinya  abnormal  return  yang  diperoleh  investor  pada
periode  peristiwa  yaitu  98  nilai  abnormal  return  bernilai  positif  atau  40,50%  dan
sisanya  144  nilai  abnormal  return  atau  59,50%  bernilai  negatif.  Abnormal  return
sebelum  dan  sesudah  pengumuman  right  issue  di  Bursa  Efek  Indonesia  berbeda
signifikan  pada  tingkat  signifikasi  5%.  Abnormal  return  meningkat  sesudah
pengumuman  right  issue.  Peningkatan  abnormal  return  terjadi  karena  investor
mempunyai  persepsi  bahwa  dana  yang  diperoleh  dari  right  issue  akan  digunakan
untuk  ekspansi  usaha  atau  perbaikan  struktur  modal  sehingga  meningkatkan
kinerja  perusahaan  emiten  di  masa  depan.  Peningkatan  kinerja  juga  akan
meningkatkan  nilai  perusahaan  dengan  naiknya  harga  saham.  Masih  adanya
abnormal  return  yang diperoleh pada periode peristiwa menunjukkan pasar belum
efisien bentuk setengah kuat secara informasi.
Keterbatasan dan Saran
Para  investor  perlu  mempertimbangkan  dan  menganalisis  setiap  informasi
yang  dapat  mempengaruhi  pengambilan  keputusan  investasinya.  Untuk  itu
kepada  investor  disarankan  agar  berupaya  memperoleh  informasi  sebanyakbanyaknya terutama informasi yang dapat mempengaruhi kondisi pasar modal.
Bagi  peneliti  selanjutnya,  diharapkan  dalam  menetapkan  periode  peristiwa
disesuaikan dengan peristiwanya serta membandingkan dengan metode lain (mean
adjusted  model  dan  market  model)  dalam  menghitung  return  ekspektasi  untuk
mengetahui  konsistensi  hasil   dan  dapat  memberikan  hasil  penelitian  yang  lebih
lengkap dari sudut pandang yang beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Arif  Budiarto  dan  Zaki  Baridwan.1999.  Pengaruh  Pengumuman  Right  Issue
terhadap  Tingkat  Keuntungan  dan  Likuiditas  Saham  di  Bursa  Efek  Jakarta
Periode 1994-1996. Jakarta: IAI. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 2.
Basir, S. dan Fakhrudin, H.M. 2005.  Aksi Korporasi : Strategi untuk Meningkatkan
Nilai saham Melalui Aksi Korporasi. Jakarta: Salemba Empat
Fakhruddin,  M.Hendy.  2008.  Go  Public:  Strategi  Pendanaan  dan  Peningkatan  Nilai
Perusahaan. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.
10
Fama. E. F. dan K.R French.  1992. The Cross-Section of Expected Return.  Journal
of Finance (JF).Vol 47.pp 427-465.
Gajewski dan Ginglinger .1998. “Seasoned Equity Issues in a Closely Held Market:
Evidence from France”. Journal of Europen Finance Review Vol. 6 No 3 2002.
Ghozali  dan  A.  Solichin.  2003.  Analisis  Dampak  Pengumuman  Right  Issue
Terhadap  Reaksi  Pasar  Di  Bursa  Efek  Jakarta.  Jurnal  Ekonomi
Perusahaan.Vol. 1 No. 2
Hartono, J. 2005. Pasar Efisien Secara Keputusan.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Hartono, J. 2007. Teori Portofolio dan Analisis  Investas  Edisi Ketujuh. Yogjakarta :
BPFE Yogyakarta.
Husnan,  Suad.  2003.  Dasar-dasar  Teori  Portofolio  dan  Analisi  Sekuritas  Edisi
Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Husnan  dan  Pudjiastuti.  2002.  Dasar-dasar  Potofolio  dan  Analisis  Sekuritas  .Edisi
Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Ismayathi,  Tjokorda  Istri  Tuty.  2008.  Dampak  Pengumuman  Stock  Split  Terhadap
Perolehan  Abnormal  Return  Di  Bursa  Efek  Indonesia.  Thesis.  Denpasar:
Universitas Udayana.
Kabir  dan  Roosenboom.  2002.  Can  Stock  Market  Anticipate  Future  Operating
Performance? : Evidence from Equity Right Issue  Journal of Erasmus Reseach
Institute  of  Management  (ERIM)  Series  No  2002-102-F&A  (serial  online)..
Available from : URL : http:/www.ssrn.com
Khotare, M. 1997. The Effects of Equity Issues on Ownership Structure and Stock
Liquidity:  A  Comparison  of  Right  ang  Public  Offerings.  Journal  of  Financial
Economics (JFE). Vol 1
Matsumoto  dan  Medeiros.  2004.  Brazilian  Market  Reaction  to  Equity  Issues
Announcements. Available from URL : http:/www.ssrn.com
Owen  dan  Suchard.  2003.  The  Pricing  and  Impact  of  Right  Isues  of  equity  in
Australia.  Journal  of  Applied  Financial  Econonic.  Available  from
http:/www.journals.routledge.com/routledge.html.
Scholes,  M.  1972.  The  Market  Securities:  Substitution  Vs.  Price  Pressure  and
Effects  of  Information  on  Share  Prices.  Journal  of  Business  (JB).  Vol.  45.  p.
179-211
Setyo,  B.I.  2003.  Pengaruh  Right  Issue  Terhadap  Kinerja  Keuangan  perusahaan
yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta.Jurnal Ekonomi dan Bisnis.Vol 1 No. 2.
Sheehan,  Dennis  P.,  Gregory  B.  Kadlec.,  dan  Claudio  F.  Loderer.  1997.  Issue  Day
Effects  for  Commons  Stock  Offerings:  Couses  and  Consequences.  Working
Paper. Penn State University.
Siswanto,  Heri.  1999.  Studi  Empiris  Tentang  Pengaruh  Pengumuman  Right  Issue
Terhadap  Tingkat  Keuntungan  dan  Likuiditas  Saham  di  Bursa  Efek  Jakarta
Periode Tahun 1997-1999. Jurnal Ekonomika.
Smith,  Clifford.  1977.  Alternative  Methods  for  Raising  Capiral:  Rights  Versus
Underwriting  Offerings.  Journal  of  Financial  Economics  (JFE).  Vol.  5.p.  273-303.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesepuluh. Bandung: Alfabeta.
11
Tsangarakis,  Nickolaos  V.  1996.  Shareholders  Wealth  Effect  of  Equity  Issues  In
Emerging  Markets  :  Evidence  from  Right  Offerings  in  Greece.  Journal  of
Financial Management.Vol 25. No. 3.p. 21-32
Yusi, S.P. 2002. Pengaruh Right Issue Terhadap Return Saham Setelah Cum-Date.
Jurnal Manajemen Indonesia. Vol.1 No.2
12
Lampiran
Tabel 1
Rekapitulasi Komposisi Hasil
Perhitungan Return Realisasi
Pada Periode Peristiwa
Return Realisasi
Hari ke t  Positif  Nol  Negatif
-5  10  4  8
-4  8  5  9
-3  11  1  10
-2  1  1  20
-1  5  7  10
0  9  8  5
1  5  12  5
2  3  5  14
3  6  2  14
4  9  6  7
5  5  3  14
Jumlah  72  54  116
Persentase  29,75%  22,31%  47,93%
Tabel 2
Perbedaan Rata-Rata Return Realisasi
Sebelum dan Sesudah Pengumuman Right Issue
No  Saham  Sebelum  Sesudah  Perbedaan
1  MPPA  -0,0025  -0,0146  -0,0121
2  ELTY  0,0094  0,0047  -0,0047
3  INPC  0,0001  -0,0353  -0,0354
4  NISP  0,0022  0,0068  0,0046
5  DSFI  -0,0146  -0,0056  0,0091
6  MASA  -0,0273  0,0299  0,0572
7  MAYA  -0,0371  0,0183  0,0554
8  BCIC  -0,0255  0,0031  0,0286
9  SMRA   -0,0195  -0,0194  0,0001
10  BUDI  -0,0265  -0,0093  0,0172
11  CPIN   -0,0039  -0,0083  -0,0044
12  BHIT  -0,0091  0,0008  0,0098
13  ATPK  -0,0913  -0,0233  0,0680
14  CFIN  -0,0235  -0,0171  0,0064
15  BBNI  -0,0214  -0,0456  -0,0242
16  UNSP  0,0036  0,0003  -0,0033
17  MIRA  -0,0603  -0,0231  0,0371
18  BRPT  -0,0838  -0,0137  0,0701
19  GJTL  0,0001  0,0039  0,0038
20  ADES  0,0177  0,0408  0,0230
21  KPIG  -0,0032  0,0005  0,0037
22  FPNI  0,0077  -0,0157  -0,0234
Jumlah        0,2864
13
Tabel 3
Rata-Rata Return Realisasi
Pada Periode Peristiwa
Hari
Rata-rata Return
Realisasi
-5   0,037818
-4    0,004108
-3    0,004756
-2  -0,122711
-1  -0,016789
0    0,024590
1    0,011230
2  -0,011657
3  -0,006921
4  -0,000821
5  -0,019548
Tabel 4
Rekapitulasi Komposisi Hasil Perhitungan
Return Ekspektasi Pada Periode Peristiwa
Return Ekspektasi
Hari ke t  Positif  Negatif
-5  15  7
-4  15  7
-3  16  6
-2  16  6
-1  15  7
0  13  9
1  12  10
2  13  9
3  15  7
4  15  7
5  14  8
Jumlah  159  83
Persentase  65,70%  34,30%
14
Tabel 5
Perbedaan Rata-Rata Return Ekspektasi
Sebelum dan Sesudah Pengumuman Right Issue
No  Saham  Sebelum  Sesudah  Perbedaan
1  MPPA  0,0009  -0,0027  -0,0036
2  ELTY  0,0100  0,0014  -0,0087
3  INPC  0,0051  0,0038  -0,0014
4  NISP  0,0010  -0,0011  -0,0020
5  DSFI  0,0041  -0,0012  -0,0053
6  MASA  -0,0015  -0,0028  -0,0013
7  MAYA  -0,0026  0,0032  0,0058
8  BCIC  0,0015  0,0030  0,0015
9  SMRA   0,0032  -0,0033  -0,0065
10  BUDI  0,0081  0,0016  -0,0065
11  CPIN   0,0081  0,0016  -0,0065
12  BHIT  0,0094  0,0019  -0,0074
13  ATPK  0,0084  0,0055  -0,0029
14  CFIN  0,0084  0,0055  -0,0029
15  BBNI  -0,0228  -0,0313  -0,0085
16  UNSP  -0,0018  0,0012  0,0030
17  MIRA  -0,0001  -0,0018  -0,0017
18  BRPT  0,0004  0,0071  0,0068
19  GJTL  0,0059  0,0042  -0,0017
20  ADES  0,0094  0,0020  -0,0073
21  KPIG  0,0020  -0,0029  -0,0049
22  FPNI  0,0020  -0,0029  -0,0049
Jumlah        -0,0670
Tabel 6
Rata-Rata Return Ekspektasi
Pada Periode Peristiwa
Hari
Rata-rata Return
Ekspektasi
(Average Expected
Return)
-5  -0,002247
-4  0,004196
-3  0,001977
-2  0,004443
-1  0,005073
0  0,002346
1  -0,001602
2  -0,005134
3  0,002663
4  -0,001728
5  0,004009
15
Tabel 7
Rekapituasi Komposisi Hasil Perhitungan
Abnormal Return  Pada Periode Peristiwa
Abnormal Return
Hari ke t  Positif  Negatif
-5  11  11
-4  11  11
-3  12  10
-2  1  21
-1  6  16
0  13  9
1  10  12
2  7  15
3  8  14
4  12  10
5  7  15
Jumlah  98  144
Persentase  40,50%  59,50%
Tabel 8
Perbedaan Rata-rata Abnormal Return  Pada
Periode Peristiwa
(Sebelum dan Sesudah Pengumuman Right
Issue  di PT.BEI Tahun 2007)
No  Saham  Sebelum  Sesudah  Perbedaan
(persentase)
1  MPPA
-0,003418
-0,011854
-0,008435
2  ELTY
-0,000585
0,003327  0,003912
3  INPC
-0,005031
-0,039077
-0,034046
4  NISP  0,001276  0,007908  0,006632
5  DSFI
-0,018765
-0,004382
0,014383
6  MASA
-0,025781
0,032724  0,058505
7  MAYA
-0,034503
0,015089  0,049592
8  BCIC
-0,026960
0,000111  0,027071
9  SMRA
-0,022660
-0,016043
0,006617
10  BUDI
-0,034601
-0,010894
0,023707
11  CPIN
-0,011957
-0,000088
0,011869
12  BHIT
-0,018452
-0,001187
0,017265
13  ATPK
-0,099691
-0,028809
0,070883
14  CFIN
-0,031915
-0,022675
0,009240
16
15  BBNI  0,001390
-0,014340
-0,015730
16  UNSP  0,00540
-0,000932
-0,006331
17  MIRA
-0,060161
-0,021346
0,038815
18  BRPT
-0,084144
-0,020836
0,063308
19  GJTL
-0,005798
-0,000273
0,005525
20  ADES  0,008376  0,038739  0,030363
21  KPIG
-0,005221
0,003363  0,008585
22  FPNI  0,005660
-0,012825
-0,018484
Jumlah        0,363243
Tabel 9
Hasil Perhitungan Rata-rata Abnormal Return
Pada Periode Peristiwa
Hari  Rata-rata  Abnormal Return
(Average Abnormal Return)
-5  0,040066
-4  -0,000088
-3  0,002779
-2  -0,127153
-1  -0,021862
0  0,022244
1  0,012832
2  -0,006523
3  -0,009585
4  0,000907
5  -0,023557
Tabel 10
Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Dua Beda Rata-Rata (Paired Samples Test)
Paired Differences
t  df
Sig.
Mean
Std.   Std. Error   95% Confidence   (2-tailed)
Deviation  Mean
Interval of the
Difference
Upper  Lower
-0,0165
0,02711  0,00578  -0,02853  -0,00449  -2.856
2
1
0,009
17
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
PADA KINERJA PERUSAHAAN
NI PUTU YURIA MENDRA*
Universitas Mahasaraswati Denpasar
A.A.G.P. WIDANAPUTRA
Universitas Udayana Denpasar
ABSTRACT
This  research  was  done  with  a  purpose  to  investigate  the  relation  of  corporate
governance  implemented  in  a  company  and  its  performance.  This  is  an  important
phenomenon  to  be  studied.  This  phenomenon  is  related  to  some  contradictive
assertions. Therefore, this research attempts to provide evidence concerning the effect
of  corporate  governance  toward  public  company’s  performance.  In  this  research,
corporate governance was calculated using CGPI value and performance using ROE,
ROA and Tobin’s q as proxies.
The  issue  in  this  research  is  whether  corporate  governance  influence
performances  of  public  companies.  The  purpose  of  this  research  is  to  test  the
influence  of  corporate  governance  toward  the  performance  of  public  companies.  The
underlying  theory  used  is  agency  theory.  Variables  used  in  this  research  are
independent variable using GCPI score and independent variable which is company’s
performance using proxies of ROE, ROA and Tobin’s q. This research  was carried  in
the  Indonesian  Stock  Exchange  (ISE),  consisting  of  companies  listed  in  the
Indonesian  Stock  Exchange  (ISE)  which  ranked  in  the  Indonesian  Institute  for
Corporate  Governance  (IICG)  done  in  2005,  2006  and  2007.  Sample  selection  was
using  purposive  sampling.  From  the  selection  process,  49  companies  meet  the
criteria.  Based  on  the  test  and  analysis,  then  it  could  be  concluded  that  the
hypothesis  proved  corporate  governance  have  significant  positive  influence  toward
the performance of public companies.
Keywords: Corporate governance, ROE, ROA, Tobin’s q
*Alamat korespondensi yuriamendra@ymail.com  
I. PENDAHULUAN
Awal  mula  ramainya  pembicaraan
tentang  corporate  governance  (CG)
adalah  saat  krisis  moneter  yang
melanda  Indonesia  dan  beberapa
negara  di  Asia  pada  tahun  1997-1998
yang  menyebabkan  perekonomian
menjadi  lesu  dan  terpuruk.  Salah  satu
penyebab  krisis  moneter  adalah
lemahnya  CG.  Johnson,  et  al.    (2000)
dalam  penelitiannya  menyatakan  ciri
utama  dari  lemahnya  CG  adalah
adanya  tindakan  mementingkan  diri
sendiri  di  pihak  para  manajer
perusahaan. Apabila para manajer lebih
mementingkan  diri  sendiri  tanpa
melihat  kepentingan  investor,  maka
para  investor  akan  kehilangan  harapan
tentang  pengembalian  (return)  atas
investasi  yang  telah  mereka  tanamkan.
Dengan  demikian,  akibatnya  aliran
masuk  modal  (capital  inflows)  ke  suatu
negara  mengalami  penurunan,
sedangkan  aliran  keluar  modal  (capital
outflows)  dari  suatu  negara  mengalami
kenaikan.  Efek  samping  lainnya  yang
terjadi  yaitu  turunnya  harga  saham  di
negara  tersebut  sehingga  pasar  modal
yang  ada  tidak  berkembang  dan  juga
mengakibatkan  pertukaran  mata  uang
menjadi menurun. Hal menarik dari isu
CG  tersebut  yaitu  adanya  pemisahan
kepemilikan  dan  pengendalian  yang
memunculkan  masalah  keagenan
(agency  theory).  Pemilik  (principal)
memberikan  kewenangan  untuk
mengelola  perusahaan   kepada
eksekutif  (agen).  Adanya  informasi
asimetri dan self serving behaviour pada
eksekutif memungkinkan mereka untuk
mengambil  keputusan  yang  kurang
bermanfaat  bagi  perusahaan.  Manajer
mungkin  bertindak  untuk
kepentingannya  sendiri  dengan
mengorbankan  kepentingan  pemilik.
Masalah  perbedaan  kepentingan  antara
manajer  dan  pemilik  perusahaan  ini
disebut  sebagai  permasalahan
keagenan,  konflik  kepentingan  yang
terjadi  antara  pemilik  dan  manajer
perlu  dihilangkan  sehingga  pemilik
percaya  bahwa  dana  yang
diinvestasikan  akan  menghasilkan
return.
Adanya  krisis  moneter  yang
melanda  negara-negara  Asia  serta
munculnya  berbagai  tuntutan  terhadap
pengelolaan  perusahaan  secara
profesional  dan  transparan,
menyebabkan  pentingnya  penerapan
CG. Disini CG  merupakan pilar pondasi
untuk  tumbuh  dan  berkembang  dalam
persaingan  yang  ketat  di  era  pasar
bebas.  Hal  ini  sejalan  dengan
perkembangan  ekonomi  dunia  yang
semakin  mengglobal,  dengan
lingkungan  bisnis  yang  semakin
kompleks dan kompetitif.
Penelitian  dampak  penerapan  CG
pada  kinerja  sangat  menarik  untuk
dilakukan  pada  periode  krisis.  CG
menjadi  sesuatu  yang  lebih  penting
dalam  kondisi  krisis  keuangan  karena
dua  alasan  (Mitton,  2002).  Pertama,
ekspropriasi  terhadap  pemegang  saham
minoritas  menjadi  lebih  parah  pada
periode  krisis.  Johnson  (2000)
berpendapat  bahwa  krisis  dapat
mendorong  para  manajer  untuk  lebih
melakukan  ekspropriasi  pada  saat
return    atas  investasi  yang  diharapkan
semakin menurun. Alasan kedua, krisis
dapat  mendorong  para  investor  untuk
lebih  memperhatikan  pentingnya
keberadaan  CG.  Rajan  dan  Zingales
(1998) seperti dikutip oleh Mitton (2002)
menyatakan  bahwa  para  investor
mengabaikan  kelemahan  dari
perusahaan-perusahaan  di  Asia  Timur
pada  saat  negara-negara  tersebut  pada
kondisi  perekonomian  yang  baik,  akan
tetapi  secara  cepat  menarik  investasi
mereka pada saat krisis dimulai, karena
para  investor  percaya  bahwa  negara
tersebut  tidak  memiliki  proteksi
institusional  yang  memadai  terhadap
investasi  yang  mereka  tanamkan.
Dengan  adanya  dua  alasan  tersebut,
perusahaan  dengan  CG  yang  kurang
baik  dapat  kehilangan  nilai  relatif  lebih
besar pada saat kondisi krisis.
Ada  beberapa  studi  yang  meneliti
tentang  CG.  Forker  (1992)  meneliti
hubungan  antara  struktur  governance
dan  tingkat  pengendalian  intern  yang
dilakukan di atas penggajian manajerial
seperti  direfleksikan  oleh  kualitas
pengungkapan  opsi  saham  dalam
1
laporan  keuangan.  Hasil  pengamatan
Drucker  (1996)  di  beberapa  negara
berkembang  menunjukkan  bahwa
kegagalan  yang  dilakukan  manajer
lebih  banyak  disebabkan  karena  para
manajer  tidak  bertindak,  berpikir,  dan
memahami  manajemen  sebagaimana
mestinya.   Anderson,  et  al.    (2000)
mengamati  apakah  struktur  CG
berbeda antara perusahaan-perusahaan
yang  fokus  dan  terdiversifikasi  dan
apakah  perbedaan-perbedaan  dalam
CG  dihubungkan  dengan  nilai  kerugian
dari diversifikasi.
Penelitian  ini  dilakukan  dengan
tujuan  untuk  menginvestigasi
keterkaitan  CG    yang  diterapkan  dalam
suatu  perusahaan  dengan  kinerja
perusahaan  yang  bersangkutan.  Hal  ini
merupakan  fenomena  yang  penting
untuk  diteliti.  Fenomena  tersebut
berkaitan  dengan  adanya  pendapat
yang  saling  kontradiktif.  Beberapa
peneliti  yang  menyatakan  bahwa  tidak
ada  hubungan  antara  CG  dengan
kinerja  perusahaan  yaitu  penelitian
yang  dilakukan  oleh  Delloitte  dan
Touche  (1996),  Daily,  et  al.  (1998),
Young  (2003)  yang  dikutip  oleh
Kakabadse,  et  al.    (2001).  Hastuti
(2005)  menemukan  bahwa  tidak
terdapat  hubungan  antara  CG  dengan
kinerja keuangan.
Pendapat  lain  menyatakan  bahwa
terdapat  hubungan  antara  penerapan
CG  dan  kinerja  perusahaan.  Penelitian
Berghe  dan  Ridder  (1999),  Gompers  et
al.  (2003),  Gunarsih  (2003),  yang
dikutip  dalam  Darmawati,  dkk.  (2004),
dan  penelitian  Herawaty  (2008)
membuktikan  bahwa  variabel  CG
berpengaruh  signifikan  secara
statistik  terhadap  nilai  perusahaan.
Berghe  dan  Ridder  (1999)  menyatakan
bahwa  perusahaan  yang  mempunyai
poor  performance  disebabkan  oleh  poor
governance.  Pernyataan  ini  didukung
oleh  penelitian  Gompers,  dkk.  (2003)
yang  menemukan  hubungan  positif
antara  indeks  CG  dengan  kinerja
perusahaan  jangka  panjang.  Adapun
penelitian  ini  berusaha  membuktikan
kembali  mengenai  pengaruh  CG  pada
kinerja  perusahaan.  Dalam  penelitian
ini  CG  menggunakan  skor  CGPI  dan
kinerja  menggunakan  proksi  ROE,  ROA
dan  Tobins’q.  Tujuan  dari  penelitian  ini
untuk  mengetahui  pengaruh  corporate
governance pada kinerja perusahaan.
II.   KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan (Agency Theory)
Hubungan  keagenan  merupakan
dasar  yang  digunakan  untuk
memahami  CG.  Hubungan  keagenan
adalah  sebuah  kontrak  antara  principal
dan  agent  (dikembangkan  oleh  Coase,
1937:  Jensen  and  Meckling,  1976:
Fama  and  Jensen,  1983).  Inti  dari
hubungan  keagenan  adalah  adanya
pemisahan  antara  kepemilikan  (pihak
principal/investor  dan  pengendalian
(pihak  agent/manajer).  Investor
memiliki  harapan  bahwa  manajer  akan
menghasilkan  return  dari  uang  yang
mereka  investasikan.  Oleh  karena  itu,
kontrak  yang  baik  antara  investor  dan
manajer  adalah  kontrak  yang  mampu
menjelaskan  spesifikasi-spesifikasi  apa
sajakah  yang  harus  dilakukan  manajer
dalam  mengelola  dana  para  investor,
dan  spesifikasi  tentang  pembagian
return  antara  manajer  dan  investor.
Secara  ideal,  investor  dan  manajer
sebaiknya  menandatangani  kontrak
yang  lengkap,  yang  menspesifikasikan
secara  tepat  apa  saja  yang  akan
dilakukan  manajer  di  segala
kemungkinan yang terjadi.
Teori  keagenan  berusaha  untuk
menjawab  masalah  keagenan  yang
terjadi  jika  pihak-pihak  yang  saling
bekerja  sama  memiliki  tujuan  dan
pembagian  kerja  yang  berbeda.  Secara
khusus  teori  keagenan  membahsa
tentang  adanya  hubungan  keagenan,
dimana  suatu  pihak  tertentu  (principal)
mendelegasikan  pekerjaan  kepada
pihak  lain  (agent)  yang  melakukan
pekerjaan.  Teori  keagenan  ditekankan
untuk  mengatasi  dua  permasalahan
yang  dapat  terjadi  dalam  hubungan
keagenan  (Eisenhardt,  1989).  Pertama
adalah  masalah  keagenan  yang  timbul
pada saat (a) keinginan atau tujuan dari
prinsipal  dan  agen  berlawanan  dan  (b)
2
merupakan  suatu  hal  yang  sulit  atau
mahal  bagi  prinsipal  untuk  melakukan
verifikasi tentang apa yang benar-benar
dilakukan  oleh  agen.  Permasalahannya
adalah  bahwa  prinsipal  tidak  dapat
memverifikasi  apakah  agen  telah
melakukan sesuatu secara tepat. Kedua
adalah  masalah  pembagian  risiko  yang
timbul  pada  saat  prinsipal  dan  agen
memiliki  sikap  yang  berbeda  terhadap
risiko.  Dengan  demikian,  prinsipal  dan
agen  mungkin  memiliki  preferensi
tindakan  yang  berbeda  yang
dikarenakan  adanya  perbedaan
preferensi terhadap risiko.
Konflik  kepentingan  yang
dikarenakan  oleh  kemungkinan  bahwa
agen  tidak  selalu  bertindak  sesuai
dengan  kepentingan  prinsipal  memicu
terjadinya  biaya  keagenan.  Jensen  and
Meckling  (1976)  menyebutkan  ada  tiga
jenis  biaya  keagenan.  Prinsipal  dapat
membatasi  divergensi  dari
kepentingannya  dengan  menetapkan
insentif  yang  layak  dan  dengan
mengeluarkan  biaya  monitoring
(monitoring  cost)  yang  dirancang  untuk
membatasi  aktivitas  yang  menyimpang
yang  dilakukan  oleh  agen.  Dalam
beberapa  situasi  tertentu,  agen
memungkinkan  untuk  membelanjakan
sumber  daya  perusahaan  (biaya
bonding  atau  bonding  cost)  untuk
menjamin  bahwa  agen  tidak  akan
bertindak  yang  dapat  merugikan
prinsipal  atau  untuk  meyakinkan
bahwa  prinsipal  akan  memberikan
kompensasi  jika  dia  benar-benar
melakukan  tindakan  tersebut.  Namun
demikian,  masih  bias  terjadi  divergensi
antara  keputusan  agen  dengan
keputusan  yang  dapat  memaksimalkan
kesejahteraan  agen.  Nilai  uang  yang
ekuivalen  dengan  pengurangan
kesejahteraan  yang  dialami  oleh
prinsipal  juga  merupakan  biaya  yang
timbul  dari  hubungan  keagenan.  Biaya
sejenis  ini  disebut  kerugian  residual
(residual  loss).  Jensen  and  Meckling
(1976)  juga  menunjukkan  adanya  tiga
unsur tambahan yang dapat membatasi
perilaku  menyimpang  yang  dilakukan
oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah
bekerjanya  pasar  tenaga  manajerial,
bekerjanya  pasar  modal  dan  unsur
bekerjanya  pasar  bagi  keinginan
menguasai  dan  mendominasi
kepemilikan  perusahaan  (market  for
corporate control).
Pengertian Corporate Governance
CG  merupakan  suatu  elemen  kunci
dalam  meningkatkan  efisiensi
ekonomis,  yang  meliputi  serangkaian
hubungan  antara  manajemen
perusahaan,  dewan  direksinya  (dewan
direksi  dan  komisaris,  untuk  negaranegara  yang  menganut  sistem  hukum
two-tier,  termasuk  Indonesia),  para
pemegang  sahamnya  dan  stakeholders
lainnya  (OECD,  1999).  CG  juga
memberikan  suatu  struktur  yang
memfasilitasi  penentuan  sasaransasaran  (objestives)  dari  suatu
perusahaan,  dan  sebagai  sarana  untuk
mencapai sasaran-sasaran tersebut dan
sarana  untuk  menentukan  teknik
monitoring  kinerja.  GCG  harus
memberikan  insentif  yang  tepat  untuk
dewan  direksi  dan  manajemen  dalam
rangka  mencapai  sasaran-sasaran  yang
ditentukan  dari  sisi  kepentingan
perusahaan  dan  para  pemegang  saham
dan  juga  harus  dapat  memfasilitasi
monitoring  yang  efektif,  sehingga
mendorong  perusahaan  untuk
menggunakan  sumber  daya  secara
efisien (OECD, 1999)
Selain  OECD  dan  The  Indonesian
Institute  for  Corporate  Governance
(IICG),  beberapa  organisasi  baik
nasional  maupun  internasional  telah
berusaha  mengembangkan  konsep  CG.
Organisasi  tersebut  antara  lain  Bank
Dunia,  Malaysian  High  Level  Committee
on  Corporate  Governance,  The  Forum for
Corporate  Governance  in  Indonesia
(FCGI)  dan  Tim  Corporate  Governance
BPKP.  IICG  mendefinisikan  corporate
governance  sebagai proses dan struktur
yang  diterapkan  dalam  menjalankan
perusahaan  dengan  tujuan  utama
meningkatkan  nilai  pemegang  saham
dalam  jangka  panjang  dengan  tetap
memperhatikan  kepentingan
stakeholders  yang  lain.  Sembilan
dimensi  CG  yang  menjadi  acuan
penilaian  yang  dilakukan  oleh  IICG
3
meliputi  komitmen  terhadap  tata  kelola
perusahaan,  tata  kelola  dewan
komisaris,  komite  fungsional,  dewan
direksi,  transparansi,  perlakuan
terhadap pemegang saham, peran pihak
berkepentingan  lainnya,  integritas  dan
independensi.
Prinsip-prinsip Corporate Governance
Prinsip-prinsip  dasar  dari  GCG,
yang  pada  dasarnya  memiliki  tujuan
untuk  memberikan  kemajuan  terhadap
kinerja  suatu  perusahaan.  Prinsipprinsip  utama  dari  GCG  yang  menjadi
indikator, sebagaimana ditawarkan oleh
Organization  for  Economic  Cooperation
and Development (OECD) adalah:
1)  Fairness (Keadilan)
2)  Disclosure/Transparancy
(Keterbukaan/Transparansi)
3)  Accountability (Akuntabilitas)
4)  Responsibility (Responsibilitas)
5)  Independency (Independen)
Prinsip-prinsip  transparansi,
keadilan,  akuntabilitas,  responsibilitas
dan  independen  GCG  dalam  mengurus
perusahaan,  sebaiknya  diimbangi
dengan  good faith  (bertindak atas itikad
baik)  dan  kode  etik  perusahaan  serta
pedoman  GCG,  agar  visi  dan  misi
perusahaan  yang  berwawasan
internasional  dapat  terwujud.  Pedoman
GCG  yang  telah  dibuat  oleh  Komite
Nasional CG   hendaknya dijadikan kode
etik  perusahaan  yang  dapat
memberikan  acuan  pada  pelaku  usaha
untuk  melaksanakan  GCG  secara
konsisten  dan  konsekuen.  Hal  ini
penting  mengingat  kecenderungan
aktivitas  usaha  yang  semakin
mengglobal dan dapat dijadikan sebagai
ukuran  perusahaan  untuk
menghasilkan  suatu  kinerja
perusahaan yang lebih baik.
Manfaat Corporate Governance
Penerapan  CG  dalam  suatu
perusahaan  menghasilkan  suatu
manfaat yang diperoleh, yaitu
1)  Meningkatkan  kinerja  perusahaan
melalui  terciptanya  proses
pengambilan  keputusan  yang  lebih
baik,  meningkatkan  efisiensi
operasional perusahaan dengan lebih
baik,  serta  lebih  meningkatkan
pelayanan kepada shareholders.
2)  Mempermudah  diperolehnya  dana
pembiayaan  yang  lebih  murah
(karena  faktor  kepercayaan)  yang
pada  akhirnya  akan  meningkatkan
corporate value.
3)  Mengembalikan kepercayaan investor
untuk  menanamkan  modalnya  di
Indonesia.
4)  Pemegang  saham  akan  merasa  puas
dengan  kinerja  perusahaan  karena
sekaligus  akan  meningkatkan
shareholders  value  dan  dividen
khusus  bagi  BUMN  akan  membantu
penerimaan  APBN  terutama  dari
hasil privatisasi.
Corporate  Governance  Perception
Index (CGPI)
Corporate  Governance  Perception
Index  (CGPI)  adalah  program  riset  dan
pemeringkatan  penerapan  tata  kelola
perusahaan yang baik pada perusahaan
publik  dan  BUMN  di  Indonesia
(www.iicg.org).  Program  riset  dan
pemeringkatan  CGPI  diselenggarakan
oleh The Indonesia Institute for corporate
Governance  (IICG)  bekerjasama  dengan
majalah  SWA  sebagai  mitra  media
publikasi.  Program  CGPI  akan
memberikan  apresiasi  dan  pengakuan
kepada  perusahaan-perusahaan  yang
telah  menerapkan  CG  melalui  CGPI
Awards  dan  penobatan  sebagai
perusahaan  terpercaya.  IICG  adalah
lembaga  independen  yang  didirikan
pada  tanggal  2  Juni  2000  dengan
tujuan  untuk  memasyarakatkan
konsep,  praktik  dan  manfaat  CG
kepada  dunia  usaha  dan  masyarakat
luas.
Kinerja Perusahaan
Pengertian kinerja adalah gambaran
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
atau  program  atau  kebijaksanaan
dalam  mewujudkan  sasaran,  tujuan,
misi,  dan  visi  organisasi.  Pelaporan
kinerja  merupakan  refleksi  kewajiban
untuk  mempresentasikan  dan
melaporkan kinerja semua aktivitas dan
sumber  daya  yang  perlu
dipertanggungjawabkan. 
4
Dalam  hubungannya  dengan
kinerja  suatu  perusahaan  dapat  dilihat
dari  laporan  keuangan  yang  sering
dijadikan dasar untuk penilaian kinerja
perusahaan.  Salah  satu  jenis  laporan
keuangan  yang  mengukur  keberhasilan
operasi  perusahaan  untuk  suatu
periode  tertentu  adalah  laporan  laba
rugi.  Akan  tetapi  angka  laba  yang
dihasilkan  dalam  laporan  laba  rugi
seringkali  dipengaruhi  oleh  metode
akuntansi  yang  digunakan.  Disclosure
laporan  keuangan  akan  memberikan
informasi  yang  berguna  bagi  pemakai
laporan  keuangan.  Disclosure  sebagai
salah  satu  aspek  GCG  diharapkan
dapat menjadi dasar untuk melihat baik
tidaknya kinerja perusahaan.
Kinerja  perusahaan  dapat  dinilai
melalui  berbagai  macam  indikator  atau
variabel  untuk  mengukur  keberhasilan
perusahaan,  yang  pada  umumnya
berfokus  pada  informasi  kinerja  yang
berasal dari laporan keuangan. Laporan
keuangan  tersebut  bermanfaat  untuk
membantu  investor,  kreditur,  calon
investor,  dan  para  pengguna  lainnya
dalam  rangka  membuat  keputusan
investasi,  keputusan  kredit,  analisis
saham  serta  menentukan  prospek
suatu  perusahaan  di  masa  yang  akan
datang.  Penilaian  kinerja  perusahaan
dilakukan  bertujuan  untuk  memotivasi
karyawan  dalam  mencapai  sasaran
organisasi  dan  dalam  mematuhi
standar  perilaku  yang  ditetapkan
sebelumnya  agar  tercapai  tujuan
perusahaan  yang  baik.  Melalui
penilaian  kinerja,  maka  perusahaan
dapat  memilih  strategi  dan  struktur
keuangannya.
Pengaruh Corporate Governance pada
Kinerja Perusahaan
Klapper  dan  Love  (2002)  menguji
hubungan  antara  CG  dengan  proteksi
investor  dan  kinerja  perusahaan  di
pasar  modal  sedang  berkembang.
Mereka  menggunakan  dua  ukuran
kinerja  yaitu  Tobins’q  sebagai  ukuran
penilaian  pasar  terhadap  perusahaan
dan  ROA  sebagai  ukuran  kinerja
operasional.  Hasil  penelitian
menunjukkan  ada  hubungan  positif
yang  signifikan  antara  Tobins’q  dan
ROA  terhadap  indikator  CG.
Perusahaan  dengan  CG  yang  lebih  baik
mempunyai  penilaian  pasar  yang  lebih
tinggi.  Hasil  ini  konsisten  dengan
temuan  Gompers,  dkk.  (2001)  yang
menemukan  bahwa  di  Amerika  Serikat
perusahaan  dengan  CG  yang  lebih
lemah  secara  relatif  mempunyai  laba
yang lebih rendah.
Mitton  (2000)  menunjukkan  bahwa
variabel  yang  berkaitan  dengan  CG
mempunyai  dampak  yang  kuat
terhadap  kinerja  perusahaan  selama
periode  krisis  di  Asia  Timur  (tahun
1997-1998).  Penelitian  tersebut
dilakukan   dengan  menggunakan
sampel  sebanyak  398  perusahaan  yang
berada  di  Indonesia,  Korea,  Malaysia,
Filipina,  dan  Thailand.  Perusahaan
dengan  kualitas  pengungkapan  yang
lebih  baik,  kepemilikan  pihak  eksternal
yang  lebih  terkonsentrasi,  dan
perusahaan  yang  lebih  terfokus
memiliki kinerja pasar yang lebih baik.
Johnson,  et  al.    (2000)  memberikan
bukti  bahwa  rendahnya  kualitas  CG
dalam  suatu  negara  berdampak  negatif
pada pasar saham dan nilai tukar uang
negara  yang  bersangkutan  pada  masa
krisis  di  Asia.  Variabel  CG  diukur
dengan  menggunakan  alat  ukur  yang
dikembangkan oleh Porta,  et al.    (1998).
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
variabel  CG  lebih  dapat  menjelaskan
variasi  dari  perubahan  nilai  tukar  mata
uang  dan  kinerja  pasar  modal
dibandingkan  dengan  variabel  makro
ekonomi.  Hasil  yang  sama  juga
disampaikan  oleh  Black,  et  al.  (2003)
yang  membuktikan  bahwa  CG
merupakan  faktor  penting  dalam
menjelaskan nilai perusahaan di Korea.
Darmawati,  dkk.  (2004)
menemukan  bahwa  CG  secara  statistik
signifikan  mempengaruhi  kinerja
operasi  perusahaan  yang  diproksi
dengan  ROE,  tetapi  CG  belum  mampu
mempengaruhi  kinerja  pasar
perusahaan  yang  diproksi  dengan
Tobins’q.  Hal  ini  mungkin  dikarenakan
respon pasar terhadap implementasi CG
tidak  bisa  secara  langsung  akan  tetapi
membutuhkan  waktu.  Sampel  yang
5
diambil  sebanyak  53  perusahaan  yang
terdaftar  di  BEJ  tahun  2001  dan  2002
yang  masuk  dalam  pemeringkatan
penerapan  CG  yang  dilakukan  oleh
IICG.  Penelitian  ini  memperkuat
penelitian  Gompers,  et  al.  (2003)  yang
menemukan  ada  hubungan  positif
antara  indeks  CG  dengan  kinerja
perusahaan jangka panjang.
Dalam  penelitian  ini  pengukuran
CG  dengan  menggunakan  CGPI  dan
pengukuran  kinerja  perusahaan
diproksi  oleh  Tobins’q,  ROE,  dan  ROA
diyakini  bisa  memberikan  gambaran
mengenai  kinerja  perusahaan  yang
baik,  karena  esensi  penerapan  prinsipprinsip  GCG  adalah  peningkatan
kinerja  perusahaan.  Perusahaan  yang
telah  menerapkan  CG  secara  baik  akan
memiliki  kinerja  operasional  yang  baik
dan  akan  diikuti  oleh  kinerja  pasar
yang  tampak  pada  nilai  saham
perusahaan  sehingga  dapat  diprediksi
bahwa  perusahaan  yang  menerapkan
prinsip-prinsip  GCG  yang  lebih  baik
akan  cenderung  mempunyai  kinerja
perusahaan  yang  lebih  baik  pula.
Dengan  demikian  dapat  dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Ha:    Corporate  Governance
berpengaruh  positif  pada  kinerja
perusahaan
III. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi  penelitian  ini  adalah
seluruh  perusahaan  yang  termasuk
dalam  pemeringkatan  CGPI  dan
terdaftar  di  BEI.  Sampel  dalam
penelitian  ini  49  perusahaan  yang
memperoleh  skor  dalam  pemeringkatan
CGPI  dari  tahun  2005  sampai  dengan
tahun  2007  yang  dilakukan  oleh  IICG.
Penerapan CG perusahaan dapat dilihat
dari skor CGPI.   Pengambilan
sampel  dalam  penelitian  ini
menggunakan  metode  purposive
sampling, yaitu teknik sampling dengan
menggunakan  pertimbangan  dan
batasan  tertentu  sehingga  sampel  yang
dipilih  relevan  dengan  tujuan
penelitian.
Penelitian  ini  menggunakan  data
sekunder  yang  diperoleh  dari  berbagai
sumber.  Data  implementasi  CG
menggunakan  hasil  survei  tahun  2005,
2006,  dan  2007  yang  berupa  CGPI,
sedangkan  data  pasar  dan  keuangan
diperoleh  dari  Indonesian  Capital
Market  Directory  (ICMD),  dan
www.idx.co.id.
Definisi Operasional Variabel
Variabel  independen  penelitian  ini
adalah  CG.  Variabel  ini  diukur  dengan
menggunakan  instrumen  yang
dikembangkan  oleh  IICG  berupa  CGPI.
CGPI  berisi  skor  hasil  survei  mengenai
penerapan  CG  pada  perusahaan  yang
terdaftar  di  BEI  yang  merupakan
program  penelitian  dan  pemeringkatan
penerapan  GCG.  Pemeringkatan  CGPI
dikelompokkan  menjadi  3  yaitu  cukup
terpercaya  (skor  55-69),  terpercaya
(skor  70-84),  dan  sangat  terpercaya
(skor  85-100).  Variabel  kontrol  adalah
variabel  yang  digunakan  untuk
menetralisir  pengaruh  yang  dapat
mengganggu  hubungan  antara  variabel
independen  dengan  variabel  dependen.
Berikut  merupakan  berbagai  variabel
control  yang  secara  teori  menentukan
penerapan  CG  di  perusahaan  yaitu
komposisi  aktiva  perusahaan  (rasio
aktiva  tetap  terhadap  total  penjualan),
kesempatan  pertumbuhan  (rata-rata
pertumbuhan  penjualan  tiga  tahun
terakhir),  dan  ukuran  perusahaan
(natural logaritma total aktiva).
Variabel  dependen  penelitian  ini
adalah  kinerja  perusahaan.  Dalam
penelitian  ini  kinerja  perusahaan
diproksi  dengan  menggunakan  Tobins’q
sebagai  ukuran  penilaian  pasar,  serta
ROE  dan  ROA  sebagai  ukuran  kinerja
operasional  perusahaan,  yang
dirumuskan sebagai berikut:
Q-TOBIN =  MVE + DEBT  ...............(1)
TA
ROE =  Laba bersih   …………………..(2)
Total ekuitas
ROA =  Laba bersih …………………..(3)
Total aktiva
6
Teknik Analisis Data
Analisis  data  menggunakan  teknik
analisis  regresi.  Sebelum  model  regresi,
terlebih  dahulu  dilakukan  pengujian
asumsi  klasik.  (Uji  Normalitas,  Uji
Multikolinearitas,  Uji  Autokorelasi,  dan
Uji  Heteroskedastisitas).  Ketepatan
fungsi  regresi  sampel  dalam  menaksir
nilai  aktual dapat  diukur  dari  goodness
of  fitnya.   Secara  statistik,  setidaknya
ini  dapat  diukur  dari  koefisien
determinasi,  nilai  statistik  F,  dan  nilai
statistik t.
Analisis Regresi Sederhana
Analisis  regresi  sederhana  ini  akan
dikerjakan  dengan  bantuan  program
SPSS  Release  13.  Persamaan  regresi
sederhana  ini  dirumuskan  sebagai
berikut
ROE   =   α + ßCG + ℮……………………(4)
ROA   =  α + ßCG + ℮……………………(5)
Q   =   α + ßCG + ℮……………………(6)
Analisis Regresi Berganda
Analisis  regresi  linear  berganda  ini
menggunakan  bantuan  program  SPSS
(Statistical  Package  for  Social  Sciences)
Release  13.  Persamaan  regresi  linear
berganda  ini  dirumuskan  sebagai
berikut:
ROE  =  α+ß1CG+ß2  Size+ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan
tumbuh+e..........................(7)
ROA =   α+ß1CG  +  ß2Size  +ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan  tumbuh
+ e....................................(8)
Q    =  α+ß1CG  +  ß2Size  +ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan  tumbuh
+ e....................................(9)
Analisis Sensitivitas
Uji  sensitivitas  dilakukan  karena
terdapat  lebih  dari  satu  proksi  yang
dapat  digunakan  dalam  menentukan
kinerja  perusahaan.  Pemilihan  satu
proksi  dalam  suatu  penelitian
dikawatirkan  menghasilkan  simpulan
yang  bias  bila  tidak  dibandingkan
dengan  proksi  yang  lainnya.  Dalam
penelitian  ini  uji  sensitivitas  dilakukan
pada  kinerja  perusahaan  yang
diproksikan  dengan  ROE,  ROA,  dan
Tobins’q.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut  akan  dijelaskan  statistik
deskriptif  yaitu  menjelaskan  deskriptif
data  dari  seluruh  variabel  yang  akan
dimasukkan  dalam  model  penelitian.
Untuk  lebih  jelasnya dapat  dilihat  pada
Tabel  1.  Statistik  uji  yang  digunakan
untuk  menguji  normalitas  adalah  OneSample  Kolmogorov–Smimov  (K-S)  Test.
Kriteria  yang  digunakan  adalah  Ho
diterima bila sig. K-S > 0,05. Sebaliknya
bila  sig.  K-S  <  0,05,  maka  tolak  Ho.
Untuk  lebih  jelasnya dapat  dilihat  pada
Tabel 2.
Untuk  menguji  heteroskedastisitas
menggunakan  Glejser  Test  yaitu
meregresi  variabel  independen  dengan
residual  yang  diabsolutkan.  Dapat
dilihat dari nilai pada kolom signifikansi
yang  semuanya  menunjukkan  nilai  di
atas  0,05  seperti  ditunjukkan  pada
Tabel  3.  Untuk  mengetahui  ada
tidaknya  autokorelasi,  maka  digunakan
metode  Durbin  Watson  (Dw  Test).
Pengujian  multikolinearitas  bertujuan
untuk  menguji  apakah  pada  model
regresi  ditemukan  adanya  korelasi
antar  variabel  independen.
Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
tolerance  lebih  dari  10  persen  atau  VIF
kurang  10,  maka  tidak  ada
multikolinearitas.
Uji kelayakan model (goodness of fit)
dapat  diukur  dari  nilai  koefisien
determinasi,  nilai  statistik  F  dan  nilai
statistik  t.  Hasil  pengujian  koefisien
determinasi yang ditunjukkan dari hasil
pengujian  Adjusted  R
2
, persamaan
pertama  diperoleh  sebesar  0,174,
persamaan  kedua  diperoleh  nilai
Adjusted  R
2
sebesar  0,241,  persamaan
ketiga  diperoleh  nilai  Adjusted  R
2
sebesar  0,133.  Secara  umum,  nilai
Adjusted  R
2
data  cross  sectional  relatif
rendah  karena  adanya  variasi  yang
besar  antara  masing-masing
pengamatan.
Hasil  pengujian  statistik  F
menunjukkan  bahwa  nilai  F  hitung
persamaan  pertama  sebesar  3,521
dengan  signifikansi  0,014,  persamaan
kedua  sebesar  4,807  dengan
signifikansi  0,030  dan  persamaan
ketiga  diperoleh  nilai  F  sebesar  2,840
7
dengan  signifikansi  sebesar  0,035.
Dapat  disimpulkan  bahwa  CG,  ukuran
perusahaan,  komposisi  aktiva,  dan
kesempatan  pertumbuhan  secara
bersama-sama  berpengaruh  pada
kinerja perusahaan.
Pengujian  statistik  t  menunjukkan
seberapa  jauh  pengaruh  satu  variabel
independen  secara  individual  dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Hasil  pengujian  statistik  t  untuk
mengetahui  pengaruh  CG  pada  kinerja
perusahaan (ROE) adalah sebesar 2,261
dengan  sig.  sebesar  0,029.  Ini  berarti
CG  berpengaruh  pada  kinerja
perusahaan  yang  diukur  dengan  ROE.
Hasil  uji  pengaruh  CG  pada  kinerja
perusahaan  (ROA)  menunjukkan  nilai
sebesar  2,502  dengan  sig.  sebesar
0,016  yang  berarti  CG  berpengaruh
pada  kinerja  perusahaan  yang  diukur
dengan  ROA.  Hasil  uji  atas  pengaruh
CG pada kinerja  perusahaan  (Tobins’q)
menunjukkan  nilai  sebesar  2,477
dengan  sig.  0,017.  Ini  berarti  CG
berpengaruh  pada  kinerja  perusahaan
yang diukur dengan Tobins’q.
Hasil Analisis Sensitivitas
Hasil  uji  sensitivitas  pada  kinerja
perusahaan  disajikan  pada  Tabel  8
yang  menunjukkan  bahwa  tidak  terjadi
perubahan,  jika  kinerja  perusahaan
diproksi dengan ROE, ROA, dan  Tobin’s
q. Ketiga proksi dari kinerja perusahaan
tersebut  menunjukkan  probabilitas
yang lebih kecil dari tingkat signifikansi
5  persen.  Dapat  disimpulkan  ketiga
proksi tersebut berpengaruh.
Hasil Pengujian Hipotesis
Dalam  penelitian  ini  hasil  uji
hipotesis  pertama  menunjukkan  bahwa
variabel  CG  mempunyai  nilai
signifikansi  lebih  kecil  dari  0,05,  yang
berarti  bahwa  CG  berpengaruh  positif
terhadap  ROE  berhasil  didukung.  Hasil
uji  hipotesis  kedua  menunjukkan
bahwa  variabel  independen  CG  yang
diukur  dengan  CGPI  mempunyai
tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Hal  ini  menunjukkan  bahwa  CG
berpengaruh  positif  terhadap  kinerja
yang  diproksi  dengan  ROA  berhasil
didukung.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa
semakin tinggi perusahaan memperoleh
skor  CGPI  maka  kinerja  perusahaan
semakin baik.  Hasil pengujian hipotesis
ketiga  menunjukkan  bahwa  CG
berpengaruh  positif  terhadap  kinerja
yang diproksi dengan Tobins’q.
Hasil  pengujian  atas  variabel
kontrol  dalam  penelitian  ini
menunjukkan  bahwa  ukuran
perusahaan,  komposisi  aktiva,  dan
kesempatan  pertumbuhan  tidak
berpengaruh  pada  kinerja  perusahaan
baik diukur dengan ROE, ROA maupun
Tobins’q.  Dapat  disimpulkan  bahwa
ukuran  perusahaan,  komposisi  aktiva,
dan  kesempatan  pertumbuhan   tidak
menyebabkan  pengaruh  yang  dapat
mengganggu  hubungan  antara  variabel
independen  yaitu  CG  dengan  variabel
dependen  yaitu  kinerja  perusahaan
yang  diukur  dengan  ROE,  ROA  dan
Tobins’q.  Hal  ini  bermakna  bahwa  CG
merupakan  variabel  utama  yang  dapat
menjelaskan  kinerja  perusahaan  baik
dengan  analisis  variabel  kontrol
maupun tanpa variabel kontrol.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN PENELITIAN
Simpulan
Berdasarkan  hasil  pengujian  dan
analisis  statistik  yang  dikemukakan
pada  bab  sebelumnya  menunjukkan
bahwa  CG  yang  diproksi  dengan  CGPI
berpengaruh  positif  terhadap  kinerja
perusahaan  yang  diukur  dengan  ROE,
ROA,  dan  Tobins’q,  sedangkan  tidak
ada  satupun  variabel  kontrol  yang
secara  statistik  signifikan
mempengaruhi  kinerja  perusahaan.
Disimpulkan  bahwa  CG  berpengaruh
pada kinerja perusahaan. Hal ini berarti
perusahaan yang telah menerapkan CG
akan  memiliki  kinerja  perusahaan  yang
baik,  dengan  demikian  berarti
mendukung  konsep  CG  bahwa  untuk
dapat  menghasilkan  kinerja
perusahaan  yang  baik  dalam
pengelolaan  perusahaan  harus
menerapkan CG. 
8
Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini  memiliki  keterbatasan
dalam  hal  data  CGPI  yang  mana
sampling  method  program  CGPI
berdasarkan  kesukarelaan  perusahaan,
sehingga  peningkatan  jumlah  peserta
tidak  dapat  dikontrol  oleh  institusi.
Berdasarkan  keterbatasan  tersebut
diharapkan  Penelitian  selanjunta
mengembangkan  data  CG  dengan
menggunakan  unsur-unsur  yang  ada
dalam CG tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,  Ronald  C.,  2000.  Corporate
Governance  and  Firm
Diversification.  Journal  of
Financial Management, Spring, hal
5-22
Anonim. Swasembada. 2005. Edisi 09 /
XXI/ 28 April-11Mei.
Beck,  T.;  R.  Levine;  dan  N.  Loayza.
2000. Finance and The Sources of
Growth.   Journal  of  Financial
Economics 58. hal: 261-300.
Black,  Bernard  S.  2001.  The  Corporate
Governance  Behavior  and  Market
Value of Russian Firms.  Emerging
Markets  Review,  Vol.  2,  hal.  89-108.
Black,  Bernard  S.,  H.  Jang.,  dan  W.
Kim.  2003.  Does  Corporate
Governance  Affect  Firm  Value?
Evidence  from  Korea.
http://papers.ssrn.com
Coglianese,  Carry.  2004.  The  Role  of
Government Corporate Governance.
Havard University
Dalton,  D.R.,  J.L.  Johnson.,  dan  A.E.
Ellstrand.   1999.   Number  of
Directors  and  Financial
Performance:  A  Meta-Analysis.
Academy  of  Management  Journal,
Vol. 42. No. 6, hal. 674-686.
Davies,  A.  1999.  A  Strategic  Aprroach  to
Corporate  Governance.   Gower
Publishing Limited. England.
Durnev,  A.  dan  E.H.  Kim.  2002.  To
Steal  or  NottTo  Steal:  Firm
Attributes,  Legal  Environment,
and  Valuation.
http://papers.ssrn.com
Dwi,  Novi  Kusumawati.,  dan  Riyanto,
2005,  Corporate  Governance  dan
Kinerja:  Analisis  Pengaruh
Compliance  Reporting  dan
Struktur  Dewan  terhadap  Kinerja,
Simposium Nasional Akuntansi VII.
Denpasar-Bali.
Eisenhardt,  Kathleen  M.  1989.  Agency
Theory:  An  Assesment  and  Review.
Academy  of  Management  Review.
Vol. 14. No. 1, pp. 57-74.
Fama,  Eugene  F.  1980.  Agency
Problems  and  the  Theory  of  the
Firm.  Journal of Political Economy.
88, No.2 (April), hal 288-307.
__________  dan  M.C.  Jensen.   1983.
Separation  of  Ownership  and
Control.   Journal  of  Law  and
economics.  Vol.  XXVI,  June,  hal.
301-326.
Forker,  John  J.  1992.  Corporate
Governance  and  Disclosure
Quality.  Accounting  and  Business
Research,  Vol  22,  No.86,  Hal111-124
Hart,  O.  1995.  Corporate  Governance:
Some  Theory  and  Implication.
Economic  Journal,  105,  Hal.678-679.
Jensen, Michael C., dan W.H. Meckling.
1976.   Theory  of  The  Firm:
Managerial  Behavior,  Agency  Cost
and Ownership  Structure.   Journal
of  Financial  Economics  3.  hal  305-360.
___________  dan   R.  Ruback.  1983.  The
Market  for  Corporate  Control:  The
Scientific  Evidence.   Journal  of
Financial Economic 11, hal 5-50.
Johnson,  Simon.,  P.  Boone.,  A.  Breach,
dan E. Friedman. 2000. Corporate
Governance  in  Asian  Financial
Crisis.  Journal  of  Financial
Economics, hal. 141-186.
9
King, R. dan R. Levine. 1993. Financial
and Growth: Schumpeter Might Be
Right.  Quarterly  Journal  of
Economics 108, hal. 717-738.
Klapper,  Leora  F.  dan  I.  Love.  2002.
Corporate  Governance,  Investor
Protection,  and  Performance  in
Emerging  Markets.   World  Bank
Working Paper.
Komite  Nasional  Corporate  Governance.
2001.  Pedoman  Good  Corporate
Governance 4.0
La  Porta,  Rafael.,  F.  Lopez-de-Silanes.,
A.  Shleifer.,  dan  R.  Vishny.  2000.
Investor  Protection  and  Corporate
Governance.   Journal  of  Financial
Economics, hal. 3-27.
Mitton,  T.  2002.  A  Cross-Firm  Analysis
of  The  Impact  of  Corporate
Governance  on  the  East  Asian
financial  crisis.   Journal  of
Financial Economics.
Muh.  Arief  Ujiyantho,  dan  Bambang,
2007.  Mekanisme  Corporate
Governance, Manajemen Laba dan
Kinerja  Keuangan.  Simposium
Nasional Akuntansi X. Makassar.
OECD.  1999.   OECD  Principles  of
Corporate Governance.
Ratna  Wardhani.  2006.  Mekanisme
Corporate  Governance  dalam
Perusahaan  Yang  Mengalami
Permasalahan  Keuangan.
Simposium  Nasional  Akuntansi  IX.
Padang.
Shivdasani,  A.  1993.  Board
Composition,  Ownership
Structure,  and  Hostile  Takeovers.
Journal  of  Accounting  and
Economics 16, hal. 167-198.
Shleifer,  A.  dan  R.W.  Vishny.  1997.  A
Survey  of  Corporate  Governance.
Journal  of  Finance  52,  hal.  737-783.
Siallagan  dan  Mas’ud  Machfiedz.  2006.
Mekanisme  Corporate  Governance,
Kualitas  Laba  dan  Nilai
Perusahaan.  Simposium  Nasional
Akuntansi IX. Padang.
Silveira  dan  Barros.  2006.  Corporate
Governance  Quality  and  Firm  Value
in Brazil. http://papers.ssrn.com
Sunarto.  2003.  Corporate  Governance
dan  Kinerja  Saham.  Fokus  Ekonomi
Vol.2, No.3, Desember 2003
Suranta,  Edy  dan  P.P.  Midiastuti.  2005.
Corporate  Governance,  Earning  dan
Return  Saham.  Simposium  Riset
Ekonomi II.
Theresia  Dwi  Hastuti.  2005.  Hubungan
antara  Good  Corporate  Governance
dan  Struktur  Kepemilikan  dengan
Kinerja  Keuangan.  Simposium
Nasional Akuntansi VIII. Solo.
10
Lampiran
Tabel1
Statistik Deskriptif
Variabel N  Minimum  Maximum  Mean  Std.
Deviasi
ROE  49  2,40  83,32  23,38  16,15
ROA  49  0,47  60,66  10,91  11,07
Q  49  -0,24  3,17  0,78  0,65
CG  49  56,38  89,86  76,96  8,23
SIZE  49  6,25  19,58  15,57  2,68
KOMPAK  49
0,30  4,91  0,69  0,96
K_TUMBUH  49
29476  4E+007  6047372  8674138
Valid N (listwise)  49
Tabel 2
Uji Normalitas Residual
Regresi  Nilai Sig. K-S Test  Kesimpulan
Persamaan 1
Persamaan 2
Persamaan 3
0,384
0,187
0,459
residual berdistribusi normal
residual berdistribusi normal
residual berdistribusi normal
Tabel 3
Uji Heteroskedastisitas
Regresi  Variabel  Sig.  Kesimpulan
Persamaan 1  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBU
H
0,258
0,620
0,746
0,207
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
Persamaan 2  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBU
H
0,125
0,777
0,791
0,169
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
Persamaan 3  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBU
H
0,636
0,146
0,191
0,513
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas
Tabel 4
Uji Autokorelasi
Regresi  Nilai dw  Nilai du  Kesimpulan
Persamaan 1
Persamaan 2
Persamaan 3
2,226
1,926
2,264
1,652
1,652
1,652
tidak terjadi autokorelasi
tidak terjadi autokorelasi
tidak terjadi autokorelasi
11
Tabel 5
Uji Multikolinearitas
Regresi  Variabel  Tolerance  VIF  Kesimpulan
Persamaan 1  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,619
0,438
0,821
0,347
1,616
2,284
1,218
2,884
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
Persamaan 2  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,717
0,412
0,901
0,347
1,394
2,426
1,110
2,879
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
Persamaan 3  CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,436
0,715
0,845
0,383
2,292
1,398
1,184
2,612
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
tidak ada multikolinearitas
Tabel 6
Analisis Hasil Regresi Sederhana
Regresi  Variabel  Sig.  Kesimpulan
Persamaan 1
ROE = α+ ßCG+ €
CG  0,001  Ha diterima
Persamaan 2
ROA = α+ ßCG+ €
CG 0,001  Ha diterima
Persamaan 3
Q = α+ ßCG+ €
CG  0,006  Ha diterima
Tabel 7
Analisis Hasil Regresi Berganda
Regresi  Variabel  Sig.  Kesimpulan
Persamaan 1
ROE = α+ß1CG+ß2Size+
ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan
tumbuh+ €
CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,029
0,300
0,659
0,341
Ha diterima
Persamaan 2
ROA = α+ß1CG+ß2Size+
ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan
tumbuh+ €
CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,016
0,257
0,239
0,067
Ha diterima
Persamaan 3
Q = α+ß1CG+ß2Size+
ß3Komposisi
aktiva+ß4Kesempatan
tumbuh+ €
CG
SIZE
KOMPAK
KS_TUMBUH
0,017
0,106
0,590
0,271
Ha diterima
Tabel 8
Perbandingan Hasil Uji Beda Sensitivitas
Keterangan  N  ROE Sig.  ROA Sig.  Tobin’s q Sig.
Kinerja   49  0,029  0,016  0,017
12
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBAYARAN DIVIDEN KAS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC
DI BURSA EFEK INDONESIA
I NYOMAN KUSUMA ADNYANA MAHAPUTRA
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
This  study  aims  to  determine  the  effect  of  the  Net  Profit  Margin,  Cash  Ratio,
Return  On  Investment,  Debt  to  Equity  Ratio,  Dividend  Payout  Ratio  of  (DPR)  on
manufacturing  companies  listed  on  the  Indonesia  Stock  Exchange  in  2006-2008
either  simultaneously  or  partial.  Object  of  this  research  is  financial  statement  of
manufacturing  companies  surveyed.  This  research  used  purposive  sampling
techniques  and  sampling  as  much  as  the  company  acquired  the  manufacturing
company.  Data  analysis  techniques  using  multiple  linear  regression  analysis  with
the help of SPSS computer program that is through the F test and t test
Based  on  the  analysis  has  been  performed,  with  the  F  test  obtained  that.
Simultaneously, all the independent variables are Net Profit Margin, Cash Ratio, Debt
to  Equity  Ratio,  Return  on  Investment  significantly  influence  Ratio.  Dividend  Payout
by  t test found that the only variable Return on Investment give effect to the payment
of dividend payout ratio.
Keywords:  Net  Profit  Margin,  Cash  Ratio,  Debt  to  Equity  Ratio,  Return  on
Investment, Dividend Payout Ratio.
13
I.   PENDAHULUAN
Sejak  pertama  dibuka,  pasar  modal
sudah  menjadi  alternatif  media
investasi  yang  lazim  dipilih  investor
termasuk  pada  perusahaan
manufaktur.  Motif  investor  melakukan
investasi  saham  adalah  untuk
mendapatkan  keuntungan  berupa
dividen  atau  capital  gain.  Pemegang
saham selalu berharap untuk mendapat
dividen  dalam  jumlah  besar  atau
minimal  relatif  stabil  dari  tahun  ke
tahun.  Investor  sebelum  memasuki
pasar  modal  saat  memilih  saham
sebagai  salah  satu  alternatif
penanaman  modal  harus
mempertimbangkan tingkat keuntungan
yang   akan  diperoleh  saat  ini  dan  di
masa  yang  akan  datang.  Untuk  itu
dibutuhkan  informasi  yang
menunjukkan  tingkat  pengembalian
atas modal yang ditanamkan.
Media  komunikasi  yang  umum
digunakan  untuk  menghubungkan
pihak  internal  dengan  pihak  eksternal
adalah  laporan  keuangan  yang  disusun
oleh  pihak  internal  perusahaan  untuk
mempertanggungjawabkan  pengelolaan
sumber  daya  perusahaannya  kepada
pihak  eksternal.  Dalam  hal  ini  yang
dimaksud  pihak  internal  adalah
manajemen  perusahaan  yang
berkewajiban  menyusun  laporan
keuangan.  Pihak  eksternal  adalah
pemegang  saham,  kreditur  dan
pemerintah  sebagai  pihak  yang
menanamkan  modalnya,  serta  para
pemberi  pinjaman.  Untuk  dapat
memudahkan  kita  memahami  angkaangka  tersebut  guna  kegiatan
berinvestasi  maka  perlu  kita  cermati
dengan  analisis  rasio.  Ada  beberapa
rasio  yang  berpengaruh  terhadap
pembayaran  dividen  kepada  para
pemegang saham.
Pemegang  saham  selalu  berharap
untuk  mendapat  dividen  dalam  jumlah
besar  atau  minimal  relatif  stabil  dari
tahun  ke  tahun.  Keputusan  yang  tepat
dalam  kebijakan  dan  pembayaran
dividen  dapat  memaksimumkan  nilai
perusahaan  dan  nilai  para  pemegang
sahamnya. Nilai perusahaan ditentukan
oleh  nilai  modal  sendiri  dan  nilai
hutang.  Namun  apabila  dikaitkan
dengan  pergerakan  harga  saham
ditunjukkan bahwa pembayaran dividen
yang  semakin  besar  dan  cenderung
akan  meningkatkan  harga  saham.
Sebagian  lain  dari  laba  bersih
perusahaan  merupakan  laba  ditahan
(retained  earning)  yang  akan  digunakan
oleh  perusahaan  untuk  melakukan
investasi  kembali  (reinvestment).  Hal  ini
merupakan  inti  dari  kebijakan  dividen,
khususnya  dalam  menentukan
besarnya Dividend Payout Ratio. Adapun
tujuan  dari  penelitian  ini  adalah  untuk
mengetahui  faktor-faktor  yang  dapat
mempengaruhi  pembayaran  dividen  kas
pada  perusahaan  manufaktur  yang  go
public di Bursa Efek Indonesia.
II.   KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Kebijakan Dividen
Ada  3  macam  teori  kebijakan
dividen,  yaitu  Dividend  Irrelance  Theory,
Bird  In  The  Hand  Theory,  dan  Tax
Preference Theory (Brigham, 2001).
1)  Dividend Irrelance Theory
Franco  Modiglani  dan  Merton  Miller
dalam  Brigham  (2001)  berpendapat
bahwa  kebijakan  dividen  tidak
memiliki  efek  pada  harga  saham
perusahaan  maupun  pada  cost  of
capital-nya.  Dengan  kata  lain
kebijakan  dividen  sebenarnya  tidak
relevan untuk dipersoalkan. Argumen
inilah  yang  disebut  bahwa  dividen
tidak  relevan.  Jika  pembayaran
dividen  dinaikkan,  maka  perusahaan
dapat mengimbanginnya dengan cara
mengeluarkan  saham  baru  sebagai
pengganti  sejumlah  pembayaran
dividen tersebut.
2)  Bird In The Hand Theory
Gordon  dan  Litner  dalam  Brigham
(2001)   mengemukakan  bahwa  para
pemegang  saham  lebih  suka  earning
dibagikan  dalam  bentuk  dividen
daripada  ditahan.  Pembayaran
dividen  merupakan  penerimaan  yang
pasti  dibandingkan  dengan  capital
gain  yang  diibaratkan  bahwa  satu
burung  di  tangan  lebih  berharga
daripada seribu burung di udara. 
14
3)  Tax Preference Theory
Bergen  dan  Ramaswani  dalam
Brigham  (2001)  menyatakan  bahwa
karena  dividen  dikenai  pajak  dengan
jumlah  yang  lebih  besar  dari  pajak
atas  capital  gain,  maka  investor
menginginkan  agar  dividen  dibagikan
dalam  jumlah  kecil  dan  perusahaan
menahan  sebagian  besar  laba  untuk
memaksimalkan nilai perusahaan.
Rasio Keuangan
Salah  satu  cara  untuk  mengetahui
kesehatan  keuangan atau  kinerja  suatu
perusahaan  dan  masalah-masalah  yang
sedang  dihadapinya  adalah  melalui
analisis rasio keuangan. Harahap (2004)
menyatakan  bahwa  rasio  keuangan
adalah  angka  yang  diperoleh  dari  hasil
perbandingan  dari  satu  pos  laporan
keuangan  dengan  pos  lainnya  yang
mempunyai hubungan yang relevan dan
signifikan.  Rasio  keuangan  ini  hanya
menyederhanakan  informasi  yang
menggambarkan hubungan pos tertentu
dengan pos lainnya, sehingga kita dapat
menilai  secara  tepat  hubungan  antara
pos-pos yang ada serta membandingkan
dengan rasio lainnya.
Keown,  et  al.  (1999)  menyatakan
bahwa  rasio  keuangan  adalah  faktual
perusahaan  dengan  mengidentifikasi
kekuatan  keuangan  dan  kelemahan
keuangan  perusahaan.  Rasio  keuangan
akan  memberi  cara  bagi  analisis  untuk
membuat  perbandingan  yang  berarti
dari data keuangan perusahaan melalui
1)  waktu  yang  berbeda,  artinya
membandingkan rasio perusahaan yang
sama  dari  laporan  keuangan  terdahulu,
2)  perusahaan  lain  yang  berbeda,  yang
mempunyai  skala  dan  lingkungan  yang
kurang  lebih  sama.  Menurut  Kuswadi
(2006),  analisis  rasio  keuangan
dibedakan menjadi lima yaitu:
1)  Rasio  Kemampulabaan  (Profitability
Ratio)
Rasio  profitabilitas  menggambarkan
kemampuan  perusahaan  dalam
menghasilkan  laba  secara  relatif.
Beberapa  jenis  rasio  profitabilitas  ini
yaitu  a)  Rasio  Laba  atas  Penjualan
(Net  Profit  Margin),  b)  Rasio  Laba
sebelum  Bunga  dan  Pajak  atas
Penjualan  c)  Rasio  Laba  Kotor  atas
Penjualan  (Gross  Profit  Margin  ),  d)
Rasio  Laba  Operasi  atas  Total
Investasi  (Return  on  Investment),  e)
Rasio  Laba  atas  Modal  (Return  on
Equity).
2)  Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)
Rasio  likuiditas  ini  menggambarkan
kemampuan  perusahaan  untuk
menyelesaikan  kewajiban  jangka
pendeknya.  Beberapa  rasio  likuiditas
yaitu  a)  Rasio  Lancar  (Current  Ratio),
b)  Rasio  Cair  (Quick  Ratios/Acid  Test
Ratio) dan c) Rasio kas (Cash Ratio).
3)  Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio  ini  menggambarkan  kinerja
perusahaan  dalam  pengelolaan
persediaan  dan  piutangnya,  rasio  ini
dapat dibagi menjadi empat, yaitu  a)
Rasio  Perputaran  Persediaan
(Inventory  Turn  Over),  b)  Rasio  Hari
Persediaan (Inventory Period), c) Rasio
Perputaran  Piutang  (Account
Receivable  Turn  Over),  dan  d)  Rasio
Periode  Pengumpulan  Piutang
(Average Collection Period).
4)  Rasio  Efektivitas  Penggunaan  Dana
dan Biaya
Rasio  ini  untuk  melihat  sampai
seberapa jauh efisiensi dan efektivitas
penggunaan  dana  dan  biaya.
Biasanya  biaya  tersebut
diperbandingkan  dengan  hasil
penjualan.  Rasio  ini  dibagi  menjadi
lima  yaitu  a)  Rasio  Harga  Pokok
Penjualan  atas  Penjualan,  b)  Rasio
Harga  Pokok  Penjualan  dan  Beban
Operasi  atas  Penjualan,  c)  Rasio
Beban  Penjualan  atas  Penjualan  dan
d)  Rasio  Beban  Administrasi,  dan  e)
Rasio Beban Keuangan.
5)  Rasio Solvabilitas
Rasio  solvabilitas  menggambarkan
kemampuan  perusahaan  dalam
memenuhi  kewajiban  jangka
panjangnya  atau  kewajiban  apabila
perusahaan  dilikuidasi.  Rasio
solvabilitas  antara  lain   a)  Rasio
Kewajiban  Jangka  Panjang  atas
Harta/ Aktiva (Debt To Asset Ratio), b)
Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas
Modal  (Debt  To  Equity  Ratio),  c)  Rasio
Kewajiban  Jangka  Panjang  atas
Kapitalisasi.
15
Dividen
Keuntungan yang  diperoleh investor
atau  pemegang  saham  dapat  berupa
capital  gains  dan  dividen.  Capital  gains
adalah  perolehan  keuntungan  dari
selisih  antara  harga  jual  dengan  harga
beli  saham,  sedangkan  dividen
merupakan  pendapatan  yang  diterima
pemegang  saham  secara  periodik  dari
sebagian  laba  bersih  yang  disisihkan
oleh  perusahaan.  Kieso  dan  Weygandt
(1995)  menyatakan  bahwa  pembagian
dividen  umumnya  didasarkan  pada
akumulasi  laba  yang  ditahan  atau  pos
modal  lainnya  seperti  tambahan  modal
disetor.  Brealy  and  Myers  (2004)
menjelaskan  bahwa  pada  umumnya
perusahaan  membayarkan  dividen
dalam  bentuk  kas  secara  regular,  tetapi
terkadang  diberikan  dividen  tambahan
atau  spesial  dividen  kepada  pemegang
saham.  Dividen  tidak  selalu  dalam
bentuk  kas  tetapi  bisa  juga  dalam
bentuk saham (stock dividend).
Dividend Payout Ratio (DPR)
Dividen  dikatakan  juga  sebagai
“komponen  pendapatan”  dari  return
investasi pada saham. Sutrisno (2001:6)
mendefinisikan  dividend  payout  ratio
sebagai  besarnya  rasio  yang  harus
ditentukan  perusahaan  untuk
membayar  dividen  kepada  para
pemegang  saham  setiap  tahun  yang
dilakukan  berdasarkan  besar  kecilnya
laba  bersih  setelah  pajak.  Dividend
Payout  Ratio  merupakan  indikasi  atas
persentase  jumlah  pendapatan  yang
diperoleh  yang  didistribusikan  kepada
pemilik  atau  pemegang  saham  dalam
bentuk  kas  (Gitman,  2003).  Menurut
Horne  dan  Machowicz  (1998:483),
dividend  payout  ratio  adalah  persentase
dividen  tunai  yang  dibayarkan  dibagi
laba  tahun  berjalan.  Dividen
merupakan  arus  kas  keluar  sehingga
semakin  kuat  posisi  kas  perusahaan,
akan  mempengaruhi  besarnya
kemampuan  perusahaan  dalam
membayar  dividen.  Menurut  Atmajaya
(1994),  persentase  dividen  yang  dibagi
atau  dibayarkan  dengan  Net  Income
disebut  Dividen  Payout  Ratio  yang
dirumuskan sebagai berikut:
DPR = Dividen yang dibayarkan...(1)
Net Income
Faktor-faktor  yang  Berpengaruh
Terhadap Dividend Payout Ratio
1)  Net Profit Margin (NPM)
Yaitu  perbandingan  keuntungan
/laba  bersih  perusahaan  setelah
pajak  dengan  penjualan  (sales).  Ada
hubungan  positif  rasio  profitabilitas
ini dengan pembayaran dividen,  yang
dirumuskan sebagai berikut:
Net Profit Margin = Net Income……..(2)
Sales
2)  Cash Ratio
Rasio  ini  digunakan  untuk
mengetahui  kemampuan  perusahaan
dalam  membayar  hutang  yang  harus
segera  dipenuhi  (hutang  lancar)  dari
kas  yang  tersedia  dan  surat-surat
berharga  yang  dapat  diuangkan.
Rumus dalam perhitungan cash ratio,
yaitu sebagai berikut:
Cash Ratio= Cash + Marketable Securities…(3)
Current Liabilities
3)  Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio  ini  menunjukkan  bagian  dari
setiap  rupiah  modal  sendiri  yang
dijadikan  jaminan  untuk
keseluruhan  utang,  DER  dapat
dirumuskan sebagai berikut:
DER = Total Liabilities……..………..(4)
Equity
4)  Return On Investment
Menurut  Husnan  dan  Pudjiastuti
(1998),  Return  on  Investment  (ROI)
menunjukkan  seberapa  banyak  laba
bersih  yang  bisa  diperoleh  dari
seluruh  kekayaan  yang  dimiliki
perusahaan  atau  mencerminkan
tingkat  keuntungan  perusahaan  atas
penggunaan  investasi  aset-asetnya.
ROI  merupakan  salah  satu  rasio
profitabilitas  sehingga  jika
dihubungkan  dengan  pembayaran
dividen  ada  hubungan  positif  antara
ROI  dan  pembayaran  dividen.
Semakin  tinggi  nilai  ROI  berarti
16
semakin  tinggi  pula  dividen  yang
dapat  dibayarkan.  Rumus  yang
digunakan  untuk  menghitung  ROI
adalah sebagai berikut:
ROI = Net Income …………………..…(5)
Total Asset
Hipotesis
1)  Variabel  net  profit  margin,  cash  ratio,
debt  to  equity  ratio,  dan  return  on
investment  secara  simultan
berpengaruh  terhadap  dividend
payout ratio.
2)  Variabel  earning per share,  cash ratio,
debt  to  equity  ratio,  dan  return  on
investment  secara  parsial
berpengaruh  terhadap  dividend
payout ratio.
III. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi  penelitian  ini  adalah
seluruh  perusahaan  manufaktur  yang
terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia  dari
tahun  2006-2008  melalui  website
www.idx.co.id  dan  Indonesian  Capital
Market  Directory  (ICMD)  2009.  Metode
penentuan  sampel  yang  digunakan
dalam  penelitian  ini  adalah  purposive
sampling.  Kiteria  pemilihan  sampel
dalam  penelitian  ini  adalah  1)  seluruh
perusahaan  manufaktur  dan  keuangan
yang  terdaftar  di  BEI  sampai  tahun
2008,  2)  laporan  keuangan  dilaporkan
dalam  rupiah,  3)  perusahaan
menerbitkan  laporan  keuangan,  4)
perusahaan  tidak  mengalami  kerugian
selama  periode  penelitian,  5)  selama
periode  pengamatan  tidak  melakukan
merger  dan  akuisisi.  Berdasarkan
kriteria  tersebut  maka  terdapat  45
perusahaan  yang  memenuhi
persyaratan  untuk  menjadi  sampel
dalam penelitian ini.
Definisi Operasional Variabel
Variabel  independen  penelitian  ini
adalah   Net  Profit  Margin  (X1),
Cash  Ratio  (X2),  Debt  To  Equity  Ratio
(X3),  dan  Return  On  Investment  (X4).
Variabel  dependen  penelitian  ini  adalah
Dividend Payout Ratio.
Teknik Analisis Data
Metode  analisis  data  yang  digunakan
adalah  teknik  analisis  regresi  linear
berganda.  Sebelum  dilakukan  analisis
regresi  maka  dilakukan  uji  asumsi
klasik  agar  model  regresi  memberikan
hasil  yang  tidak  bias.  Uji  asumsi  klasik
yang dilakukan (Ghozali, 2006) adalah:
a.  Uji Normalitas
Uji  normalitas  dalam  penelitian  ini
adalah  dengan  melihat  probability
plot. Suatu variabel dikatakan normal
jika  gambar  distribusi  dengan  titiktitik  data  yang  menyebar  di  sekitar
garis  diagonal  dan  penyebaran  titiktitik  data  searah  mengikuti  garis
diagonal.
b.  Uji Multikolinieritas
Model  regresi  yang  bebas  dari
multikolinearitas  adalah  yang
memiliki  nilai variance  inflation factor
(VIF)  tidak  lebih  dari  10  dan  tidak
mempunyai  angka  tolerance  tidak
kurang dari 10%.
c.  Uji Heterokedastisitas 
Model  regresi  yang  baik  adalah  yang
homoskedastisitas  atau  tidak  terjadi
heteroskedastisitas.  Deteksi  ada
tidaknya  heteroskedastisitas
dilakukan  dengan  melihat  ada
tidaknya  pola  tertentu  pada  grafik
scatterplot  antara  ZPRED  dan
SRESID.  Penyebaran  yang  tidak  ada
pola  maka  tidak  terjadi  gejala
heteroskedastisitas.
d.  Uji Autokorelasi
Pengujian  terhadap  ada  tidaknya
autokolerasi  dapat  dilihat  dari  nilai
Durbin-Watson  (DW). Bila du <d<4-du
berarti  tidak  terjadi  autokolerasi  baik
positif maupun negatif.
Model  analisis  regresi  linier
berganda  digunakan  untuk  mengetahui
arah  dan  besarnya  pengaruh  variabelvariabel  independen  terhadap  variabel
dependen.  Analisis  ini  dilakukan
dengan menggunakan bantuan program
SPSS.  Adapun  persamaan  yang
digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah
sebagai berikut:
Y = a + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + e …..(6)
17
Ketepatan  fungsi  regresi  dalam
menaksir  nilai  aktual  dapat  diukur  dari
Goodness  of  Fit.  Secara  statistik,
setidaknya  ini  dapat  diukur  dari  nilai
koefisien  determinasi,  nilai  statistik  F
dan nilai statistik t (Ghozali, 2006).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Hasil  uji  normalitas  menunjukkan
bahwa  gambar  grafik  plot  dapat
diketahui  bahwa  variabel  terikat  dan
variabel  bebas  keduanya  memiliki
distribusi  normal.  Hal  itu  dikatakan
normal  karena   gambar  distribusi
dengan  titik  –  titik  data  yang  menyebar
di  sekitar  garis  diagonal  dan
penyebaran  titik  –  titik  data  searah
mengikuti  garis  diagonal.  Hasil  uji
multikolinearitas  menunjukkan  bahwa
ketiga  variabel  bebas  memiliki  VIF  di
bawah  10  dan  nilai  tolerance  di  atas
10%.  Dapat  disimpulkan  bahwa  tidak
terjadi  multikolinieritas  antara  variabel
bebas dalam model regresi ini.
Hasil  uji  heteroskedastisitas
berdasarkan  Gambar  4.1  (Lampiran  1)
menunjukkan  bahwa  pola  residual
tersebar  diatas  dan  dibawah  titik  0,
atau  tidak  membentuk  pola  U  maupun
U  terbalik.  Dapat  disimpulkan  bahwa
model  regresi  tidak  terjadi  gejala
heteroskedastisitas.  Hasil  uji
autokorelasi  menunjukkan  bahwa  nilai
DW  sebesar  2,264.  Nilai  ini
dibandingkan  dengan  nilai  tabel,  maka
didapat  nilai  du  sebesar  1,77.  Oleh
karena  nilai  Durbin-Watson  (DW)  2,264
lebih besar dari batas atas (du) 1,77 dan
kurang  dari  5-1,77  (5-du)  =  3,23,  maka
dapat  disimpulkan  bahwa  tidak
terdapat  autokorelasi  (1,77<2,264<5-1,77).
Hasil Analisis Regresi Berganda
Hasil  pengujian  menggunakan
regresi  berganda  menunjukkan
persamaan:
Y  =  0,347  +  0,296X1  –  0,02554X2  -0,08135X3 + 0,561X4
Berdasarkan  persamaan  tersebut  dapat
dijelaskan  bahwa   nilai  konstanta
sebesar 0,347 menunjukkan bahwa jika
variabel  net  profit  margin  (X1),  cash  ratio
(X2),  debt  to  equity  ratio  (X3),  return  on
investment  (X4),  dianggap  konstan  maka
dividend  payout  ratio  perusahaan
manufaktur  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia  sebesar  0,347.
Sedangkan  variabel  Variabel  net  profit
margin  (X1)  memiliki  hubungan  yang
positif  terhadap  dividend  payout  ratio
dengan  koefisien  sebesar  0,296.
Variabel  cash  ratio  (X2)  memiliki
hubungan  yang  negatif  terhadap
dividend  payout  ratio  dengan  koefisien
sebesar  -0.02554.  Variabel  debt  to
equity  ratio  (X3)  memiliki  hubungan
yang  negatif  terhadap  dividend  payout
ratio  dengan  koefisien  sebesar  0.08135.
Variabel  return  on  investment  (X4)
memiliki  hubungan  yang  positif
terhadap  dividend  payout  ratio  dengan
koefisien sebesar 0,561.
Hasil Pengujian Hipotesis
Nilai  adjusted  R
2
sebesar  0,102,  ini
menunjukkan  bahwa  10,2  %  dari
variabel  DPR  dipengaruhi  NPM,  CR,
DER,  ROI,  sedangkan  sisanya  sebesar
89,8%  dipengaruhi  oleh  faktor-faktor
lain  yang  tidak  dimasukkan  dalam
penelitian  ini.  Pengujian  model  fit
(kelayakan  model)  dilakukan  dengan uji
F  yang  diperoleh  besarnya  F  hitung
sebesar  3,018  dengan  tingkat
signifikansi  0,015.  Hal  ini  berarti  net
profit  margin,  cash  ratio,  debt  to  equity
ratio  dan  return  on  investment  secara
simultan  berpengaruh  terhadap
dividend payout ratio.
Berdasarkan  hasil  analisis  uji  t
dapat diketahui bahwa  Net Profit Margin
(X1)  memiliki  tingkat  signifikansi
sebesar  0,450  yang  berarti  Net  Profit
Margin  (NPM)  tidak  berpengaruh
terhadap  Dividend  Payout  Ratio  (DPR).
Hal ini sejalan dengan penelitian Nasrul
(2004) yang menyatakan bahwa variabel
(NPM)  tidak berpengaruh terhadap DPR.
Variabel  Cash  Ratio  (X2)  memiliki
signifikansi  sebesar  0,225.  Hal  ini
menunjukkan  bahwa  Cash  Ratio  tidak
berpengaruh   terhadap  DPR  yang
kemungkinan  disebabkan  karena  kas,
bank,  dan  surat-surat  berharga
18
perusahaan  tidak  digunakan  untuk
pembayaran  dividen  akan  tetapi
digunakan  untuk  menjamin  utang
lancar  perusahaan  sehingga  DPR  tidak
dipengaruhi  Cash  Ratio.  Hasil  ini
mendukung  penelitian  yang  dilakukan
Haryani (2006).
Debt  to  Equity  Ratio  (X3)  memiliki
signifikansi  sebesar  0,164  yang  berarti
Debt  to  Equity  Ratio  tidak  berpengaruh
terhadap  Dividend  Payout  Ratio.  Hal  ini
kemungkinan  disebabkan  karena  laba
bersih  perusahaan  dari  modal  yang
diinvestasikan  tidak  digunakan  untuk
pembayaran  dividen,  tetapi  dijadikan
laba  ditahan.  Hal  ini  mendukung
pecking order theory  (Myers, 1984) yaitu
perusahaan  lebih  memilih  untuk
menggunakan  pembayaran  internal
dibandingkan  eksternal  untuk  peluang
investasi.  Return  on  Investment  (X4)
sebagai  variabel  bebas  mempunyai
pengaruh  signifikan  terhadap DPR yang
ditunjukkan  nilai  signifikansi  sebesar
0,002.  Pernyataan  ini  didukung  oleh
pecking  order  theory  yang  menyatakan
bahwa  cara-cara  yang  dipergunakan
oleh  perusahaan  dalam  memperoleh
dana  adalah  melalui  (1)  dari  laba
ditahan,  (2)  pendanaan  hutang,  (3)  dari
ekuitas  baru.  Tingkat  profitabilitas
masa  lalu  dari  suatu  perusahaan
haruslah  merupakan  penentu  penting
atas  struktur  modal  perusahaan  yang
bersangkutan (Suhartono, 2004).
V. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN
SARAN PENELITIAN
Simpulan
Pemegang  saham  selalu  berharap
untuk  mendapat  dividen  dalam  jumlah
besar  atau  minimal  relatif  stabil  dari
tahun  ke  tahun.  Keputusan  yang  tepat
dalam  kebijakan  dan  pembayaran
dividen  dapat  memaksimumkan  nilai
perusahaan  dan  nilai  para  pemegang
sahamnya.  Tujuan  dari  penelitian  ini
adalah  untuk  mengetahui  faktor-faktor
seperti net profit margin,  cash ratio,  debt
to  equity  ratio,  return  on  investment
dalam  mempengaruhi  pembayaran
dividen kas pemegang saham di BEI.
Hasil  penelitian  menunjukkan
bahwa  secara  simultan,  semua  variabel
bebas yaitu  net profit  margin,  cash ratio,
debt  to equity ratio,  return on  investment
berpengaruh  secara  signifikan  terhadap
dividend  payout  ratio  yang  ditunjukkan
dari  nilai  signifikansi  sebesar  0,015.
Secara  parsial,  hasil  analisis  data
menunjukkan  bahwa  tidak  semua
faktor  yang  diteliti  berpengaruh
terhadap tingkat pengembalian investasi
berupa  pendapatan  dividen  (dividend
payout  ratio).  Hanya  variabel  return  on
investment  yang  berpengaruh  secara
signifikan  terhadap  dividend  payout
ratio  yang  ditunjukkan  dengan  tingkat
signifikansi  sebesar  0,002.  Variabel
lainnya  yaitu  net  profit  margin,  cash
ratio  dan  debt  to  equity  ratio  tidak
berpengaruh  secara  signifikan  terhadap
dividend payout ratio.
Adapun  implikasi  dari  hasil
penelitian  ini  yaitu  agar  para  emiten
dan  manajemen  perusahaan  sebaiknya
mempertimbangkan  posisi  ROI  dalam
menetapkan  DPR,  serta  meningkatkan
profitabilitas dengan cara meningkatkan
laba  bersih  perusahaan.  Keterbatasan
penelitian ini yaitu hanya menggunakan
empat  rasio  keuangan  dalam
menentukan  pembayaran  dividen  kas
pada  perusahaan.  Oleh  karena  itu,
peneliti  selanjutnya  agar
memperhatikan  faktor-faktor  seperti
kondisi  pasar,  stabilitas  penjualan,
pajak, dan tingkat bunga yang dianggap
relevan terhadap Dividend Payout Ratio.
DAFTAR PUSTAKA
Brigham,  Eugene  F  dan  Houston,  Joel
F.  2001.  Manajemen  Keuangan.
Erlangga:Jakarta.
Ghozali,  Imam.  2005.  Aplikasi  Analisis
Multivariate  dengan  Program  SPSS.
Edisi  ketiga.  Badan  Penerbit
UNDIP. Semarang.
Haryani,  Ria.  2006.  Pengaruh  Rasio
Keuangan  Terhadap  Tingkat
Pengembalian  Investasi  pada
Perusahaan  Go  Public  di  Bursa
19
Efek  Jakarta.  Skripsi.  Universitas
UPN “Veteran”. Yogyakarta
Husnan,  Suad  dan  Enny  Pudjiastuti.
2006.  Dasar-dasar  Manajemen
Keuangan.  Edisi  Kelima.UPP  STIM
YKPN.Yogyakarta
Ikatan  Akuntansi  Indonesia.  2004.
Standar  Akuntansi  Keuangan.
Salemba Empat: Jakarta.
Indonesian  Capital  Market  Directory.
2006. Jakarta Stock Exchange.
Kieso,  Donald,  E,  and  Weygand,  Jerry,
2002,  Intermediate Accounting,  10
th
Edition,  John  Willey  and  Sons,
Inc..
Prihantoro.  2003.  Estimasi  Pengaruh
Dividend  Payout  Ratio  Pada
Perusahaan  Publik  di  Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis 1(8).
Restiari, Ni Made. 2004. Pengaruh Rasio
Likuiditas,  Financial  Leverage,
Profitabilitas,  dan  Rasio  Pasar
terhadap  Dividend  Payout  Ratio
Perusahaan  Manufaktur  di  PT.
BEJ.  Skripsi. Universitas Udayana.
Denpasar.
Riyanto, Bambang, 2001. Dasar –  dasar
Pembelanjaan  Perusahaan.  Edisi
Keempat. BPFE, Yogyakarta.
Munawir.  2004.  Analisa  Laporan
Keuangan.  Edisi  Keempat.
Liberty:Yogyakarta.
.  2007.  Metode  Penelitian
Bisnis. Alfabeta:Bandung.
Sutrisno.  2000.  Manajemen  Keuangan  :
Teori,  Konsep,  dan  Aplikasi,  Edisi
pertama, Ekonosia: Yogyakarta.
Wirawan,  Nata.  2002.  Cara  Mudah
Memahami  Statistik  2  untuk
Ekonomi  dan  Bisnis.Edisi  Kedua.
Keraras Emas. Denpasar.
Yusana  Brata,  Dewa  Gede.  2009.
Pengaruh  Profitabilitas  dan
Likuiditas  serta  Financial  Leverage
pada  Dividend  Payout  Ratio  di
Bursa  Efek  Indonesia.  Skripsi.
Universitas Udayana, Denpasar.
20
Lampiran
Gambar 1
Hasil Uji Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: DPR
Observed Cum Prob
1.00 .75 .50 .25 0.00
Expected Cum Prob
1.00
.75
.50
.25
0.00
Gambar 2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot
Dependent Variable: DPR
Regression Standardized Predicted Value
3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5
Regression Standardized Residual
6
4
2
0
-2
Tabel 1
Hasil Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistic
Tolerance  VIF
NPM
(%)
CR (%)
DER
(%)
ROI (%)
.296
.592
.698
.240
3.374
1.690
1.433
4.163
21
Tabel 3
Hasil Uji Autokorelasi
Model   R   R
Square
Adjusted
R square
Std.  Erorr  of
the Estimate
DurbinWatson
1   .534(a)   .285   .219   38.56186   2.264
Tabel 4
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel  Koef. Regresi  Koefisien
Beta
t hitung  Sig.
(constant)  0.347    
NPM  0.296  0.094  0.759  0.450
CR  -0.02554  -0.156  -1.223  0.225
DER  -0.08135  -0.198  -1.403  0.164
ROI  0.561  0.346  3.239  0.002
Multiple R  0,390    
Adjusted R
2
0.102    
F hitung  3.018    
Sig F  0.015  
Sumber : hasil pengolahan SPSS
22
PENGARUH KEBERADAAN KOMISARIS INDEPENDEN
PADA KECEPATAN PENYERAHAN LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
GINE DAS PRENA*
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar
ABSTRACT
Velocity  in  the  public  of  financial  statements  (timeliness)  is  the  signal
delivered  by  the  company  to  users  of financial  statements.  The  usefulness  of
the  information  presented  in  financial  state ments  quickly  of  the  information
presented will be reduced element of relevance if presented late.
The  reseach  objective  was  determined  the  effect  of  the  existence  of  an
independent  commissioner  to  speed  of  financial  statements  of  companies  in
Indonesian  Stock  Exchange  in  2008.  Sampling  methods  based  on  purposive
sampling.  Based  on  the  method  obtained  316  companies  during  2008.  Data
analysis in this study use simple regression analysis. The results showed that
the  independent  commissioner  significant  negative  effect  on  the  speed  of
financial statement delivery.
Keywords:   financial  statement,  independent  commissioner,  timeliness,
information
*Alamat korespondensi ginedp@yahoo.com
23
I.  PENDAHULUAN
Seiring  bertumbuhnya  sektor
perekonomian  suatu  negara  secara
serta  merta  akan  diikuti  oleh
pertumbuhan  dan  perkembangan
pasar  modal.  Di  masa  mendatang,
kompleksitas  keberadaan  sektor
investasi  akan  meningkat  dan
tingkat  persaingan  bagi  perusahaan
yang  mendaftarkan  sahamnya  di
bursa  akan  semakin  meningkat
pula.
Sistem  pengelolaan  perusahaan
secara  koorporasi  dengan  membuka
kesempatan  bagi  pihak  publik
untuk  menginvestasikan  sejumlah
modalnya  dalam  struktur
kepemilikan  saham  telah  mulai
berkembang  di  dunia  internasional
sejak  berakhirnya  perang  dingin.
Hal  ini  sejalan  dengan
perkembangannya  akan  menuntut
perusahaan  publik  menjalankan
sistem  manajemennya  secara  baik,
transparant  dan  acountable,  hal  ini
juga  sejalan  dengan  semakin
maraknya  perusahaan  yang
mencoba  berbagai  hal  untuk
melakukan  kecurangan  pelaporan
kepada pihak publik.
Sistem  tata  kelola  perusahaan
yang  tertib  dan  terbuka  ini,  bahkan
menjadi  bahan  yang  dipromosikan
lebih  lanjut  oleh  berbagai  institusi
managemen,  lembaga  keuangan
dunia  dan  berbagai  kalangan
akademisi  di  dunia  pendidikan.
Pada saat ini hampir sebagian besar
buku  yang  digunakan  bagi
kepentingan  pendidikan  akan
menyarankan  suatu  bentuk  tata
kelola  perusahaan  yang  memadai
bagi berbagai perusahaan modern.
Dalam  menerapkan  suatu
sistem  tata  kelola  yang  memadai
peran  komisaris  independen  sangat
diperlukan.  Komisaris  independen
dapat  berfungsi  untuk  mengawasi
jalannya  perusahaan  dengan
memastikan  bahwa  perusahaan
tersebut  telah  melakukan  praktek
transparasi,  pengungkapan,
kemandirian,  akuntabilitas  dan
praktek  keadilan  menurut
ketentuan  yang  berlaku  di  suatu
sistem  perekonomian.  Penelitian  ini
akan  membahas  peranan
keberadaan  komisaris  independen
sebagai  simbol  keberadaan  prinsip
tata  kelola  yang  memadai  dalam
hubungannya  dengan  kecepatan
penyerahan  laporan  keuangan
perusahaan.  Komisaris  independen
dalam  pelaksanaan  kerjanya
dianggap dapat mempengaruhi tepat
tidaknya  publikasi  laporan
keuangan  auditan.  Komisaris
independen  berfungsi  untuk
mengawasi  jalannya  perusahaan
dengan  memastikan  bahwa
perusahaan  tersebut  telah
melakukan  praktek  transparasi,
pengungkapan,  kemandirian,
akuntabilitas dan prinsip keadilan.
Emiten  yang  memiliki  komisaris
independen  dapat  mendesak  pihak
manajemen  perusahaan  tersebut
untuk  menyampaikan  laporan
keuangan  auditan  ke  publik  lebih
tepat  waktu  dibandingkan  dengan
emiten  yang  tidak  memiliki
komisaris  independen.  Laporan
keuangan  yang  disusun  berdasar
Standar  Akuntansi  Keuangan  (SAK)
meliputi  laporan  neraca,  laporan
laba  rugi,  laporan  perubahan
ekuitas,  Laporan  aliran  kas  dan
catatan  atas  laporan  keuangan.
Berdasarkan  pernyataan  tersebut
jelaslah  bahwa  laporan  keuangan
hendaknya  dipublikasikan  secara
luas  kepada  para  pemakai,  baik
intern  (karyawan  dan  manajemen)
maupun  ekstern  (investor,  kreditor,
pemerintah,  masyarakat  dan
pemakai lainnya).
Kecepatan  dalam  publikasi
laporan keuangan merupakan sinyal
yang  disampaikan  oleh  perusahaan
kepada  pemakai  laporan  keuangan.
Kegunaan  dari  informasi  yang
disajikan  dengan  cepat  dalam
laporan  keuangan  kegunanaan  dari
informasi  yang  disajikan  akan
berkurang  unsur  relevansinya  jika
disajikan  terlambat  (tidak  tepat
waktu).  Berdasarkan  latar  belakang
masalah  tersebut  maka  pokok
24
masalah dalam penelitian ini  adalah
apakah  terdapat  hubungan  antara
keberadaan  komisaris  independen
dengan  kecepatan  penyerahan
laporan  keuangan  perusahaan  yang
terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia
tahun 2008?
II.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Teori  yang  dapat  digunakan
untuk  memahami  hubungan  antara
manajemen  dan  pemilik
perusahaan adalah teori keagenan.
Teori  keagenan  berusaha
menjelaskan  hubungan  antara
agen  (manajemen  perusahaan)  dan
prinsipal  (pemilik  perusahaan).
Dalam  hubungan  keagenan
terdapat  suatu  kontrak  yang  mana
satu  orang  atau  lebih  (prinsipal)
memerintah  orang  lain  (agen)  untuk
melakukan  suatu  jasa  atas  nama
prinsipal  dan  memberikan
wewenang  kepada  agen  untuk
membuat  keputusan  yang  terbaik
bagi prinsipal (Jensen dan Meckling,
1976).
Konflik  kepentingan  yang
disebabkan  oleh  kemungkinan
agen  tidak  selalu  bertindak  sesuai
dengan  keinginan  prinsipal  dapat
mendorong  timbulnya  biaya
keagenan.  Jensen  dan  Meckling
(1976)  menyatakan  ada  tiga  jenis
biaya  keagenan  yaitu  biaya
monitoring,  biaya bonding  dan  biaya
kerugian  residual.  Prinsipal  dapat
membatasi  divergensi  dari
kepentingannya dengan menetapkan
insentif  yang  layak  dan  dengan
mengeluarkan  biaya  monitoring.
Biaya  monitoring  tersebut dirancang
untuk  membatasi  aktivitas-aktivitas
menyimpang yang dilakukan agen.
Dalam  kondisi  tertentu,  agen
dimungkinkan  membelanjakan
sumber  daya  perusahaan  (biaya
bonding)  untuk  menjamin  bahwa
agen  tidak  akan  bertindak  yang
dapat  merugikan  prinsipal  atau
untuk  meyakinkan  bahwa
prinsipal  akan  memberikan
kompensasi  jika  dia  benar-benar
melakukan  tindakan  tersebut.
Nilai  uang  yang  ekuivalen  dengan
pengurangan  kesejahteraan  yang
dialami  oleh  prinsipal  juga
merupakan  biaya  yang  timbul  dari
hubungan  keagenan,  biaya  tersebut
sebagai  kerugian  residual  (residual
loss).
Laporan  keuanggan  merupakan
media  komunikasi  antara  pihak
agen  dan  prinsipal  dan  diketahui
bahwa  kelengkapan
(comprehensiveness)  adalah  suatu
bentuk  kualitas  dalam  penyajian
laporan  keuangan.  Penyajian
keuangan  yang  andal  sekaligus
relevan  merupakan  ukuran  yang
diharapkan oleh pihak prinsipal dari
pihak  agen  pelaksana  perusahaan
mereka.  Pihak  agen  pastinya
menghendaki  respon  yang  baik  dari
pihak  prinsipal,  pihak  agen  akan
menyajikan  laporan  yang  lebih
komprehensif  agar  terdapat  respon
yang baik dari pihak prinsipal.
Teori  Pensinyalan  (Signalling
Theory)
Teori  pensinyalan  menurut
Brigham  dan  Houston  (2001:  39)
merupakan  suatu  tindakan  yang
diambil  manajemen  perusahaan
yang  memberi  petunjuk  bagi
investor  tentang  bagaimana
manajemen  memandang  prospek
perusahaan.  Teori  pensinyalan
menjelaskan  alasan  perusahaan
memiliki  insentif  untuk  melaporkan
secara  sukarela  informasi  kepasar
modal  meskipun  tidak  ada  mandat
dari  badan  regulasi.  Pelaporan
informasi  oleh  manajemen
bertujuan  untuk  mempertahankan
investor  yang  tertarik  pada
perusahaan.  Informasi  keuangan
yang  disampaikan  perusahaan
bertujuan  untuk  mengurangi
information  asymmetry  antara
perusahaan  dengan  pihak  eksternal
perusahaan  (Wolk  et  al.  2001).
Pihak agen menggunakan pelaporan
yang  disajikan  dengan  dilengkapi
25
penyajian  pos  laba  komprehensif
mengisyaratkan  kelengkapan
informasi  yang  dengan  demikian
akan  memberi  sinyal  positif  atas
penerbitan laporan keuangan.
Peraturan Pelaporan Keuangan di
Indonesia
Akuntansi  merupakan  suatu
area  aktivitas  ekonomi  dengan
tingkat  regulasi  yang  sangat  tinggi
(Scott,  2000).  Pemerintah  secara
langsung  terlibat  dalam  regulasi
melalui  hukum  atau  undangundang  yang  mengatur  profesi
akuntansi  dan  melalui  peraturan
tentang  pengungkapan  minimum
dalam  laporan  keuangan  dan
prospektus.  Terdapat  tiga  alasan
diperlukan regulasi, yaitu kegagalan
pasar,  keinginan  untuk  melindungi
kepentingan  pemegang  saham  dan
meningkatkan   kredibilitas  laporan
keuangan.  Beberapa  sumber
kegagalan  pasar,  antara  lain
informasi sebagai barang publik dan
asimetri  informasi  (Buckley  &
O’Sullivan,  1980;  Cooper  &  Kim,
1983;  Watts  &  Zimmerman,  1986;
Wolk  &  Tearney,  2001;  dan  Scoot,
2000). Suatu barang disebut barang
publik  jika  barang  tersebut  dapat
dikonsumsi oleh satu atau beberapa
orang,  tanpa  mengurangi  jumlah
yang dikonsumsi oleh lainnya (Davis
& Meyer, 1983). Artinya keuntungan
(benefits)  barang  publik  dapat
dinikmati  oleh  sejumlah  besar
individu.
Healy  dan  Palepu  (2001)
menyatakan  bahwa  regulasi
pengungkapan lebih dimotovasi oleh
perhatian (by concern) dibandingkan
dengan  kegagalan  pasar,  artinya
regulasi  ditekankan  untuk
melindungi  investor  yang
unshophisticated.  Penetapan
pengungkapan  minimum
dimaksudkan  untuk  mengurangi
information gap  antara investor yang
informed  dengan  uninformed.
Regulasi  dimaksudkan  untuk
meningkatkan  kredibilitas  laporan
keuangan  sehingga  dapat
meningkatkan  kepercayaan  publik
(Cooper  &  Kim  1983).  Wolk  dan
Tearney  (1997)  menyatakan  bahwa
regulasi  diperlukan  karena
kegagalan  pelaporan  keuangan  dan
auditing.
Laporan  keuangan
merupakan  hasil  akhir  dari  suatu
proses  akuntansi  dalam  suatu
perusahaan.  Laporan  keuangan
perusahaan  digunakan  oleh  investor
untuk  pembuatan  keputusan
investasinya.  Selain  investor,
laporan  keuangan  juga  digunakan
oleh  pihak-pihak  lain  untuk
membuat  keputusan  sesuai
dengan  kepentingan  pihak
tersebut.  Penyampaian  informasi
keuangan  sesegera  mungkin  kepada
publik  dapat  mempengaruhi
aktivitas  pasar  dan  harga
sekuritas  perusahaan-perusahaan
yang  terdaftar  di  BEI.  Pada
Undang-undang  (UU)  No.  8  Tahun
1995  tentang  Pasar  Modal
dinyatakan  secara  jelas  bahwa
perusahaan  publik  wajib
menyampaikan  laporan  berkala  dan
laporan  insidental  lainnya  kepada
Bapepam.
Pada  tahun  1996,  Bapepam
mengeluarkan  Lampiran  Keputusan
Ketua  Bapepam  Nomor:  KEP-80/PM/1996, yang mewajibkan bagi
setiap  emiten  dan  perusahaan
publik  untuk  menyampaikan
laporan  keuangan  tahunan
perusahaan  dan  laporan  auditor
independennya  kepada  Bapepam
selambat-lambatnya  pada  akhir
bulan  keempat  (120  hari)  setelah
tanggal  laporan  keuangan  tahunan
perusahaan.  Ketentuan  yang  lebih
spesifik  tentang  pelaporan
perusahaan  publik  diatur  dalam
Peraturan  Bapepam  Nomor  VIII.G.2,
Lampiran  Keputusan  Ketua
Bapepam  Nomor:  KEP-38/PM/2003
tentang  Laporan  Tahunan  yang
berlaku  sejak  tanggal  17  Januari
1996.  Kemudian  pada  tanggal  7
Desember  2006,  untuk
meningkatkan  kualitas  keterbukaan
informasi  kepada  publik,  maka
26
diberlakukanlah  Peraturan
Bapepam  dan  Lembaga  Keuangan
(LK)  Nomor  X.K.6,  Lampiran
Keputusan  Ketua  Bapepam  dan  LK
Nomor:  KEP-134/BL/2006  tentang
Kewajiban  Penyampaian  Laporan
Tahunan  bagi  Emiten  atau
Perusahaan Publik.
Sejak  tanggal  30  September
2003,  Bapepam  semakin
memperketat  peraturan  dengan
dikeluarkannya  Peraturan  Bapepam
Nomor  X.K.2,  Lampiran  Keputusan
Ketua  Bapepam  Nomor:  KEP-36/PM/2003  tentang  Kewajiban
Penyampaian  Laporan  Keuangan
Berkala.  Peraturan  Bapepam  Nomor
X.K.2  menyatakan  bahwa  laporan
keuangan  tahunan  harus  disertai
dengan  laporan  akuntan  dengan
pendapat  yang  lazim  dan
disampaikan  kepada  Bapepam
selambat-lambatnya  pada  akhir
bulan  ketiga  (90  hari)  setelah
tanggal  laporan  keuangan  tahunan.
Dalam  Peraturan  Bapepam  dan  LK
Nomor  X.K.6  dinyatakan  bahwa
dalam  hal  penyampaian  laporan
tahunan  dimaksud  melewati  batas
waktu  penyampaian  laporan
keuangan  tahunan  sebagaimana
diatur  dalam  Peraturan  Bapepam
Nomor  X.K.2  tentang  Kewajiban
Penyampaian  Laporan  Keuangan
Berkala,  maka  diperhitungkan
sebagai keterlambatan penyampaian
laporan keuangan tahunan.
Konsep  Good  Corporate
Governance
Sistem  tata  kelola  perusahaan
yang  baik  merupakan  jalinan
keterkaitan  antara  stakeholder
perusahaan  yang  digunakan  untuk
menetapkan  dan  mengawasi  arah
strategik  dan  kinerja  usaha  suatu
organisasi.  Dalam  prakteknya  GCG
merupakan  acuan  tertulis
(pedoman)  mengenai  kesepakatan
antara  para  stakeholders  dalam
mengidentifikasi  dan  merumuskan
keputusan  strategik  secara  efektif
dan  terkoordinasi  (Hitt,  et  al,  2000).
Dengan  bekal  dari  pedoman
tersebut  maka  dapat  dibangun
saling  kepercayaan  antara  pemilik
perusahaan  dan  para  pimpinan
perusahaan (dewan direksi dan  para
manager  tingkat  puncak).  Guna
mengawasi  lebih  lanjut  kinerja
perusahaan  dan  menjaga
kepentingan  para  pemilik  modal
secara  profesional,  maka  pemilik
perusahaan  melalui  RUPS,
mengangkat  anggota  komisaris
untuk  duduk  dalam  dewan
komisaris.
Konsep  corporate  governance
dapat  didefinisikan  sebagai
serangkaian  mekanisme  untuk
mengarahkan  dan  mengendalikan
suatu  perusahaan  agar  operasional
perusahaan  berjalan  sesuai  dengan
harapan  stakeholder.  Good
Corporate  Governance  dapat
diifinisikan  sebagai  struktur,  sistem
dan  proses  yang  digunakan  oleh
bagian  perusahaan  sebagai  upaya
untuk  memberikan  nilai  tambah
perusahaan  secara
berkesinambungan  dalam  jangka
panjang.
Syarat  pencapaian  good
corporate  governance  adalah
ditunjukannya  suatu  sistem  yang
mencerminkan  kepatutan  dan
keteraturan  operasional
perusahaan.  Sistem  merupakan
prosedur  formal  dan  informal  yang
mendukung  struktur  dan  strategi
operasional  perusahaan.  Proses
adalah  kegiatan  mengarahkan  dan
mengelola  bisnis  yang  direncanakan
dalam  rangka  mencapai  tujuan
perusahaan,  menyelaraskan  prilaku
perusahaan  dengan  ekspetasi  dari
masyarakat,  serta  mempertahankan
akuntabilitas  perusahaan  kepada
pemegang  saham.  Struktur  adalah
susunan  atau  rangka  dasar
manajemen  perusahaan  yang
didasarkan  pada  pendistribusian
hak-hak  dan  tanggungjawab diatara
bagian  perusahaan  dan  stakeholder
lainnya  dan  aturan-aturan  ataupun
prosedur-prosedur  untuk
pengambilan  keputusan  dalam
hubungan perusahaan.
27
Good  Corporate  Governance
merupakan  gabungan  prinsipprinsip  dasar  dalam  membangun
suatu  tatanan  etika  kerja  dan
kerjasama  agar  tercapai  rasa
kebersamaan,  keadilan,  optimasi
dan  harmonisasi  hubungan
sehingga dapat menuju pada tingkat
perkembangan  yang  penuh  dalam
suatu organisasi atau badan usaha.
Komisaris Independen
Komisaris  independen  adalah
anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi  dengan  direksi,  anggota
dewan  komisaris  lainnya  dan
pemegang  sahamm  pengendali,
serta  bebas  dari  hubungan  bisnis
atu  hubungan  lainnya  yang  dapat
mempengaruhi  kemampuannya
untuk  bertinda  independen  atau
bertindak  semata-mata  demi
kepentingan  perusahaan.  Manfaat
ini  dapat  diperoleh  karena  adanya
peraturan  hubungan  antar  para
stakeholders  dan  pengawasan  oleh
dewan  komisaris  yang  independen.
Fungsi  dewan  komisaris  termasuk
komisaris  independen  adalah
mencakup  dua  peran  sebagai
berikut:
1)  Mengawasi  direksi  perusahaan
dalam  mencapai  kinerja  dalam
business  plan  dan  memberikan
nasehat  kepada  direksi  mengenai
penyimpangan pengelolaan usaha
yang  tidak  sesuai  dengan  arah
yang  ingin  dituju  oleh
perusahaan
2)  Memantau  penerapan  dan
efektivitas  dari  penerapan  GCG,
agar  fungsi  dan  tugas  dewan
komisaris  dapat  berjalan  dengan
baik,  maka  perlu  dipastikan
bahwa  setiap  kebijakan  dan
keputusan  dewan  komisaris  yang
dikeluarkan tidak memihak agent
ataupun  principal.  Dalam  hal  ini
komisaris  independen  juga
berperan  dalam  mewakili
kepentingan  pemegang  saham
minoritas.
Dalam  kaitannya  dengan  upaya
menjalankan  GCG  di  perusahaan
seluruh  anggota  komisaris  atau
komisaris  independen  perlu
mengerti dan menjalankan tugasnya
dengan  mengacu  pada  prinsipprinsip Good Corporate Governance:
(a)  Transparasi  yang  menunjukan
kemampuan dari berbagai pihak
pemegang  kepentingan  terkait
untuk  melihat  dan  memahami
proses  dan  acuan  yang
digunakan  dalam  pengambilan
keputusan  dalam  mengelola
perusahaan.  Disini  perlu
dibangun  berbagai  sistem
prosedur  yang  baku  untuk
ditaati  dalam  proses
pengambilan  keputusan  penting
yang  berkaitan  dengan  asas  ini
mencakup  antara  lain
penunjukan  komisaris  dan
direksi, hubungan dengan pihak
eksternal,  transaksi  dengan
pihak  ketiga  dan  penunjukan
auditor.
(b)  Pengungkapan  merupakan
penyajian  informasi  kepada
berbagai  pihak  pemegang
kepentingan  mengenai  berbagai
hal-hal  yang  berkenaan  dengan
kinerja  operasional,  keuangan
dan resiko usaha perusahaan.
(c)  Akuntabilitas  yang  berkaitan
dengan  pertanggung  jawaban
atas  keputusan  manajerial  dan
hasil  kerja  usaha  yang  dicapai,
sesuai  dengan  wewenang  yang
dilimpahkan dalam pelaksanaan
tanggung  jawab  dalam
mengelola  perusahaan.  Pihak
agent  perlu  menyampaikan
laporan  keuangan  yang  telah
diaudit  secara  rutin  dan  tepat
waktu  kepada  publik.  Bahkan
untuk  beberapa  perusahaan
laporan  keuangan  dan  kegiatan
operasional  disampaikan  secara
rutin dalam laporan semesteran,
triwulanan atau bulanan.
(d)  Kemandirian  yang  menuntut
pihak  perusahaan  dalam
menjalankan  kegiatan  usaha
melepaskan  diri  dari  berbagai
pengaruh  atau  tekanan  yang
berasal  dari  pihak  tertentu  yang
28
dapat  mengganggu,merugikan
atau  mengurangi  objektifitas
pengambilan keputusan.
(e)  Keadilan  yang  menjamin
terselenggaranya  perlakuan  adil
pada  para  pihak  pemegang
kepentingan,  termasuk
pemegang  saham  minoritas  dan
asing.  Disamping perlakuan  adil
ini  diberikan  kepada  pihak
tersebut  diatas  maka  perlu
dijaminkan  hal  serupa  akan
diberikan  pada  karyawan  dan
pegawai.
III.  METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi  yang  digunakan  dalam
penelitian  ini  adalah  perusahaan
terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia
(BEI)  tahun  2008.  Metode
pengambilan  sampel  menggunakan
purposive  sampling.  Populasi  yang
dijadikan  sampel  penelitian  adalah
populasi  yang  memenuhi  kriteria
sampel  tertentu.  Kriteria-kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1)  Perusahaan  yang  terdaftar  di  BEI
tahun 2008.
2)  Perusahaan  tersebut  telah
menerbitkan  laporan  keuangan
tahunan  (annual  report)  pada
tahun 2008.
3)   Menampilkan  data  tanggal
penyampaian  laporan  keuangan
tahunan  ke  Bapepam  untuk
tahun 2008.
4) Menampilkan data dan informasi
yang  digunakan  untuk
menganalisis  faktor-faktor  yang
mempengaruhi  kecepatan
penyampaian  laporan  keuangan
tahun 2008.
5)  Tahun  buku  laporan  keuangan
berakhir pada 31 Desember.
Data  yang  digunakan  adalah  data
sekunder  antara  lain  situs  Bursa
Efek  Indonesia  (www.idx.co.id),
situs  Bapepam
(www.bapepam.go.id),  dan
Indonesian Capital Market Directory
(ICMD).
Definisi Operasional Variabel
Variabel  independen  dalam
penelitian  ini  adalah  TIME,  yaitu
kecepatan  perusahaan  dalam
menyerahkan  laporan  keuangan
tahunan  yakni  setelah  tanggal  31
Desember.
Variabel  independen  adalah
Komisaris  Independen  (KIN)  yang
diukur  dengan  jumlah  komisaris
independen  yang  ikut  serta  dalam
keberadaan perusahaan.
IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Berdasarkan  Tabel  2  statistik
deskriptif,  jumlah  observasi  dalam
penelitian  ini  adalah  316  observasi.
TIME  adalah  kecepatan  perusahaan
dalam  menyerahkan  laporan
keuangan  tahunan  yakni  setelah
tanggal 31 Desember. Nilai rata-rata
kecepatan  tersebut  adalah  89,4901.
Hal  ini  menunjukkan  bahwa
kecepatan  rata-rata  perusahaan
publik  menyerahkan  laporan
keuangan  tahunannya  adalah
sebesar 89 hari.
Variabel  komisaris
independen  (Kin)  yang  diukur
dengan  jumlah  komisaris
independen  yang  ikut  serta  dalam
keberadaan  perusahaan  rata
sebesar  2,0822  dengan  nilai
minimum  1  dan  nilai  maksimun
sebesar  4  serta  standar  deviasi
sebesar  0,86.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa  rata-rata  jumlah  komisaris
independen  dalam  perusahaan
adalah sebanyak 2 orang.
Pengujian Normalitas
Statistik  uji   yang   digunakan
untuk  menguji  normalitas  adalah
One  -  Sample   Kolmogorov  –  Smimov
(K-S)   Test.  Kriteria  yang  digunakan
adalah  Ho  diterima  bila  sig.  K-S  >
0,05.  Sebaliknya  bila  sig.  K-S  <
0,05, maka tolak Ho. Dari pengujian
pada  Tabel  3  diperoleh  sig.  K-S  =
0,079,  maka  sig.  K-S   >  0,05,
dengan  demikian  Ho  diterima.
29
Artinya  data  yang  diolah  memiliki
residual yang berdistribusi normal.
Analisis Regresi Linear Sederhana
Pengujian  model  analisis  dalam
penelitian  ini  menggunakan  regresi
sederhana dengan bantuan program
SPSS  Release  16.  Model  regresi
sederhana  ini  digunakan  untuk
membuktikan  variabel  komisaris
independen  berpengaruh  pada
kecepatan  penyampaian  laporan
keuangan.  Hasil  pengujian  model
regresi  linear  sederhana  terhadap
pengaruh  komisaris  independen
pada  kecepatan  penyampaian
laporan  keuangan  perusahaan  yang
terdaftar  di  Bursa  Efek  Indonesia
dapat ditunjukan pada Tabel 4.
Dari  hasil  regresi  sederhana
seperti yang ditunjukkan pada Tabel
3, maka persamaan adalah:
TIME = 87,296 - 6,028KIN
Berdasarkan  berbagai
parameter  dalam  persamaan  regresi
mengenai  pengaruh  Komisaris
Independen  pada  kecepatan
penyampaian  laporan  keuangan
perusahaan  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia,  maka  dapat
diberikan  interpretasi  sebagai
berikut:
1) Konstanta
Nilai  konstanta  sebesar  87,296,
berarti  bahwa  jika  tidak  ada
variabel  bebas  Komisaris
Independen,  atau  X  =  0,  TIME
menunjukkan  nilai  sebesar
87,296.
2)  Koefisien Komisaris Independen
Komisaris  Independen
berpengaruh  negatif  signifikan
pada  kecepatan  penyampaian
laporan  keuangan,  dengan
koefisien  regresi  adalah  -6,028
dengan  nilai  signifikansi  sebesar
0,048.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa  setiap  kenaikan  jumlah
komisaris  independen  sebanyak
1  orang  akan  mengurangi  waktu
penyajian  laporan  keuangan
selama enam hari.
V.  SIMPULAN,   KETERBATASAN
DAN SARAN PENELITIAN
Penelitian  ini  bertujuan  untuk
menguji  dan  memperoleh  bukti
empiri  pengaruh  komisaris
independen  pada  kecepatan
perusahaan  dalam  menyampaikan
laporan  keuangannya  ke  pada
publik.  Berdasarkan  hasil  analisis
data,  maka  dapat  disimpulkan
bahwa  secara  statistik  komisaris
independen  berpengaruh  signifikan
pada  kecepatan  penyampaian
laporan  keuangan  ke  pada  publik.
Komisaris  independen  dalam
penelitian  ini  adalah  banyaknya
anggota  komisaris  independen
dalam dewan komisaris.
Penelitian  ini  hanya
memasukkan  faktor  komisaris
independen  yang  mempengaruhi
kecepatan  pelaporan  keuangan
kepada  publik  dan  periode
penelitian  hanya  satu  tahun.  Pada
penelitian  selanjutnya  dapat
mempertimbangkan  faktor-faktor
lain  baik  faktor  internal  maupun
eksternal  perusahaan  seperti
profitabilitas  perusahaan,  leverage,
komite  audit,  serta  periode
diperpanjang  untuk  mendapatkan
hasil penelitian yang konsisten.
DAFTAR PUSTAKA
Beasley,  M.,  1996.  An  Empirical
Analysis  of  the  Relation
Between  The  Board  of  Director
Composition,  Working  Paper,
University of Rochester.
Belkaoui,  Ahmed.  R.  2000.  Teori
Akuntansi.  Jilid  1.  Jakarta:
Salemba Empat.
Carslaw,  A.P.N  dan  Kaplan,  S.E.
1991. An Examination of Audit
delay:  Further  evidence  from
New  Zealand.  Accounting  and
Business  Research,  Vol.  22
(82): Winter: p. 21-32.
Chambers,  Anne  E,  and  Stephen
H.Penman.  1984.  The
30
Timeliness  of  Reporting  and
The  Stock  Price  Reaction  to
Earnings  Announcement.
Journal  of  Accounting
Research.p.204-220.
Courtis,  J.K,  1976.  Relationship
between  Timeliness  in
Corporate  Reporting.
Accounting  and  Business
Research,  Vol.  6,  Winter:  p.45-56
Dyer,  J.CIV  and  A.J.McHugh,1975.
The  Timeliness  of  The
Australian  Annual  Report.
Journal  of  Accounting
Research; Autumn:p. 204-219.
Fama,  E.  dan  M.  Jensen,  1983.
Separation  of  Ownership  and
Control.  Journal  of  Political
Economy 88: 288-308.
FASB,  1978.  Statement  of  Financial
Accounting  Standards  No.  130:
Reporting  Comprehensive
Income.  Stamford,
Connecticut.
Ghozali,  Imam,  2006.  Aplikasi
Analisis  Multivariate  dengan
Program  SPSS.  Semarang:
Universitas Diponegoro.
Gilling,  M.D,  1977.  Timeliness  in
Corporate  Reporting:  Some
Further  Comments.  Accounting
and Business Research,  8 (29),
Winter, p. 35-40.
Givoly,  D.,  and  D.Palmon,1982.
Timeliness  of  Annual  Earning
Announcement.  The  Accouting
Review 57: July:486-508.
Hilmi,  Utari  F.H  dan  Ali,  Syaiful,
2008.  Analisis  Faktor-Faktor
yang mempengaruhi Ketepatan
Waktu  Penyampaian  laporan
Keuangan.  Simposium
Nasional Akuntansi XI.
Ikatan  Akuntan  Indonesia.  2007.
Standar  Akuntansi  Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat.
Jakarta  Stock  Exhange,  2002,
website: http://www.jsx.co.id.
Jensen,  M,  and  W.Meckling,1976.
Theory of the Firm: Managerial
Behaviour,  Agency,  and
Ownership  Structure.  Journal
of  Financial  Economics:  305-360.
_____________,  1993.  The  Modern
Industrial  Revolution,  Exit,
and  the  Failure  of  Internal
Control  Systems.  The  Journal
of Finance. 48(3): 831-881.
Kim,  Oliver.,  &  Robert  E.  Verrechia.
1994.  Market  Liquidity  and
Volume  Around  Earning
Announcement.  Journal  of
Accounting  and  Economics.  p.
41-67.
Lorsch,  J.W.  1989.  Pawns  or
Potentates:  The  Reality  of
America’s  Corporate  Board.
Boston  Harvard  Business
School Press.
Na'im,  Ainun,1999.  Nilai  Informasi
Ketepatan Waktu Penyampaian
Laporan  Keuangan:  Analisis
Empirik  Regulasi  Informasi  Di
Indonesia.  Jurnal  Ekonomi  dan
Bisnis  Indonesia.  Vol.
14.No.2.P.85-100.
Owusu,  Stephen  &  Ansah,  2000.
Timeliness  of  Corporate
Financial  Reporting  in
Emerging  Capital  Market.
Journal  Accounting  and
Business. Vol.30.p.241.
Scott,  W.R.,  2000.  Financial
Accounting  Theory.  Second
Edition.  New  Jersey:  Prentice
Hall.
Watts  R.  and  J.L.  Zimmerman.
1986.  Positive  Accounting
Theory.  New  York:  Prentice
Hall.
Wolk,  H.I.,  Tearney  M.G.,  dan
James  L.  Dodd,  2001.
Accounting  Theory:  A
Conceptual  and  Institutional
Approach.  South  Western
College Publishing, 5
th
Edition.
Lampiran
Tabel 1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive
No  Kriteria  Jumlah
1  Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008  393
2  Data tidak lengkap Penutupan laporan keuangan
tidak pada tanggal 31 Desember
77
Total sampel selama periode penelitian  316
Sumber: www.idx.co.id, data diolah
Tabel 2
Tabel Statistik Deskriptif
Variabel N  Minimun  Maximum  Mean  Std.
Deviasi
TIME  316  23,00  149,00  89,4901  17,29782
Kin  316  1,00  4,00  2,0822  0,86634
Valid N (listwise)  316
Sumber: www.idx.co.id, data diolah
Tabel 3
Uji Normalitas Residual
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parameters
a,b
Most Extreme
Differences
Kolmogorov-Smirnor Z
Asymp.Sig (2-tailed)
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
316
0,0000000
17,18646923
0,222
0,198
-0,222
1,272
0,079
Tabel 4
Hasil Regresi Pengaruh Keberadaan Komisaris Independen pada
Kecepatan Penyampaian Laporan Keuangan
Regresi  Variabel    Sig.  Kesimpulan
TIME =  +
1KIN + 
Konstanta
Kin
87,296
-6,028 0,048
H1 diterima
ii
Regression
Variables Entered / Removed
b
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1  KIN
a
Enter
a.  All Requested Variables entered
b.  Dependent Variable TIME
Model Summary  b
Model
R  R Square  Adjusted
R Square
Std. Error
Of the
Estimate
1  ,114
a
,014  ,012  17,29782
a.  Predictors : (Constant), KIN
b.  Dependent Variable : TIME
ANOVA
b
Model Sum of
Squares df
Mean
Squares
F
Sig.
1.  Regression
Residual
Total
1163,429
89498,542
90661,970
1
302
302
1163,429
296,353
3,926  ,043
a
a.  Predictors : (Constant), KIN
b.  Dependent Variable : TIME
Coeffisients
a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B  Std.Error  Beta
1.    (Constant)
KIN
87,296
-6,028
1,484
1,023 ,113
58,833
1,981
,000
,048
a.  Dependent Variable : TIME
iii
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, UKURAN PERUSAHAAN DAN
PROFITABILITAS PADA PENGUNGKAPAN INFORMASI LAPORAN KEUANGAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
PUTU KEPRAMARENI
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABTRACT
Corporate  governance  is  the  regulation  that  looked  at  the  relationship  between
shareholder,  the  board  of  creditor,  government,  company  employee  a  holder  of  other
external and internal interestts relating to their right and obligations or in other word
a  system  that  control  the  company.  This  study  aims  to  detemine  the  effect  of
corporate  governance  mechanism,  firm  size,  and  profitability  in  information
disclosure.
The  studi  use  samples  of  48  companies  that  meet  the  criteria  of  years  2005  -2009.  From  reseach  conducted  proved  that  the  effect  on  corporate  governance,  firm
size,  and  profitability  in  information  disclosure.  But  variabel  audit  comite  and  board
of commissionare has no effect on information dislosure.
Keywords: Corporate governance, firm size, profitability, audit committee, board of
commissionare and information disclosure.
I.  PENDAHULUAN
Konsep  corporate  governance
diperlukan  oleh  suatu  perusahaan
untuk  mengatur  perilaku  pengelola
perusahaan  agar  bertindak  tidak  hanya
untuk  kepentinganya  sendiri,  tetapi
juga  memperhatikan  kepentingan
pemilik  modal  atau  menyamakan
kepentingan  antara  principal  dan  agen.
Corporate  governance  merupakan
seperangkat  peraturan  yang  mengatur
hubungan  antara  pemegang  saham,
pengurus,  pihak  kreditur,  pemerintah
dan  karyawan  serta  para  pemegang
kepentingan  ekstern  dan  intern  lainnya
(FCGI:  2006).  Penerapan  corporate
governance  yang baik akan memberikan
setidaknya  empat  manfaat  (organization
economic  for  co-operation  and
development/OECD,  1999).  Pertama,
untuk meminimalkan agency cost, yaitu
biaya  yang  timbul  sebagai  akibat  dari
pendelegasian  kewenangan  kepada
manajemen.  Kedua,  untuk
meminimalkan  cost  of  capital,  yaitu
biaya modal yang harus ditanggung bila
perusahaan  mengajukan  pinjaman
kepada  kreditur  karena  pengelolaan
perusahaan secara baik dan sehat pada
gilirannya  akan  menciptakan  referensi
positif  bagi  para  kreditur.  Ketiga,  untuk
meningkatkan  nilai  saham  perusahaan.
Keempat,  untuk  mengangkat  citra
perusahaan.
Konsep  corporate  governance
merupakan  suatu  cara  mengendalikan
agar pihak agen di dalam bertindak juga
untuk  kepentingan  principal.  Ada  dua
hal  yang  ditekankan  dalam  konsep  ini,
pertama,  pentingnya  hak  pemegang
saham  untuk  memperoleh  informasi
dengan  benar  (akurat)  dan  tepat  pada
waktunya  dan  kewajiban  perusahaan
untuk  melakukan  pengungkapan
(disclosure)  secara  akurat,  tepat  waktu,
dan  transparan  terhadap  semua
informasi  kinerja  perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder.
Dewan  komisaris  ditugaskan  dan
diberi  tanggung  jawab  atas  pengawasan
kualitas  informasi  yang  terkandung
dalam  laporan  keuangan.  Dewan
komisaris  tidak  memiliki  otoritas  dalam
perusahaan,  maka  dewan  direksi
bertanggungjawab  menyampaikan
informasi  terkait  dengan  perusahaan
kepada  dewan  komisaris.  Komite  audit
adalah  komite  yang  dibentuk  oleh
dewan  komisaris  untuk  melakukan
tugas  pengawasan  pengelolaan
perusahaan.
Berdasarkan  latar  belakang
masalah di atas, maka tujuan penelitian
adalah  untuk  mengetahui  pengaruh
corporate  governance,  ukuran
perusahaan,  dan  profitabilitas  terhadap
pengungkapan  informasi  laporan
keuangan  pada  perusahaan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
II.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan
Agency  theory  menganalisis  dan
mencari  solusi  atas  dua  permasalahan
yang  muncul  dalam  hubungan  antara
agent  (manajemen)  dan  principal
(pemilik/pemegang  saham).  Teori
keagenan  berusaha  untuk  menjawab
masalah  keagenan  yang  terjadi  jika
pihak-pihak  yang  saling  bekerja  sama
memiliki  tujuan  dan  pembagian  kerja
yang  berbeda.  Secara  khusus  teori
keagenan  membahas  tentang  adanya
hubungan  keagenan,  dimana  suatu
pihak  tertentu  (prinsipal)
mendelegasikan  pekerjaan  pada  pihak
lain  (agen),  yang  melakukan  pekerjaan.
Menurut  teori  keagenan  ditekankan
untuk  mengatasi  dua  permasalahaan
yang  akan  terjadi  dalam  hubungan
keagenan (Badera, 2006).
Pengertian  Good  Corporate
Governance
Terdapat  beberapa  aspek  penting
dari  good  corporate  governance  yang
perlu dipahami yaitu:
1)  Adanya  keseimbangan  hubungan
antara  organ-organ  perusahaan  di
antaranya  rapat  umum  pemegang
saham,  komisaris,  dan  direksi.
Keseimbangan  ini  mencakup  hal-hal
yang  berkaitan  dengan  struktur
kelembagaan  dan  mekanisme
operasional  ketiga  organ  perusahaan
tersebut (keseimbangan internal).
2
2)  Adanya  pemenuhan  tanggung  jawab
perusahaan  sebagai  entitas  bisnis
dalam  masyarakat  kepada  seluruh
stakeholder.  Tanggung  jawab  ini
meliputi  hal-hal  yang  terkait  dengan
pengaturan  hubungan  antara
perusahaan  dengan  stakeholders
(keseimbangan  eksternal).  Di
antaranya,  tanggung  jawab
pengelola/pengurus  perusahaan,
manajemen,  pengawasan,  serta
pertanggungjawaban  kepada  para
pemegang saham dan stakeholders.
3)  Adanya  hak-hak  pemegang  saham
untuk mendapat informasi yang tepat
dan  benar  pada  waktu  yang
diperlukan  mengenai  perusahaan.
Kemudian  hak  berperan  serta  dalam
pengambilan  keputusan  mengenai
perkembangan  strategis  dan
perubahan  mendasar  atas
perusahaan  serta  ikut  menikmati
keuntungan  yang  diperoleh
perusahaan dalam pertumbuhannya.
4)  Adanya  perlakuan  yang  sama
terhadap  para  pemegang  saham,
terutama  pemegang  saham  minoritas
dan  pemegang  saham  asing  melalui
keterbukaan  informasi  yang  material
dan  relevan  serta  melarang
penyampaian  informasi  untuk  pihak
sendiri  yang  bisa  menguntungkan
orang  dalam  (insider  information  for
insider trading)
Peranan Dewan Komisaris
Dewan  komisaris  memegang
peranan  yang  sangat  penting  dalam
perusahaan,  terutama  dalam
pelaksanaan  good  corporate  governance.
Menurut  Zehnder  (2003)  dalam  Indra
dan  Yustiavandana  (2006),  dewan
komisaris merupakan inti dari  corporate
governance  yang  ditugaskan  untuk
menjamin  pelaksanaan  strategi
perusahaan,  mengawasi  manajemen
dalam  mengelola  perusahaan,  serta
mewajibkan  terlaksananya
akuntabilitas.  Pada  intinya,  dewan
komisaris merupakan suatu mekanisme
mengawasi  dan  mekanisme  untuk
memberikan  petunjuk  dan  arahan  pada
pengelola  perusahaan.  Mengingat
manajemen  yang  bertanggungjawab
untuk  meningkatkan  efisiensi  dan  daya
saing  perusahaan  sedangkan  dewan
komisaris  bertanggungjawab  untuk
mengawasi  manajemen,  maka  dewan
komisaris  merupakan  pusat  ketahanan
dan kesuksesan perusahaan.
Peranan Komite Audit
Komite  audit  memiliki  tugas
terpisah  dalam  membantu  dewan
komisaris  untuk  memenuhi  tanggung
jawabnya  dalam  memberikan
pengawasan  secara  menyeluruh.
Sebagai  contoh,  komite  audit  memiliki
wewenang  untuk  melaksanakan  dan
mengesahkan  penyelidikan  terhadap
masalah-masalah  dalam  cakupan
tanggungjawabnya.
Komite  audit  harus  terdiri  dari
individu-indidvidu  yang  mandiri  dan
tidak  terlibat  dengan  tugas  sehari-hari
dari  manajemen  yang  mengelola
perusahaan,  dan  yang  memiliki
pengalaman  untuk  melaksanakan
fungsi  pengawasan  secara  efektif.  Salah
satu  dari  beberapa  alasan  utama
kemandirian  ini  adalah  untuk
memelihara  integritas  serta  pandangan
yang  objektif  dalam  laporan  serta
penyusunan  rekomendasi  yang
diajukan  oleh  komite  audit,  karena
individu  yang  mandiri  cenderung  lebih
adil  dan  tidak  memihak  serta  obyektif
dalam menangani suatu permasalahan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan  landasan  teori  dan
penelitian  sebelumnya,  maka  terdapat
lima  hipotesis  yang  dikembangkan
yaitu:
1)  Pengaruh  komposisi  indeks  corporate
governance  pada  pengungkapan
informasi
H1:  indeks  corporate  governance
berpengaruh pada pengungkapan
informasi  pada  perusahaan  di
BEI.
2)  Pengaruh  mekanisme  corporate
governance  pada  pengungkapan
informasi
H2a:  Komite  audit  berpengaruh  pada
pengungkapan  informasi  pada
perusahaan   di BEI.
3
H2b:  Komposisi  dewan  komisaris
berpengaruh pada pengungkapan
informasi  pada  perusahaan  di
BEI.
3)  Pengaruh  ukuran  perusahaan  pada
pengungkapan informasi
H3:  Ukuran  perusahaan  berpengaruh
pada  pengungkapan  informasi
pada perusahaan di BEI.
4)  Pengaruh  profitabilitas  pada
pengungkapan informasi
H4:  Profitabilitas  berpengaruh  pada
pengungkapan  informasi  pada
perusahaan di BEI.
III.  METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Lokasi  penelitian  ini  dilakukan  di
PT.  Bursa  Efek  Indonesia  (BEI)  dengan
mengakses  website  BEI  yaitu  www.
idx.co.id  dan  website  The  Indonesian
Institute  for  Corporate  Governance  (IICG)
yaitu  www.iicg.co.id,  maupun  membaca
dan  mencatat  data  pada  Indonesian
Capital Market Directory (ICMD).
Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun
2005-2009. Pemilihan sampel penelitian
didasarkan  pada  metode  nonprobability
sampling  tepatnya  metode  purposive
sampling,  yaitu  pemilihan  secara  tidak
acak  yang  mempunyai  tujuan  atau
target tertentu (Sugiyono, 2007:139).
Obyek  penelitian  yang  digunakan
dalam  penelitian  ini  adalah  pengaruh
implementasi  corporate  governance,
ukuran  perusahaan,  profitabilitas
terhadap  pengungkapan  informasi
laporan  keuangan  dari  tahun  2005
sampai  2009.  Metode  pengumpulan
data  yang  digunakan  dalam  penelitian
ini  adalah  metode  observasi  non
partisipan,  yaitu  metode  pengumpulan
data dengan observasi atau pengamatan
dimana  peneliti  tidak  terlibat  secara
langsung  dan  hanya  sebagai  pengamat
independen (Sugiyono, 2007:139).
Teknik Analisis Data
Metode  yang  digunakan  untuk
pengujian hipotesis  dalam  penelitian ini
adalah  regresi  linear  berganda.  Model
regresi linear berganda yaitu:
IP = α+ß1GCG+ß2KA+ß3DK+
ß4SIZE+ß5ROE+e …….……………..(1)
Keterangan:
IP  = Index pengungkapan
Α  = Konstan
ß    = Koefisien regresi
e  = Error
GCG  = Good CorporateGovernance
KA  = Komite audit
DK  = Komposisi dewan komisaris
SIZE  = Ukuran perusahaan
ROE = Profitabilitas
IV.  HASIL  ANALISIS  DAN
PEMBAHASAN
Dalam  penelitian  ini  jumlah
populasi  yang  ikut  disurvei  oleh  IICG
dari  tahun  2005  sampai  dengan  tahun
2009 berjumlah 50 perusahaan. Dari 50
perusahaan  tersebut,  terpilih  sebanyak
48  perusahaan  yang  memenuhi  kriteria
purposive  sampling  sebagaimana  yang
telah ditetapkan.
Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil  pengujian  hipotesis  pertama
menunjukkan  indeks  corporate
governance  berpengaruh  signifikan
secara statistik  terhadap pengungkapan
informasi.  Nilai  koefisien  regresi  yang
positif  menunjukkan  bahwa  Indeks
corporate  governance  berpengaruh
positif  terhadap  pengungkapan
informasi  atau  semakin  tinggi
implementasi  corporate  governance,
semakin  tinggi  pula  tingkat
pengungkapan informasi yang diberikan
oleh perusahaan.
Hasil  pengujian  hipotesis  kedua
belum  berhasil  membuktikan  pengaruh
keberadaan  komite  audit  dan  dewan
komisaris  terhadap  pengungkapan
informasi.  Hal  ini  bertentangan  dengan
teori  dasarnya,  karena  seharusnya
keberadaan  dewan  komisaris
mendukung  prinsip  responsibilitas
dalam  penerapan  corporate  governance,
yang  mengharuskan  perusahaan  untuk
memberikan  informasi  lebih  baik
sebagai  wujud  pertanggungjawaban
kepada  stakeholders.  Namun  hasil
penelitian  ini  dapat  diterima  mengingat
lemahnya  praktik  corporate  governance
4
di  Indonesia.  Dalam  kenyataannya
dapat  dilihat  bahwa  tidak  ada
keharusan  bagi  perusahaan  terdaftar
untuk  mengungkapkan  tentang  kondisi
dan  struktur  corporate  governance
khususnya  yang  berkaitan  dengan
tanggung  jawab  dan  indepedensi  dewan
komisaris.
Hasil  pengujian  hipotesis  ketiga
menunjukkan  ukuran  perusahaan
berpengaruh  signifikan  secara  statistik
terhadap pengungkapan informasi. Nilai
koefisien  regresi  yang  positif
menunjukkan  bahwa  semakin  tinggi
aktiva perusahaan maka semakin tinggi
tingkat  pengungkapan  yang  dilakukan
oleh  perusahaan.  Hasil  pengujian
hipotesis  keempat  menunjukkan  bahwa
profitabilitas  berpengaruh  signifikan
secara  statistik  terhadap pengungkapan
informasi.
V.  SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN
Dari  hasil  penelitian  di  atas  dapat
disimpulkan  bahwa  keberadaan  komite
audit  dan  dewan  komisaris  dalam
penelitian  ini  tidak  terbukti
berpengaruh  pada  pengungkapan
informasi.  Hal  ini  mengingat  belum
diberlakukannya secara tegas peraturan
yang  mengharuskan  perusahaan
terdaftar  untuk  mengungkapkan
tentang  kondisi  dan  struktur  corporate
governance.  Hal  lain  yang  juga
mendasari  adalah  meskipun  Indonesian
Stock  Exchange  telah  mengatur  jumlah
keberadaan  dewan  komisaris,  namun
dalam  praktiknya  belum  ada
mekanisme  tentang  bagaimana
pemegang  saham  memilih  dewan
komisaris  khusunya  komisaris
independen,  sehingga  walaupun  dewan
komisaris  ini  telah  ada  namun  tidak
diketahui bagaimana penunjukkannya.
Penelitian  ini  hanya  dilakukan
antara  tahun  2005-2009  dengan
mempergunakan  48  sampel
berdasarkan  kriteria  tertentu.  Untuk
penelitian  selanjutnya  dapat
dipertimbangkan  untuk  menambah
waktu periode penelitian dengan sampel
dengan  kriteria  pemilihan  sampel  yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Badera,  I  Dewa  Nyoman.  2006.
Pengaruh  Corporate  Governance
terhadap  Kinerja  Perusahaan
dengan  Budaya  Korporasi  sebagai
Variabel Pemoderasi (Studi Empiris
Hotel  Berbintang  di  Bali).  AUDI
Jurnal  Akuntansi  dan  Bisnis1  (1).
Juli: hal 87-101
Departemen  Keuangan  Republik
Indonesia.  2005.Studi  Tentang
Analisa Laporan Keungan Republik
Indonesia.  Diambil  dari
http://.bapepam.go.id/pasar_moda
l/publikasipm/kajian_pm/studi_20
05/Analisis LK.pdf
Forum  for  Corporate  Governance  in
Indonesia  (FCGI).  2002.  Tata
Kelola  Perusahaan  (Corporate
Governance).  The  Essence  of
Corporate  Governance:  Konsep  dan
Implementasi  Perusahaan  Publik
dan  Korporasi  Indonesia.  Jakarta:
Yayasan  Pendidikan  Pasar  Modal
Indonesia  dan  Sinergy
Communication.
Forum  for  Corporate  Governance  in
Indonesia  (FCGI).  2002.  Tata
Kelola  Perusahaan  (Corporate
Governance).  Jilid  II  Peranan
Dewan  Komisaris  dan  Komite
Audit  dalam  Melaksanakan
Corporate  Governance  (Tata  Kelola
Perusahaan).  Diambil  dari
http://www.cic-fcgi  .org  /news
/files /FCGI_Booklet_II.pdf.
Keputusan  Ketua  BAPEPAM.  2004.
Peraturan  nomor  IX.I.5:
Pembentukan  dan  Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit
Komite  Nasional  Kebijakan  Governance
(KNKG).  2006.  Pedoman  Umum
Good  Corporate  Governance
Indonesia. Jakarta
Khomsiyah.  2003.  Hubungan  Corporate
Governance  dan  Pengungkapan
Informasi:  Pengujian  Secara
Simultan.  Simposium  Nasional
Akuntansi VI. Surabaya.
5
PT  Bursa  Efek  Jakarta.  2003-2007.Indonesian  Capital  Market
Directory  2003-2007.  Jakarta:PT
Bursa Efek Jakarta
Maksum,  Azhar.  Tinjauan  Atas  Good
Corporate  Governance  di
Indonesia.  Diambil  dari
http://www.usu.ac.id/id/files/pi
dato/ppgb/2005/ppgb_2005_
azhar_maksum.pdf.
Mintara,  Yunita  H.  2008.  Pengaruh
Implementasi  Corporate
Governance  terhadap
Pengungkapan  Informasi.  Skripsi
S1  Akuntansi  Fakultas  Ekonomi
Universitas  Isalam  Indonesia,
Yogyakarta
OECD.  2000.  The  OECD  Principles  of
Corporate  Governance.
http://www.oecd.org/daf/governa
nce/principles.htm
Ratna  Wardhani.  2006.  Mekanisme
Corporate  Governance  dalam
Perusahaan  yang  Mengalami
Permasalahan  Keuangan
(Financial  Distressed  Firms).
Simposium  Nasional  Akuntansi
(SNA) IX. Padang, 23-26 Agustus
Sudarmadji,  Ardi  Murdoko,dkk.  2008.
Pengaruh  Ukuran  Perusahaan,
Profitabilitas,  Leverage,  dan  Tipe
Kepemilikan  terhadap  luas
Voluntary  Disclosure.  Forum
PESAT  Universitas  Gunadarma,
21-22 Agustus
Sugiyono.  2007.  Metode  Penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta
Suprayitno,  G.  2005.  Internalisasi  Good
Corporate  Governance  dalam
Proses Bisnis. Jakarta: IICG.
Surya,  Indra  dan  Ivan  Yustiavanda.
2006.  Penerapan  Good  Corporate
Governance:  Mengesampingkan
Hak-Hak  Istimewa  Demi
Kelangsungan  Usah.  Jakarta:
Prenada Media Group.
Sumartini,  Kadek  Desy.2010.  Corporate
Governance,  Ukuran  Perusahaan
Dan  Profitabilitas  Pada
Pengungkapan  Informasi  laporan
Keuangan  (Studi  Kasus  pada
Perusahaan  Yang  terdaftar  Di
Bursa  Efek  Indonesia  tahun
2005-2009).  Skripsi.  Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
6
Lampiran
Gambar 1
Kerangka Berpikir
Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Pada
Pengungkapan Informasi Laporan Keuangan
Sumber: hasil pemikiran peneliti.
Corpprate Governance
(X1)
Ukuran
Perusahaan
(X2)
Profitabilitas
(X3)
Pengungkapan
Informasi
(Y)
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
1
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Z SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN
Ni Kadek Sinarwati
1
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
ABSTRACT
The  objective  of  this  study  is  to  analysis  is  there  differences
between  Altman  Model  with  Foster  Model  as  Z  Score  to  predicted  is  a
company  in  bancruptcy  or  not.  The  method  of  collecting  sample  is
purposive sampling.  The kind of data  is secondary data  were finded in
ICMD. There are 25 property and real estate company were be analized.
The  results  show  that  by  used   Altman  Model  there  were  10
companies or 40% are predicted will be bancrupt  by used Foster Model
and there were 7 companies or 28% are predicted will be bancrupt.
The  conclutions  of  this  reseach  is  there  is  differences  between  Altman
Model  with  Foster  Model  as  Z  Score  to  predicted  is  a  company  in
bancruptcy or not.
Keywords: Altman Model, Foster Model, Z Score, Bancruptcy Predicted.
1
Alamat Korespondensi: dek_sinar@hotmail.com
I.   PENDAHULUAN
Kebangkrutan  pada  suatu
perusahaan  akan  menimbulkan
berbagai  permasalahan  seperti
meningkatnya  angka
pengangguran,  meningkatnya
angka  kriminalitas,
berkurangnya  pendapatan
Negara,  serta  dampak  lain  pada
perusahaan  yang  selama  ini
menjadi  mitra  kerja  perusahaan
yang  mengalami  kebangkrutan.
Dampak  negatif  tersebut  dapat
diminimalisir  apabila  hal
tersebut  dapat  diprediksi
sebelumnya.  Adanya  tindakan
untuk  memprediksi
kebangkrutan  pada  sebuah
perusahaan  tentu  saja  akan
menghindari  atau  mengurangi
risiko  terjadinya  kebangkrutan
tersebut  dan  salah  satu  cara
yang  dapat  digunakan  untuk
memprediksi  kebangkrutan  pada
suatu  perusahaan  adalah
dengan  menganalisis  laporan
keuangan  pada  perusahaan
tersebut.
Model  analisis  yang
umumnya  digunakan  untuk
memprediksi  kebangkrutan  pada
suatu  perusahaan  adalah
analisis  multivariate  model
Altman  yang  menggunakan
empat  rasio  keuangan  yang
2
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
dianggap  paling  berpengaruh
terhadap  prediksi  kebangkrutan
pada  suatu  perusahaan.  Rumus
Z-Score  yang  dikembangkan  oleh
Altman  adalah  Zi  =  6.56X1  +
3.26X2  +  6.72X3  +  1.05X4.  X1
merupakan  working  capital/total
asset,  X2  merupakan  retained
earning/total  asset,  X3
merupakan  EBIT/total  asset,  X4
merupakan  book  value  of
equity/book  value  of  debt
(Prihadi, 2009 : 84).
Selain  Altman,  Foster  juga
mengembangkan  analisis
kebangkrutan  dengan
menggunakan  multivariate
analisis.  Rumus  yang
dikembangkan  oleh  Foster
adalah  -3.366  X  +  0.657  Y.  X
adalah  Transportation  expense  :
operating  revenue  dan  Y  adalah
rasio  Times  Interest  Earned  (TIE)
yang  merupakan  ratio  Earning
Before  Taxes  (EBIT):  Intersest
(Mamduh dan Halim, 2007: 272).
Berdasarkan  data  yang
diperoleh  dari  www.idx.co.id,
tercatat  sebanyak  tiga  puluh
sembilan  perusahaan  properti
dan  real  estat  yang  terdaftar  di
PT.  Bursa  Efek  Indonesia,
sedangkan  yang  menjadi  sampel
dalam  penelitian  ini  adalah
perusahaan-perusahaan  yang
memiliki  laporan  keuangan
lengkap  dari  tahun  2006  sampai
dengan  2008  yang  telah
dipublikasikan  serta  mengalami
penurunann  tingkat  laba  selama
periode tersebut.
Dari  25  sampel  perusahaan
properti dan real estat yang akan
diteliti,  selama  tiga  tahun
berturut-turut  menunjukkan
bahwa  sebanyak  15  perusahaan
atau  sekitar  60%  dari
perusahaan  sektor  properti  dan
real  estat  tidak  dapat
mempertahankan  laba  dan
mengalami  kerugian,  seperti
yang  dialami  oleh  New  Century
Development  yang  mengalami
peningkatan  kerugian  hampir
50%  dari  kerugian  semula,
sedangkan  sisanya  atau  sekitar
40%  perusahaan  sektor  properti
dan  real  estat  mengalami
penurunann  tingkat  laba  atau
tidak  mampu  menjaga  stabilitas
laba  perusahaan, hal inilah  yang
dikhawatirkan oleh  para  investor
dan  manajemen,  karena  apabila
perusahaan  terus  mengalami
penurunan  tingkat  laba,  maka
tidak  menutup  kemungkinan
perusahaan  akan  mengalami
kesulitan  keuangan  yang
mengarah pada kebangkrutan.
Hal  inilah  yang  perlu
dicermati  lebih  lanjut  mengingat
dampak  dari  kebangkrutan
suatu  perusahaan  yang  akan
berimbas  pada  setiap  aspek
kehidupan,  adanya  analisis
kebangkrutan  diharapkan  dapat
memberikan  peringatan  dini
kepada  perusahaan  khususnya
manajer  untuk  melakukan
tindakan  yang  diperlukan  agar
perusahaan  tidak  mengalami
kesulitan  keuangan  yang
berakibat pada kebangkrutan.
Berdasarkan  latar  belakang
masalah  yang  telah  diuraikan
diatas,  maka  yang  menjadi
perumusan  masalah  dalam
penelitian ini adalah:
1.  Bagaimana  prediksi
kebangkrutan  pada  sektor
properti  dan  real  estat  yang
terdaftar  di  PT.  Bursa  Efek
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
3
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Indonesia  periode  2006-2008
menurut  analisis
kebangkrutan  model  Altman,
dan model Foster?
2.  Apakah  terdapat  perbedaan
antara  analisis  kebangkrutan
model  Altman  dengan  analisis
kebangkrutan  model  Foster
dalam  menentukan  prediksi
kebangkrutan suatu usaha?
II   KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebangkrutan
Kesulitan  keuangan  dapat
diartikan  sebagai  ketidak
mampuan  perusahaan  dalam
membayar  kewajiban
keuangannya  pada  saat  jatuh
tempo  yang  menyebabkan
kebangkrutan  suatu
perusahaan.  Menurut  Foster
1986,  kesulitan  keuangan
menunjukkan  adanya  masalah
likuiditas  yang  parah  yang  tidak
dapat  dipecahkan  tanpa  melalui
penjadwalan  kembali  secara
besar –  besaran terhadap operasi
dan  struktur  perusahaan
(Darsono dan Ashari, 2005:101).
Permasalahan  kesulitan
keuangan  bisa  digolongkan  ke
dalam  empat  kategori  yaitu:
(Darsono dan Ashari, 2005:104).
1.  Perusahaan  yang  mengalami
masalah keuangan baik dalam
jangka  pendek  maupun
jangka  panjang,  sehingga
mengalami kebangkrutan.
2.  Perusahaan  yang  mengalami
kesulitan  keuangan  jangka
pendek  namun  bisa
mengatasinya,  sehingga  tidak
menyebabkan kebangkrutan.
3.  Perusahaan  yang  tidak
mengalami  kesulitan
keuangan  jangka  pendek
tetapi  mengalami  kesulitan
jangka  panjang,  sehingga  ada
kemungkinan  mengalami
kebangkrutan.
4.  Perusahaan  yang  tidak
mengalami  kesulitan
keuangan  dalam  jangka
pendek  yang  berupa  kesulitan
likuiditas  ataupun  kesulitan
keuangan jangka panjang.
Kesulitan  keuangan
merupakan  tanda  –  tanda  awal
sebuah  perusahaan  akan
mengalami  kebangkrutan.  Sebab
utama  kegagalan  sebuah
perusahaan  dapat  disebabkan
oleh  manajemen  perusahaan
yang kurang kompeten.
Kebangkrutan  sendiri
diartikan  sebagai  kondisi  di
mana  perusahaan  tidak  mampu
lagi  untuk  melunasi
kewajibanya.  Kondisi  ini
biasanya  tidak  muncul  begitu
saja  diperusahaan,  ada  indikasi
awal  dari  perusahaan  tersebut
yang  biasanya  dapat  dikenali
lebih  dini  kalau  laporan
keuangan  dianalisis  secara  lebih
cermat  dengan  suatu  cara
tertentu  (Prihadi,  2009:77).
Berdasarkan  hal  tersebut,  maka
analisis  kebangkrutan  penting
dilakukan  sedini  mungkin untuk
memberikan  peringatan  dini
terhadap  kemungkinan  adanya
kebangkrutan  pada  suatu
perusahaan.
Kesulitan  keuangan  jangka
pendek  bersifat  sementara  dan
belum  begitu  parah.  Tetapi
kesulitan  semacam  ini  apabila
4
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
tidak  ditangani  bisa  berkembang
menjadi  kesulitan  tidak  solvable.
Kalau tidak solvable, perusahaan
bisa  dilikuidasi  atau
direorganisasi.  Likuidasi  dipilih
apabila nilai likuidasi lebih besar
dibandingkan  dengan  nilai
perusahaan  kalau  diteruskan.
Reorganisasi  dipilih  apabila
perusahaan masih menunjukkan
prospek  dan  dengan  demikian
nilai  perusahaan  kalau
diteruskan  lebih  besar
dibandingkan  nilai  perusahaan
kalau dilikuidasi (Mamduh, 2007
:262).
Berdasarkan  penjelasan
diatas, maka disimpulkan bahwa
kebangkrutan  adalah  suatu
kondisi  dimana  perusahaan
tidak  mampu  lagi  melunasi
kewajiban-kewajibannya  kepada
pihak  lain  atau  pada  saat
kewajiban  yang  dimiliki
perusahaan  melebihi  aktivanya.
Kebangkrutan  suatu perusahaan
ditandai dengan adanya masalah
kesulitan  keuangan  atau
ketidakmampuan  membayar
segala  kewajiban  yang
dimilikinya  yang  terjadi  selama
beberapa waktu.
2.2 Prediksi Kebangkrutan
Prediksi  kebangkrutan
berfungsi  memberikan  panduan
bagi pihak- pihak tentang kinerja
keuangan  perusahaan  apakah
akan  mengalami  kesulitan
keuangan  atau  tidak  dimasa
mendatang  (Darsono  dan  Ashari,
2005:105).
Analisis  kebangkrutan
dilakukan  untuk  memperoleh
peringatan  awal  kebangkrutan
(tanda-tanda  awal
kebangkrutan).  Semakin  awal
tanda  –  tanda  kebangkrutan
tersebut,  semakin  baik  bagi
pihak  manajemen  karena  pihak
manajemen  bisa  melakukan
perbaikan-  perbaikan.  Pihak
kreditur  dan  pihak  pemegang
saham  bisa  melakukan
persiapan-persiapan  untuk
mengatasi  berbagai
kemungkinan  yang  buruk
(Mamduh dan Halim, 2007:263).
Informasi  kebangkrutan  bisa
bermanfaat  bagi  beberapa  pihak
seperti  berikut  ini:  pemberi
pinjaman  (seperti  pihak  bank),
investor,  pihak  pemerintah,
akuntan,  dan  manajemen
(Maduh dan Halim, 2007: 261).
Apabila  prediksi
kebangkrutan  dilakukan  dengan
penggunaan  ratio  keuangan
maka  analisis  yang  digunakan
dapat  dibagi  menjadi  2
analisis(Mamduh,  2005:656)
yaitu:
1)  Analisis  univeriate,
pendekatan  tunggal
(univeriate)  digunakan  untuk
memprediksi  kebangkrutan
dengan  asumsi  bahwa
distribusi  variabel  keuangan
untuk  perusahaan  yang
mengalami  kesulitan
keuangan  berbeda  dengan
distribusi  variabel  keuangan
untuk  perusahaan  yang  tidak
mengalamai  kesulitan
keuangan.  Namun  analisis
model  univeriate  memiliki
kelemahan  yaitu  adanya
kemungkinan  terjadinya
konflik  antara  variabel  –
variabel  yang  dijadikan
prediksi. 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
5
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
2)  Analisis  multivariate,  analisis
multivariate  menggunakan
dua  variabel  atau  lebih  secara
bersama  –  sama  kedalam
suatu  persamaan.  Dalam
analisis  model  multivariate
varibel  terikat  (y)  biasanya
berupa  variabel  dummy  (0
untuk  perusahaan  yang
bangkrut  atau  1  untuk
perusahaan  yang  tidak
bangkrut).  Kemudian  X1
sampai  Xn  (variabel  bebas)
adalah  variabel  yang
diperkirakan  mempengaruhi
kebangkrutan.  Contoh  dari
analisis  kebangkrutan  yang
menggunakan  analisis
multivariate  adalah  analisis
Altman, dan analisis Foster.
Namun  perlu  disadari  bahwa
dalam  setiap  model  prediksi
selalu  terdapat  kemungkinan
salah  prediksi  dan  perbedaan
tingkat  akurasi.  Sulit  untuk
berharap  ada  alat  prediksi
dengan  akurasi  100%  (Prihadi,
2009:79).
Berdasarkan  penjelasan
diatas,  maka  dapat  disimpulkan
bahwa  prediksi  kebangkrutan
penting  dilakukan  sebagai
langkah  antisipasi  bagi  manajer
untuk  melakukan  perbaikanperbaikan  demi  menghindari
terjadinya  kebangkrutan.
Prediksi  kebangkrutan  juga
berguna  bagi  kreditor  dan
investor  dalam  membantu
pengambilan  keputusan,  namun
perlu  disadari  pula  bahwa  dari
prediksi  yang  dilakukan  sulit
untuk  mencapai  tingkat  akurasi
100%.
2.3  Analisis  Z-Score  Model
Altman
Altman  (1982)  melakukan
penelitian  terhadap  kinerja
keuangan  perusahaan  yang
mengalami kebangkrutan dengan
kinerja  keuangan  perusahaan
yang  sehat.  Hasil  penelitiannya
dirumuskan  dalam  suatu  rumus
matematis  yang  disebut  dengan
rumus  Altman  Z-Score.  Rumus
ini  menggunakan  komponen
dalam  laporan  keuangan  sebagai
alat  prediksi  terhadap
kemungkinan  bangkrut  tidaknya
suatu  perusahaan  (Darsono  dan
Ashari, 2005: 105).
Z-score    merupakan  suatu
persamaan  multi  variabel  yang
digunakan  oleh  Altman  dalam
rangka  memprediksi  tingkat
kebangkrutan  (Prihadi,  2009  :
81).  Secara  matematis
persamaan Z-Score  Altman dapat
dirumuskan  sebagai  berikut:
(Prihadi, 2009 : 82).
Z-Score = 1.2X1 + 1.4X2 + 3.3X3 +
0.6X4 + 1.0X5  …..….(1)
Namun  persamaan  Z-Score
diatas  hanya  dapat  digunakan
pada  perusahaan  yang  go  public
atau  memiliki  nilai  pasar  dan
perusahaan  nonmanufaktur
tidak  dapat  diprediksi  dengan
rumus  ini,  karena  keterbatasan
tersebut  maka  Altman
mengembangkan dua varian lagi,
yaitu:
Z’-Score =  0.717X1  +  0.847X2  +
3.107X3  +  0.42X4  +
0.998X5 …..…….…..(2)
Z”-Score =  6.56X1  +  3.26X2  +
6.72X3 + 1.05X4 …. (3)
6
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
Pada  model  terakhir  ratio
kelima  dihilangkan  yang
merupakan  ratio  penjualan/total
asset,  dengan  harapan  efek
industri,  dalam  pengertian
ukuran  perusahaan  terkait
dengan  asset  atau  penjualan
dapat  dihilangkan.  Sampel  yang
digunakan  diganti  dengan
perusahaan  dari  Negara
berkembang.  Z”-score
merupakan  rumus  paling
fleksibel,  karena  bisa  digunakan
untuk  perusahaan  publik
maupun private.
Keterangan:
X1=   Modal Kerja/Total Aktiva
X2=  Laba  Yang  Ditahan/Total
Aktiva
X3=   Laba  Sebelum  Bunga  dan
Pajak/Total Aktiva
X4=   Nilai  Buku  Total
Modal/Nilai  Buku  Total
Hutang
Z”-score  merupakan  model
paling  cocok  digunakan  di
Indonesia,  mengingat  sampel
yang  digunakan  oleh  Altman
untuk  analisis  ini  adalah  Negara
berkembang  dengan  ratio  yang
tidak  membutuhkan  nilai  pasar
modal.  Kriteria  yang  digunakan
untuk  memprediksi
kebangkrutan  perusahaan
dengan  model  ini  adalah,
perusahaan  yang  mempunyai
skor  Z>2.60  diklasifikasikan
sebagai  perusahaan  sehat,
sedangkan  perusahaan  yang
mempunyai  skor  Z<1.10
diklasifikasikan  sebagai
perusahaan  potensial  bangkrut.
Selanjutnya  skor  antara  1.10
sampai 2.60 diklasifikasikan
sebagai  perusahaan  pada  grey
area atau daerah kelabu.
Uraian  masing-masing  rasio
yang  digunakan  adalah  sebagai
berikut:
1)  Ratio  X1  adalah  modal  kerja
(aktiva  lancar  –  hutang
lancar)/total  aktiva.  Ratio  ini
merupakan  salah  satu  ratio
likuiditas.  Umumnya,  bila
perusahaan  mengalami
kesulitan  keuangan,  modal
kerja  akan  turun  lebih  cepat
daripada  total  aktiva  yang
meyebabkan ratio ini turun.
2)  Ratio  X2  adalah  laba
ditahan/total  aktiva,
mengukur  kemampulabaan
kumulatif  dari  perusahaan.
Pada beberapa tingkat ratio ini
juga  mencerminkan  umur
perusahaan,  karena  semakin
muda  perusahaan,  semakin
sedikit waktu yang dimilikinya
untuk  membangun  laba
kumulatifnya.  Bila
perusahaan  mulai  merugi
tentu  saja  nilai  dari  total  laba
ditahan  juga  akan  mulai
menurun.
3)  Ratio  X3  adalah  laba  sebelum
bunga  dan  pajak/total  aktiva,
mengukur  kemampuan  dari
modal  yang  di  investasikan
dalam  keseluruhan  aktiva
untuk  menghasilkan
keuntungan  bagi  semua
investor  (pemegang  obligasi  +
saham).
4)  Ratio  X4  adalah  nilai  buku
total  modal/nilai  buku  total
hutang.  Dalam  hal  ini  utang
meliputi  hutang  jangka
panjang  dan  hutang  jangka
pendek.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
7
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
2.4  Analisis  Z-Score  Model
Foster
Goerge  Foster  (1978,  dalam
Mamduh  dan  Halim,2007)  pada
tahun  1970  melakukan
penelitian  untuk  memprediksi
kebangkrutan  perusahaanperusahaan  kereta  api  di
Amerika  Serikat.  Semula  ia
menggunakan  Univariate  Models
dengan  menggunakan  dua
variabel  rasio  secara  terpisah,
yaitu  Transportation  Expense  to
Operating  Revenue  Ratio  (TE/OR
Ratio)  dan  Time  Interest  Earned
Ratio  (TIE  Ratio).  Studi  itu
dilakukan  terhadap  10
perusahaan  kereta  api  dengan
hasil  8  tidak  bangkrut  dan  2
bangkrut.
Karena  model  univariate
memiliki  kelemahan  yaitu
adanya  kemungkinan  jika
beberapa  variabel  digunakan
untuk  memprediksi,  ada
kemungkinan  hasil  yang
diperoleh  akan  saling
bertentangan.  Untuk  mengatasi
kelemahan  tersebut  Foster
kemudian  mencoba  menerapkan
sampel  perusahaan  yang  sama
untuk  dianalisis  dengan
Multivariate  Models,  sehingga
persamaan  yang  didapat  yaitu:
(Mamduh dan Halim, 2007:272).
Z-Score = -3.366 X + 0.657Y ….(4)
Keterangan:
X  =  TE/OR  (Transportation
Expense  to  Operating
Revenue Ratio)
Y  =   TIE (Times Interest Earned)
Dalam  model  ini  Foster
mempergunakan  “Cut-off  Point”
Z=  -0,640,  sehingga  perusahaan
yang  mempunyai  Z<-0,640
termasuk  dalam  kelompok
perusahaan  yang  bangkrut,
sedangkan  jika  Z>-0,640
termasuk  dalam  kelompok
perusahaan yang tidak bangkrut.
Studi  ini  dinilai  berhasil  karena
dari  10  perusahaan  yang  diteliti
hanya  terdapat  1  perusahaan
yang  salah  dalam
pengelompokan.  Uraian  masingmasing  rasio  yang  digunakan
adalah sebagai berikut :
1)  TE/OR,  merupakan  ratio
biaya  transportasi  terhadap
pendapatan operasional,  biaya
transportasi  dalam  hal  ini
biaya  operasi  yang  memakan
pengeluaran  paling  besar
dalam  perusahaan,  seperti
contoh  dalam  perusahaan
kereta  api  biaya  transportasi
merupakan  komponen  biaya
terbesar  yang  terjadi  pada
perusahaan  kereta  api.
Pendapatan  operasional
terutama  berasal  dari  karcis
kereta  yang  terjual,  dan  juga
pendapatan  dari  beberapa
sumber  yang  lain  seperti
pendapatan  angkutan  barang
atau  surat  pos  (Mamduh  dan
Halim,  2007:264).  Perusahaan
yang  bangkrut  diperkirakan
merupakan  perusahaan  yang
tidak  efisien,  karena  itu
mempunyai  ratio  BT/PO  yang
rendah.
2)  TIE  (Times  Intersest  Earned)
merupakan  ratio  EBIT
(Earning  Before  Interest  And
8
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
Taxs)  terhadap  interest.
Apabila  diperoleh  angka
negatif,  berarti  perusahaan
mempunyai  pendapatan  yang
negatif  (Mamduh  dan  Halim,
2007:264).  Perusahaan  yang
bangkrut  diperkirakan
mempunyai  bunga  yang  lebih
tinggi  dibandingkan  dengan
labanya,  sehingga  mempunyai
TIE yang rendah.
Namun  penelitian  dengan
menggunakan  kedua  model
prediksi  baik  model  Altman
maupun  model  Foster  tidak
sepenuhnya  dapat  dikatakan
akurat  dalam  memprediksi
kebangkrutan  suatu  usaha  pada
tahun-tahun  kedepan,  seperti
menurut  Mamduh  dan  Halim,
penelitian  masalah  prediksi
menggunakan  data  beberapa
periode  sebelum  kebangkrutan,
misalnya  satu,  dua,  tiga,  atau
empat  tahun  sebelum
kebangkrutan.  Tetapi  dalam
kenyataan  analis  tidak  pernah
tahu  kapan  akan  bangkrut.
Pilihan  waktu  untuk
menyatakan  bangkrut  akan
sangat  tergantung  dari  beberapa
faktor  seperti  kemampuan  bank
untuk  membantu  restrukturisasi
keuangan,  kebangkrutan
perusahaan  lain,  dan  negosiasi
dengan  pekerja.  Sayangnya
faktor  –  faktor  tersebut  tidak
dibicarakan  dalam  penelitian
(Mamduh dan Halim, 2007:277).
Namun  terlepas  dari
kekurangan  dalam  analisis
kebangkrutan  dengan
menggunakan  rumus  Z-score,
Mamduh dan Halim juga menulis
bahwa,  meskipun  ada  beberapa
hal  yang  perlu  diperhatikan,
tetapi  kalau  penelitian
kebangkrutan  dinilai  dari
sumbangannya  terhadap
pengambilan  keputusan  akan
terasa  bahwa  penelitian
kebangkrutan  memberi
sumbangan  yang  cukup
substanisial.  Karena  keputusan
akan  lebih  baik  dengan  adanya
informasi  kebangkrutan  ini
(Mamduh dan Halim, 2007:279).
III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Sampel
Metode  penentuan  sampel
dalam  penelitian  ini  adalah
dengan metode pemilihan sampel
bertujuan  (purposive  sampling)
yaitu  teknik  penentuan  sampel
dengan  pertimbangan  tertentu
(Sugiyono, 2007:78).
Metode  purposive  sampling
digunakan berdasarkan kriteria –
kriteria sebagai berikut :
1.  Perusahaan  merupakan
perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  PT.
Bursa  Efek  Indonesia  selama
periode  penelitian  (tahun
2006, 2007, 2008)
2.  Perusahaan  mempublikasikan
laporan  keuangan  tiga  tahun
berturut  –  turut  (tahun  2006,
2007, 2008)
3.  Perusahaan  pernah
mengalami  penurunan  tingkat
laba  selama  tiga  tahun
terakhir  (tahun  2006,  2007,
2008)
Berdasarkan  kriteria
tersebut,  maka  diperoleh
sebanyak  dua  puluh  lima
perusahaan  yang  memenuhi
kriteria  tersebut  diatas  untuk
dijadikan  sampel  dalam
penelitian ini. 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
9
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel-variabel  yang
dianalisis  dalam  penelitian  ini
merupakan  ratio  –  ratio
keuangan  yang  dapat  digunakan
untuk  memprediksi
kebangkrutan, yang terdiri dari :
1.  Ratio  X1  :  Modal  Kerja/Total
Aktiva
2.  Ratio  X2:  Laba  Ditahan/Total
Aktiva
3.  Ratio X3: Laba Sebelum Bunga
dan Pajak / Total Aktiva
4.  Ratio  X4:  Nilai  Buku  Total
Modal/Nilai  Buku  Total
Hutang
5.  Ratio  X:  Biaya  Transportasi/
Pendapatan Opersional.
6.  Ratio  Y:  Laba  Sebelum  Bunga
dan Pajak/Beban Bunga
3.3  Definisi  Operasional
Variabel
Analisis  ratio  merupakan
analisa  atas  laporan  keuangan
yang  pada  dasarnya  disusun
dengan  menggabungkan  angka  –
angka antara laporan neraca dan
laporan  rugi  laba.  Dalam  hal  ini
ratio  keuangan  akan  digunakan
sebagai  alat  analisis  untuk
memprediksi  kebangkrutan  pada
perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  PT.  Bursa
Efek  Indonesia  periode  2006
sampai  dengan  2008,  adapun
ratio-ratio  yang  dipergunakan
untuk  menganalisis
kebangkrutan adalah :
1.  Ratio  X1  adalah  modal
kerja/total  aktiva,  dihitung
dengan   membandingkan
aktiva  lancar  –  hutang  lancar
dengan total aktiva yang
dimiliki  perusahaan  properti
dan real estat yang terdaftar di
PT.  Bursa  Efek  Indonesia
tahun  2006  sampai  dengan
tahun 2008.
2.  Ratio  X2  ratio  ini  dihitung
dengan  membandingkan
antara  laba  ditahan
perusahaan  dengan  total
aktiva  yang  dimiliki
perusahaan.  Yang  dimaksud
dengan  laba  ditahan  disini
adalah  laba  yang  tidak
dibagikan  kepada  pemegang
saham  ataupun  pemilik
perusahaan.
3.  Ratio  X3  rasio  ini  dihitung
dengan  membagi  penghasilan
sebelum  bunga  dan  potongan
pajak  dibagi  dengan  total
aktiva  yang  dimiliki  oleh
perushaaan.
4.  Ratio  X4.  Ratio  ini  dihitung
dengan  membagi  nilai  buku
total  modal  perusahaan
properti dan real estat yang go
public  dengan  nilai  buku  total
hutang.  Hutang  yang
dimaksud  meliputi  hutang
jangka  pendek  dan  hutang
jangka panjang.
5.  Ratio  X  adalah  biaya  operasi
suatu  perusahaan
dibandingkan  dengan
pendapatan  perusahaan.
Perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  akan  bangkrut
diperkirakan  merupakan
perusahaan  yang  tidak  efisien
sehingga  mempunyai  ratio
BT/PO yang rendah.
6. Ratio  Y  adalah  Laba  Sebelum
Bunga  dan  Pajak
dibandingkan  dengan   Beban
10
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
Bunga.  Nilai  ratio  yang  tinggi
pada  perusahaan  properti  dan
real  estat  menunjukkan
situasi  yang  aman  (tidak
dalam  keadaan  kesulitan
kuangan).
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik  analisis  data  yang
dipergunakan  dalam  penelitian
ini  adalah  Analisis  Kualitatif
Deskriptif  Komparatif,  yaitu
analisis  yang  digunakan  untuk
menggambarkan  bagaimana
prediksi  kebangkrutan  pada
perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  PT.  Bursa
Efek Indonesia dengan tahapan –
tahapan sebagai berikut :
1.  Menghitung  prediksi
kebangkrutan  dengan  model
Altman  dan  model  Foster
untuk  mengetahui  hasil  dari
prediksi  kebangkrutan
menurut  kedua  model
tersebut  pada  perusahaan
properti  dan  real  estat  periode
2006  sampai  dengan  2008.
Dalam  hal  ini  data  diolah
dengan  menggunakan  formula
Z-score  model  Altman,  dan  Zscore  model  Foster.  Formula
yang  dipergunakan  adalah
sebagai berikut:
Model Altman
Zi  =  6.56X1  +  3.26X2  +  6.72X3  +
1.05X4
Model Foster
Zi = -3.366 X + 0.657 Y
Keterangan :
X1   : Modal Kerja/Total Aktiva
X2  : Laba Ditahan/Total Aktiva
X3  : Laba  Sebelum  Bunga  dan
Pajak / Total Aktiva
X4  : Nilai  Buku  Total  Modal/
Nilai Buku Total Hutang
X  : Biaya  Transportasi/
Pendapatan Opersional
Y  : Laba  Sebelum  Bunga  dan
Pajak/Beban Bunga
Tabel  1  (lampiran)  akan
disajikan  pedoman  pengambilan
keputusan  atas  hasil
perhitungan  Z-Score  model
Altman,  dan  model  Foster,
sebagai berikut :
2.  Membandingkan hasil prediksi
kebangkrutan  model  Altman
dan  model  Foster  pada
perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  PT.
Bursa  Efek  Indonesia  periode
2006  sampai  dengan  2008
untuk  mengetahui  adakah
perbedaan  dalam
mengklasifikasikan
perusahaan  yang  termasuk
bangkrut  atau  tidak  bangkrut
sekaligus  membandingkan
hasil  analisis  dengan
kenyataan  yang  ada
dilapangan  dalam  hal  ini
dengan  daftar  perusahaan
properti  dan  real  estat  yang
masih  listing  sampai  dengan
awal  tahun  2009  yang
datanya  diperoleh  dari  IDX
Watch 2008-2009.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
Berdasarkan  hasil
perhitungan  Z-Score  model
Altman,  maka   diperoleh  hasil
perhitungan  yang  disajikan
dalam  Tabel  2  (lampiran).
Berdasarkan  Tabel  2,  maka
dapat  diketahui  dari  hasil
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
11
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
analisis  dengan  menggunakan
analisis  model  Altman  terhadap
25  perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia  diperoleh  hasil,
yaitu:
1.  Emiten  yang  sedang
mengalami  kesulitan
keuangan  dan  diprediksi  akan
mengalami  kebangkrutan
dengan  nilai  Z-score  yang
dihasilkan  membuktikan
bahwa  sebanyak  40%
perusahaan  atau  sebanyak  10
dari  25  perusahaan  yang
dijadikan  sampel  diprediksi
akan  mengalami
kebangkrutan.
2.  Sedangkan  perusahaan  yang
diprediksi  berada  dalam
daerah  rawan  bangkrut
adalah  sebanyak  2  dari  25
sampel  perusahaan,  atau
sebanyak 8%.
3.  Sisanya  sebanyak  13
perusahaan  atau  sebanyak
52%  perusahaan  diprediksi
berada  dalam  wilayah  aman
yang  artinya  tidak  mengalami
kesulitan keuangan dan dapat
mempertahankan
kelangsungan  hidup
perusahaan.  Sedangkan
berdasarkan  perhitungan  Zscore  model  Foster  diperoleh
hasil  perhitungan  yang  akan
disajikan  pada  Tabel  3  (
lampiran)
Berdasarkan  Tabel  3,  maka
dapat  diketahui  dari  hasil
analisis  dengan  menggunakan
analisis  model  Foster  terhadap
25  perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia  diperoleh  hasil,
yaitu:
1.  Emiten  yang  sedang
mengalami  kesulitan
keuangan  dan  diprediksi  akan
mengalami  kebangkrutan
dengan  nilai  Z-score  yang
dihasilkan  membuktikan
bahwa  sebanyak  28%
perusahaan  atau  sebanyak  7
dari  25  perusahaan  yang
dijadikan  sampel  diprediksi
akan  mengalami
kebangkrutan.
2.  Sedangkan  sisanya  sebanyak
18  perusahaan  dari  25
perusahaan  yang  dijadikan
sampel  atau  72%  perusahaan
diprediksi  berada  dalam
wilayah  aman  atau  tidak
diprediksi  mengalami
kebangkrutan.
Setelah  diperoleh  hasil
analisis  dari  masing  –  masing
model  maka  selanjutnya  hasil
pengklasifikasian  perusahaan  –
perusahaan  properti  dan  real
estat periode 2006-2008 tersebut
akan  dibandingkan  dengan
kenyataan  yang  ada,  dalam  hal
ini  dengan  daftar  perusahaan
yang  masih  terdaftar  sampai
dengan awal tahun 2010, berikut
pada  Tabel  4  (lampiran)  akan
disajikan  hasil  perbandingan
antara  prediksi  yang  dilakukan
dengan model Altman, dan model
Foster dengan daftar perusahaan
yang masih listing :
Berdasarkan  tabel  4,  dapat
dilihat  bahwa  terdapat
perbedaan  antara  hasil  prediksi
kebangkrutan  model  Altman
dengan  hasil  prediksi
kebangkrutan  model  Foster  dan
12
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
apabila  dibandingkan  dengan
daftar  perusahaan  yang  masih
listing  sampai  dengan  tahun
2010  yang  diperoleh  dari  IDX
watch  semua  perusahaan  yang
dijadikan  sampel  dalam
penelitian  ini  masih  listing  dan
tidak mengalami kebangkrutan.
1.  Pembahasan
1.  Berdasarkan  hasil  analisis
dengan  menggunakan  analisis
kebangkrutan  Z-score  model
Altman  dan  dengan
menggunakan  analisis  model
Foster  pada  perusahaan
properti  dan  real  estat  periode
2006-2008  dapat  diberikan
penjelalasan sebagai berikut:
1.  Bhuanatala  Indah  Permai
Tbk.
Berdasarkan  hasil  analisis
menggunakan  Z-score
model  Altman,  perusahaan
ini  diprediksi  akan
mengalami  kebangkrutan,
hal ini ditandai dengan nilai
Z-score yang selama periode
penelitian menunjukan nilai
dibawah  angka  kritis  yaitu
1.10,  hasil  analisis  dengan
model  Foster  juga
menunjukan  perusahaan
ini  diprediksi  akan
mengalami  kebangkrutan
ditandai  dengan  nilai  Zscore  selama  periode
penelitian  menunjukan
angka kritis.
2.  Bintang  Mitra  Semestaraya
Tbk.
Berdasarkan  hasil  analisis
dengan  menggunakan
model  Altman  perusahaan
ini  diprediksi  tidak  akan
mengalami  kebangkrutan,
selama  periode  penelitian
nilai  Z-score  menunjukan
nilai  diatas  angka  kritis
yaitu  diatas  2.60  hal  ini
sejalan  dengan  analisis
model  Foster  yang
menunjukan  nilai  Z-score
diatas  -0.640  yang  berarti
perusahaan tidak diprediksi
bangkrut.
3.  Bukit Darmo Properti Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  diperoleh
hasil  bahwa  perusahaan
diprediksi  akan  berjalan
baik  tanpa  adanya
kemungkinan  bangkrut.
Hal  ini  sejalan  dengan
analisis  yang  dilakukan
dengan  model  Foster  yang
menyatakan  perusahaan
dalam  keadaan  sehat
dengan nilai Z-score 14.77.
4.  PT.  Ciputra  Development
Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  diperoleh
hasil  bahwa  perusahaan
diprediksi  dapat
mempertahankan
kelangsungan  hidup
perusahaan  dengan  nilai  Zscore  yang  dihasilkan
sebesar  7.23,  perhitungan
selama  tahun  2006-2008
juga  menunjukan  nilai
diatas  angka  kritis,  begitu
juga  dengan  analisis
menggunakan  model  Foster
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  baik,
walaupun  pada  tahun  2007
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
13
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
perusahaan  mengalami
penurunan  laba,  namun
perusahaan  masih
diprediksi  aman  atau  tidak
akan  mengalami
kebangkrutan.
5.  PT. Ciputra Surya Tbk.
Analisis  dengan
menggunakan  model
Altman  maupun  model
Foster  memprediksi  bahwa
perusahaan  masih  layak
menjalankan  usahanya  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan,  masingmasing  nilai  Z-score  yang
dihasilkan  dari  model
Altman  dan  model  Foster
adalah  6.83  dan  99.84,
walaupun  pada  tahun  2008
perusahaan  mengalami
penurunan tingkat laba dan
memperkecil  nilai  Z-score,
namun  perusahaan  masih
berada  dalam  kondisi
aman.
6.  PT.  Cowell  Development
Tbk.
Hasil  perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  dan  Foster
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  baik  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan,  walaupun
pada  tahun  2006
perusahaan  mengalami
penurunan  tingkat  laba,
namun  hasil  Z-score  masih
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  aman  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan.
7.  PT. Duta Pertiwi Tbk.
Hasil analisis model Altman
menunjukan  bahwa
perusahaan  berada  dalam
wilayah  rawan  bangkrut,
hal ini ditunjukan dari nilai
Z-score  selama tahun 2006-2008  yang  berada  diantara
1.10  dan  2.60,  namun
berbeda  dengan  analisis
model  Foster  yang
menunjukan  perusahaan
masih  dalam  kondisi  aman
walaupun nilai Z-score yang
dihasilkan  negatif  akan
tetapi  nilai  tersebut  tidak
kurang  dari  -0.640
sehingga perusahaan masih
berada  dalam  kondisi
aman.
8.  PT.  Fortune  Mate  Indonesia
Tbk.
Hasil  perhitungan  dari
kedua  model  analisis
menunjukan  bahwa
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan
dengan nilai Z-score  Altman
0.88  dan  nilai  Z-score
Foster  -0.80,  hal  ini  sesuai
dengan  penurunan  tingkat
laba  yang  dialami  oleh
perusahaan  dan  kerugian
yang  dialami  pada  tahun
2008.
9.  PT.  Global  Land
Development Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
menggunakan  analisis  Zscore  model  Altman
perusahaan  diprediksi
berada  dalam  keadaan
aman  dengan  nilai  Z-score
6.15,  berbeda  dengan  hasil
analisis  menggunakan
14
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
model  Foster  yang
memprediksi  perusahaan
dalam  kondisi  akan
bangkrut  dengan  nilai  Zscore  -5.54,  hal  ini
disebabkan  prediksi  di
tahun  2008  yang
memprediksi  perusahaan
dalam  kondisi  akan
bangkrut,  hal  ini  sesuai
dengan  kondisi  keuangan
perusahaan  pada  tahun
2008  yang  mengalami
kerugian  besar.  Perbedaaan
antara  hasil  analisis  model
Altman  dengan  model
Foster  disebabkan  oleh
perbedaaan  ratio-ratio  yang
digunakan,  dalam  analisis
model  Foster  hanya
digunakan  data-data  dalam
laporan  laba-rugi  dimana
pada  tahun  2008
perusahaan memang benarbenar  mengalami  kerugian
besar,  sedangkan  analisis
model  Altman
menggunakan  data-data
pada  neraca  dan  laporan
laba-rugi  yang  lebih
menunjukan  kondisi
keuangan perusahaan.
10.  PT.  Indonesia  Prima
Properti Tbk.
Perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  altman  menunjukan
nilai  Z-score  -4.77  yang
berarti  perusahaan  berada
dalam  kondisi  bangkrut,
sedangkan  berdasarkan
analisis  dengan  Z-score
Foster  menunjukan  nilai  Zscore  -0.38  yang  berarti
perusahaan tidak diprediksi
bangkrut,  walau  dengan  Zscore  Foster  pada  tahun
2008 perusahaan diprediksi
bangkrut,  namun  secara
keseluruhan  selama  tahun
2006-2008  perusahaan
dalam  kondisi  aman.
Perbedaan  dalam  hasil
analisis  ini  disebabkan
perbedaan  dalam
penggunaan  ratio-ratio
keuangan,  analisis  model
Altman  yang  menggunakan
data pada laporan laba-rugi
dan  neraca  terpengaruh
oleh  laba  ditahan  selama
tahun  2006-2008  yang
mengalami  saldo  defisit
ditambah lagi jumlah modal
kerja  yang  menunjukan
angka  negatif,  sedangkan
analisis  dengan  model
Foster  hanya  menggunakan
data-data  laporan  laba-rugi
sehingga  hanya
terpengaruh  oleh  kerugian
yang  dialami  perusahaan
pada tahun 2008.
11.  PT.  Intiland
Development Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  Z-score  model
Altman  menunjukan  nilai
Z-score  0.42  yang  berarti
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan,
sedangkan  analisis  model
Foster  memprediksi  secara
keseluruhan selama periode
penelitian  perusahaan
berada  dalam  kondisi
aman, hal ini sesuai dengan
perbedaan  ratio-ratio
keuangan  yang  digunakan
dan  data  keuangan
perusahaan  yang  terus
mengalami  kemunduran
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
15
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
dengan  perolehan  laba
paling  kecil  pada  tahun
2008.
12.  PT.  Jakarta
Internasional Hotel Tbk.
Berdasarkan  hasil  prediksi
baik  menggunakan  model
Altman  maupun  analisis
model  Foster  menunjukan
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan
dengan nilai masing-masing
Z-score  adalah  –0.04  dan  -2.91,  hal  ini  sesuai  dengan
kondisi  keuangan
perusahaan  yang  terus
mengalami kerugian selama
periode  penelitian  dan
memiliki  saldo  laba  ditahan
yang  defisit  selama  tiga
tahun terakhir.
13.  PT.  Kawasan  Industri
Jababeka Tbk.
Hasil analisis model Altman
menunjukan  bahwa
perusahaan  berada  dalam
kondisi  aman,  hal  ini
ditunjukan  dari  nilai  Zscore  sebesar  3.52  ,  hal  ini
sejalan  dengan  analisis
model  Foster  yang
menunjukan  perusahaan
masih  dalam  kondisi  aman,
walaupun  pada  tahun  2008
perusahaan  memperoleh
nilai Z-score  negatif, namun
nilai Z-score  tersebut masih
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  aman  dan
secara  keseluruhan
perusahaan  berada  dalam
kondisi  yang  tidak
diprediksi  akan  mengalami
kebangkutan.
14.  PT. Laguna Cipta Griya
Tbk.
Berdasarkan  hasil  analisis
dengan  model  Altman
diperoleh  nilai  Z-score  7.30
yang  berarti  perusahaan
berada  dalam  kondisi aman
dan  tidak  diprediksi
mengalami  kebangkrutan,
namun  berdasarkan
analisis  dengan
menggunakan  model  Foster
diperoleh  nilai  Z-score  -22.16  yang  artinya
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan,
perbedaan  hasil  prediksi
tersebut  disebabkan  oleh
ratio-ratio  yang  digunakan,
berdasarkan  analisis
dengan  model  Foster  nilai
Z-score  terendah  ada  pada
tahun  2008  sebesar  -70.34
hal  ini  yang  menyebabkan
rata-rata  prediksi
kebangkrutan  perusahaan
selama  2006-2008
diprediksi bangkrut.
15.  PT.  Modernland  Realty
Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan dengan Z-score
model  Altman  diperoleh
hasil  Z-score  0.58  yang
berarti  perusahaan
diprediksi  akan  mengalami
kebangkrutan,  sedangkan
menurut  analisis  model
Foster  diperoleh  Z-score
0.07  yang  berarti
perusahaan  dalam  kondisi
aman,  nilai  Z-score  Altman
yang  memprediksi
perusahaan  dalam  kondisi
akan  bangkrut  disebabkan
16
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
oleh  saldo  laba  ditahan
yang  mengalami  defisit,
sedangkan  analisis  model
Foster  pada  tahun  2006
memprediksi  perusahaan
akan  mengalami
kebangkrutan hal ini sesuai
dengan  laporan  laba-rugi
perusahaan  yang
memperlihatkan  bahwa
perusahaan  mengalami
kerugian  pada  tahun  2006
namun  secara  keseluruhan
selama  periode  penelitian
perusahaan diprediksi tidak
akan  mengalami
kebangkrutan.
16.  PT.  New  Century
Development Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
menggunakan  kedua  model
analisis  diperoleh  nilai  Zscore  Altman  -11.30  dan
nilai  Z-score  Foster  -381.87
yang  menunjukan
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan,
perusahaan  terus
mengalami  kemunduran
dalam  perolehan  laba
sehingga  hasil  analisis  juga
menunjukan  selama
periode  penelitian
perusahaan diprediksi akan
mengalami kebangkrutan.
17.  PT. Pakuwon Jati Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
analisis  Z-score  model
Altman  diperoleh  hasil  Zscore  0.38  yang  berarti
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan,
hal  ini  disebabkan  karena
saldo  laba  ditahan  yang
defisit dan nilai modal kerja
yang  negatif  sehingga
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan,
sedangkan  menurut
analisis  model  Foster
diperoleh  nilai  Z-score  2.82
yang  berarti  perusahaan
tidak  diprediksi  dalam
kondisi  bangkrut  walaupun
pada  tahun  2008
perusahaan  mengalami
kerugian  dan  menurunkan
nilai  Z-score  namun  secara
keseluruhan  perusahaan
tidak  diprediksi  mengarah
pada kebangkrutan.
18.  PT.  Panca  Wiratama
Sakti Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  Z-score  baik
dengan  model  Altman
maupun  dengan  model
Foster  selama  periode
penelitian  yaitu  tahun
2006-2008  perusahaan
terus  diprediksi  akan
mengalami  kebangkrutan
dengan  nilai  rata-rata  Zscore  Altman  -13.88  dan
nilai  rata-rata  Z-score
Foster -8.32
19.  PT.  Perdana
Gapuraprima Tbk.
Analisis  dengan
menggunakan  model
Altman  maupun  model
Foster  memprediksi  bahwa
perusahaan  masih  layak
menjalankan  usahanya  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan,  masingmasing  nilai  Z-score  yang
dihasilkan  dari  model
Altman  dan  model  Foster
adalah  3.54  dan  0.77,
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
17
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
walaupun  pada  tahun  2008
perusahaan  mengalami
penurunan tingkat laba dan
memperkecil  nilai  Z-score,
namun  perusahaan  masih
berada  dalam  kondisi
aman.
20.  PT.  Pudjiadi  Prestige
Ltd Tbk.
Hasil  perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  dan  Foster
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  baik  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan,  walaupun
berdasarkan  hasil  Z-Score
Foster  pada  tahun  2006
perusahaan diprediksi akan
mengalami  kebangkrutan
namun  secara  keseluruhan
perusahaan  dalam  kondisi
aman.
21.  PT.  Royal  Oak
Development Asia Tbk.
Berdasarkan  hasil
perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  diperoleh
hasil  bahwa  perusahaan
diprediksi  akan  berjalan
baik  tanpa  adanya
kemungkinan bangkrut, hal
ini  sejalan  dengan  analisis
model  Foster  dengan  nilai
Z-score  12.50,  walaupun
pada  tahun  2007-2008
perusahaan  diprediksi
bangkrut  namun  secara
keseluruhan  perusahaan
masih  dapat
mempertahankan
kelangsungan usahanya.
22.  PT. Sentul City Tbk.
Analisis  dengan
menggunakan  model
Altman  maupun  model
Foster  memprediksi  bahwa
perusahaan  masih  layak
menjalankan  usahanya  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan,  masingmasing  nilai  Z-score  yang
dihasilkan  dari  model
Altman  dan  model  Foster
adalah  10.06  dan  8.33,
walaupun  pada  tahun  2008
perusahaan  mengalami
penurunan tingkat laba dan
memperkecil  nilai  Z-score,
namun  perusahaan  masih
berada  dalam  kondisi
aman.
23.  PT.  Summarecon
Agung Tbk.
Hasil analisis model Altman
menunjukan  bahwa
perusahaan  berada  dalam
wilayah  rawan  bangkrut,
hal ini ditunjukan dari nilai
Z-score  selama tahun 2006-2008  yang  berada  diantara
1.10  dan  2.60,  namun
berbeda  dengan  analisis
model  Foster  yang
menunjukan  perusahaan
masih  dalam  kondisi  aman
walaupun  nilai  Z-score
terus  mengalami
penurunan  namun  secara
keseluruhan  menurut
analisis  model  Foster
perusahaan tidak diprediksi
bangkrut.
24.  PT.  Suryainti  Permata
Tbk.
Hasil  perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  Altman  dan  Foster
18
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  baik  dan
tidak  diprediksi  mengalami
kebangkrutan,  walaupun
pada  tahun  2006  dan  2008
perusahaan  mengalami
penurunan  tingkat  laba,
namun  hasil  Z-score  masih
menunjukan  perusahaan
dalam  keadaan  aman  dan
tidak  akan  mengalami
kebangkrutan.
25.  PT.  Suryamas  Duta
Makmur Tbk.
Perhitungan  dengan
menggunakan  analisis
model  altman  menunjukan
nilai  Z-score  -3.56  yang
berarti  perusahaan  berada
dalam  kondisi  bangkrut,
sedangkan  berdasarkan
analisis  dengan  Z-score
Foster  menunjukan  nilai  Zscore  -0.22  yang  berarti
perusahaan tidak diprediksi
bangkrut,  walaupun
dengan  Z-score  Foster  pada
tahun  2008  perusahaan
diprediksi bangkrut, namun
secara  keseluruhan  selama
tahun  2006-2008
perusahaan  dalam  kondisi
aman.
2.  Berdasarkan  hasil
perbandingan  antara  analisis
kebangkrutan  dengan  daftar
perusahaan yang masih  listing
sampai  dengan  tahun  2010,
dapat  diperoleh  hasil  bahwa
terdapat  beberapa  perbedaan
dalam  pengklasifikasian
perusahaan  yang  termasuk
kategori  bangkrut  atau  tidak
menurut  analisis  model
Altman  dan  analisis  model
Foster  dan  apabila
dibandingkan  dengan  daftar
perusahaan yang masih  listing
sampai  tahun  2010,
perusahaan-perusahaan  yang
diprediksi  akan  mengalami
kebangkrutan  ternyata  masih
terdaftar  di  Bursa  Efek
Indonesia,  hal  ini  bisa
disebabkan  perusahaan
melakukan  reorganisasai,
restrukturisasi  ataupun
disebabkan  model  prediksi
Altman  dan  model  prediksi
Foster  yang  kurang  tepat
diterapkan di Indonesia.
3.  Berdasarkan  penelitian
sebelumnya  juga  ditemukan
hasil  bahwa  perusahaan  yang
diprediksi  bangkrut  menurut
model  Altman,  ternyata  masih
listing sampai akhir penelitian,
namun  penelitian  terdahulu
hanya  menggunakan  analisis
model  Altman  dan  tidak
menggunakan  model  analisis
lain  sebagai  pembanding  yang
dalam  penelitian  ini  adalah
analisis  dengan  model  Foster.
Walaupun  hasil  yang
diperoleh  sama  yaitu
perusahaan-perusahaan  yang
diprediksi  bangkrut
berdasarkan  kedua  analisis
tersebut  ternyata  masih
terdaftar  di  Bursa  Efek
Indonesia,  namun  dari  hasil
penelitian  ini  dapat  diketahui
terdapat  perbedaan  dalam
pengklasifikasian  perusahaanperusahaan  yang  termasuk
kedalam  daerah  bangkrut
atau  tidak  bangkrut  antara
kedua  model  tersebut  dan
prediksi  kebangkrutan  tidak
hanya  bisa  dilakukan  dengan
menggunakan  rumus  Z-score
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
19
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
model  Altman  yang  selama  ini
kita  kenal  melainkan  ada
rumus-rumus  lain  yang  salah
satunya  adalah  dengan
menggunakan  Z-score  model
Foster.
4.  Ratio  yang  baik  digunakan
untuk  mengukur  kinerja
keuangan  perusahaan  adalah
berasal dari hal-hal yang akan
berpengaruh  pada  periodeperiode  selanjutnya,  ratio
neraca  digunakan  untuk
menilai  likuiditas  dan
solvabilitas  perusahaan  untuk
melihat  kemampuan
perusahaan  memenuhi
kewajiban-kewajiban
finansialnya,  sedangkan  ratio
laba  rugi  hanya  digunakan
untuk  menilai  aspek
profitabilitas  perusahaan  saja
sehingga  kurang  menilai
kinerja  perusahaan  secara
keseluruhan,  model  Foster
hanya  mengambil  ratio  yang
datanya diperoleh dari laporan
laba  rugi  sehingga  kurang
mencerminkan  kondisi  kinerja
perusahaan  secara
keseluruhan,  berbeda  dengan
analisis  model  Altman  yang
menggunakan  ratio  keuangan
yang berasal dari data laporan
neraca  dan  laba  rugi  yang
dirasa  lebih  tepat  dalam
menilai  kondis  kinerja
perusahaan.
V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan  hasil
pembahasan  pada  bab
terdahulu,  maka  akan
dikemukakan  simpulan  yang
diperoleh  dari  hasil  analisis
kebangkrutan  atas  25
perusahaan  yang  bergerak  di
sektor  properti  dan  real  estat
yang  terdaftar  di  Bursa  Efek
Indonesia  periode  2006-2008.
simpulan  yang  dapat
dikemukakan  adalah  sebagai
berikut :
1.  Prediksi  kebangkrutan  pada
perusahaan  properti  dan  real
estat  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia  periode  2006-2008  berdasarkan  analisis
model  Altman  dan  analisis
model Foster adalah:
1.  Perusahaan  yang  sedang
mengalami  kesulitan
keuangan  dan  diprediksi
akan  mengalami
kebangkrutan  menurut
analisis  model  Altman
berdasarkan  nilai  Z-score
yang  dihasilkan
menunjukkan  bahwa  10
perusahaan  dari  25
perusahaan  properti  dan
real  estat  yang  dijadikan
sampel  atau  sebanyak  40%
perusahaan  akan
mengalami kebangkrutan.
2.  Selanjutnya  8%  dari  25
perusahaan  properti  dan
real  estat  yang  dijadikan
sampel  atau  sebanyak  2
perusahaan  berada  dalam
wilayah  rawan  bangkrut
atau  perlu  mendapat
perhatian  serius.
Kebangkrutan  pada
perusahaan  ini  akan  tetap
terjadi  jika  perusahaan
tersebut  tidak  memperbaiki
kinerja keuangannya. 
20
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
3.  Sisanya  berdasarkan
analisis  model  Altman
sebanyak  52%  perusahaan
dari  25  perusahaan  yang
dijadikan  sampel  atau
sebanyak  13  perusahaan
tidak  diprediksi  bangkrut
dan  berjalan  baik.
Sedangkan  menurut
analisis  model  Foster
sebanyak  72%  perusahaan
dari  25  perusahaan  yang
dijadikan  sampel  atau
sebanyak  18  perusahaan
tidak  diprediksi  bangkrut
dan berjalan baik.
2.  Terdapat  perbedaan  dalam
mengklasifikasikan
perusahaan  yang  bangkrut
dan  tidak  bangkrut  antara
analisis  model  Altman  dan
analisis  model  Foster,
khususnya  karena  model
Foster  tidak  memiliki
klasifikasi  untuk  perusahaan
yang  masuk  kategori  rawan
bangkrut.  Perbedaan
pengklasifikasian  antara
analisis  model  Altman  dengan
analisis  model  Foster  muncul
karena  ratio-ratio  keuangan
yang  digunakan  berbeda,
metode  Altman  memasukan
ratio-ratio  keuangan  yang
datanya diperoleh dari laporan
neraca  maupun  laba  rugi,
sedangkan  model  analisis
Foster  hanya  memasukan
ratio-ratio  keuangan  yang
datanya diperoleh dari laporan
laba  rugi.  Selain  itu  hasil
analisis yang dilakukan untuk
memprediksi  kebangkrutan
pada  perusahaan  properti  dan
real  estat  yang  terdaftar  di
Bursa  Efek  Indonesia  bertolak
belakang  dengan  kenyataan
yang ada, dimana sampai saat
ini  perusahaan-perusahaan
yang diprediksi akan bangkrut
tetap  terdaftar  di  Bursa  Efek
Indonesia.  Hal  ini  bisa
disebabkan  perusahaan
melakukan  reorganisasi  atau
restrukturisasi  sehingga
perusahaan  walaupun
mengalami  kesulitan
keuangan  namun  masih  tetap
dapat menjalankan usahanya.
5.2 Saran - saran
Setelah  melakukan  analisis
dan pembahasan terhadap pokok
permasalahan  serta
memperhatikan  simpulan  yang
diperoleh,  maka  saran  yang
dapat dikemukakan adalah:
1.  Perusahaan  yang  mengalami
kesulitan  keuangan  bukan
berarti  pasti  mengalami
kebangkrutan,  upaya-upaya
penyelamatan  perlu  dilakukan
karena  seperti  diketahui
bersama  sebenarnya  banyak
pihak  yang  berkepentingan
terhadap  eksistensi  suatu
perusahaan,  seperti
pemerintah,  buruh,  mitra
kerja,  masyarakat,  kreditur
dan  pemilik  modal.  Ada
beberapa  alternatif  yang
secara  umum  dapat
digunakan  guna  mencegah
kebangkrutan  perusahaan
yang  mana  alternatif  ini  dapat
dijadikan  pedoman  bagi
perusahaan, antara lain :
1.  Perusahaan  tetap
beroperasi  dengan
melakukan  restrukturisasi
hutang,  seperti  :  upaya
mengubah  struktur  utang
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
21
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
agak  perusahaan  tetap
mampu  beroperasi  dan
mampu  memenuhi
kewajiban  dan  tidak
merugikan kreditur.
2.  Perusahaan  tetap
beroperasi  dengan
melakukan  reorganisasi,
menerima  investasi  dari
pihak  asing  atau  dengan
mencari  mitra  kerja  yang
punya  usaha  sejenis  agar
tercipta  aliansi  yang  saling
menguntungkan  dalam
pemodalan,  produksi  dan
pemasaran.
2.  Walaupun  hasil  dari  analisis
prediksi  kebangkrutan  tidak
sepenuhnya  tepat
memprediksi  kebangkrutan
karena  dipengaruhi  oleh  halhal  lain  seperti  reorganisasi
ataupun  restrukturisasi
perusahaan,  namun  hasil
analisis  ini  tetap  penting
dilakukan  untuk  memberikan
peringatan-peringatan  dini
tentang  adanya  indikasiindikasi  kesulitan  keuangan
pada  suatu  perusahaan,
sehingga  manajer  dapat
melakukan  perbaikanperbaikan  yang  dirasa  perlu
agar  perusahaan  tidak  benarbenar  mengalami
kebangkrutan.
3.  Analisis  kebangkrutan  model
Altman  dirasa  lebih  tepat
digunakan  untuk
memprediksi  kebangkrutan
suatu  usaha,  karena  analisis
ini  menggunakan  ratio-ratio
yang berasal dari laporan laba
rugi dan neraca sehingga lebih
mencerminkan  kondisi
perusahaan  secara
keseluruhan.
4.  Pada  penelitian  selanjutnya
diharapkan   dapat
memperluas  sampel  yang
digunakan  dan  tidak  hanya
menggunakan  analisis  Z-score
untuk  memprediksi
kebangkrutan  suatu  usaha
melainkan  menggunakan
analisis  yang  lainnya  sebagai
perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Altman,  E,  1982.  Accounting
Implications  of  Failure
Prediction Models.  Jounal of
Accounting,  Auditing  and
Finance, Summer. p.4-19
Alwi  Z.  Iskandar.  2003.  Panduan
Praktis  Pasar  Modal  Teori
dan  Aplikasi.  Jakarta  :
Yayasan Pancur Siwah.
Darsono  dan  Ashari,  (2005),
Pedoman  Praktis  Memahami
Laporan  Keuangan,  Andi,
Yogyakarta.
Hanafi  Mamduh  M  dan  Abdul
Halim,  (2007),  Analisis
Laporan  Keuangan,  Edisi
Ketiga,  UPP  STIM  YKPN,
Yogyakarta.
Hanafi  Mamduh  M,  (2005),
Manajemen  Keuangan,
Fakultas  Ekonomi  UGM,
Yogyakarta.
Ikatan  Akuntan  Indonesia,
(2009),  Standar  Akuntansi
Keuangan  2009,  Salemba
Empat, Jakarta.
22
Z Score untuk Memprediksi Kebangkrutan
Ikhsan  Arfan  dan  Herkulanus
Bambang  Suprapto,  (2008),
Teori  Akuntansi  Dan  Riset
Multiparadigma,  Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Martono,  (2007),  Bank  dan
Lembaga  Keuangan
Lainnya,  Penerbit  Ekonisia,
Yogyakarta.
Prihadi  Toto,  (2009),  Investigasi
Laporan  Keuangan  dan
Analisis  Ratio  Keuangan,
Pengembangan  Eksekutif,
Jakarta.
Sugiyono,  (2007),  Metode
Penelitian  Bisnis,  Edisi
Sepuluh,  Penerbit  Alfabeta,
Bandung.
Lampiran
Tabel 1
Titik Cut-Off model Altman dan model Foster
Kriteria  Model Altman  Model Foster
Tidak bangkrut/sehat  Z > 2.60  Z < -0.640
Daerah abu –abu
Z antara 1.10 sampai
2.60
-Potensial bangkrut  Z < 1.10  Z > -0.640
Sumber: review artikel
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
23
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Tabel 2
Hasil perhitungan Z-score model Altman
Perusahaan Properti dan Real Estat
di Bursa Efek Indonesia
No  Nama Perusahaan
Z-score   Rata-rata
Z-score
Prediksi
2006  2007  2008
1  Bhuwanatala Indah P. Tbk  -6.90  -7.09  -12.69  -8.89  Bangkrut
2
Bintang Mitra Semestaraya
Tbk
11.47
198.
03
25.36  78.29  Tidak bangkrut
3  Bukit Darmo Properti Tbk  0.01  9.13  4.16  4.43  Tidak bangkrut
4  Ciputra Development Tbk  5.32
10.4
9
5.88  7.23  Tidak bangkrut
5  Ciputra Surya Tbk  6.83  7.60  6.05  6.83  Tidak bangkrut
6  Cowell Development Tbk  0.86  4.08  5.12  3.35  Tidak bangkrut
7  Duta Pertiwi Tbk  2.37  1.80  3.32  2.50  Daerah rawan
8  Fortune Mate Indonesia. Tbk  2.29  1.05  -0.69  0.88  Bangkrut
9  Global Land Dev’ Tbk  10.29  2.26  5.90  6.15  Tidak bangkrut
10  Indonesia Prima P Tbk.  -4.55  -4.47  -5.29  -4.77  Bangkrut
11  Intiland Development Tbk  -1.25  1.40  1.11  0.42  Bangkrut
12  Jakarta Int’ Hotel Tbk  0.39  -0.35  -0.17  -0.04  Bangkrut
13  Kawasan Ind. Jababeka Tbk  8.46  1.97  0.14  3.52  Tidak bangkrut
14  Laguna Cipta Griya Tbk  -0.99
12.5
1
10.39  7.30  Tidak bangkrut
15  Modernland Realty Tbk  -0.09  0.99  0.84  0.58  Bangkrut
16  New Century Dev’ Tbk  -9.72
-13.5
0
-10.69  -11.30  Bangkrut
17  Pakuwon Jati Tbk  -0.01  0.56  0.58  0.38  Bangkrut
18  Panca Wiratama Sakti Tbk
-11.75
-14.3
6
-15.54  -13.88  Bangkrut
19  Perdana Gapuraprima Tbk  2.28  4.27  4.08  3.54  Tidak bangkrut
20  Pudjiadi Prestige Ltd Tbk  5.01  6.91  8.59  6.83  Tidak bangkrut
21  Royal Oak Development Asia
Tbk
39.59
25.5
4
12.14  25.75  Tidak bangkrut
22  Sentul City Tbk  7.02
14.4
2
8.74  10.06  Tidak bangkrut
23  Summarecon Agung Tbk  3.22  1.51  0.59  1.78  Daerah rawan
24  Suryainti Permata Tbk  13.13  5.11  3.55  7.26  Tidak bangkrut
25  Suryamas Duta Makmur Tbk  -5.23  -4.94  -0.51  -3.56  Bangkrut
Sumber : data diolah
24
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
Tabel 3
Hasil perhitungan Z-score Model Foster
Perusahaan Properti dan Real Estat
di Bursa Efek Indonesia
No  Nama Perusahaan
Z-score   Rata-rata
Z-score
Prediksi
2006  2007  2008
1  Bhuwanatala Indah P. Tbk  -3.84  -0.81  -6.29  -3.65  Bangkrut
2  Bintang Mitra Semestaraya Tbk
-589.5
8
701.5  3,354.9  1,155.62
Tidak
bangkrut
3  Bukit Darmo Properti Tbk  12.92  29.71  1.66  14.77
Tidak
bangkrut
4  Ciputra Development Tbk  5.87  10.76  23.10  13.24
Tidak
bangkrut
5  Ciputra Surya Tbk
130.8
0
106.5
9
62.14  99.84
Tidak
bangkrut
6  Cowell Development Tbk  0.60  1.23  1.27  1.03
Tidak
bangkrut
7  Duta Pertiwi Tbk  -0.38  -0.02  -0.18  -0.19
Tidak
bangkrut
8  Fortune Mate Indonesia. Tbk  2.81  1.33  -6.54  -0.80  Bangkrut
9  Global Land Dev’ Tbk  0.38  -2.97  -14.03  -5.54  Bangkrut
10
Indonesia Prima P Tbk.  0.04  0.77  -1.94  -0.38
Tidak
bangkrut
11  Intiland Development Tbk  1.03  0.87  0.69  0.86
Tidak
bangkrut
12  Jakarta Int’ Hotel Tbk  -3.58  -3.04  -2.10  -2.91  Bangkrut
13  Kawasan Ind. Jababeka Tbk  2.46  0.05  -0.43  0.69
Tidak
bangkrut
14  Laguna Cipta Griya Tbk  1.93  1.92  -70.34  -22.16  Bangkrut
15  Modernland Realty Tbk  -1.67  1.20  0.67  0.07
Tidak
bangkrut
16  New Century Dev’ Tbk
146.8
1
-89.59
-1,202.8
5
-381.87  Bangkrut
17  Pakuwon Jati Tbk  7.17  0.86  0.44  2.82
Tidak
bangkrut
18  Panca Wiratama Sakti Tbk
-16.85
-3.12  -5.00  -8.32  Bangkrut
19  Perdana Gapuraprima Tbk  0.89  1.01  0.41  0.77
Tidak
bangkrut
20  Pudjiadi Prestige Ltd Tbk  -1.66  1.48  1.00  0.27
Tidak
bangkrut
21  Royal Oak Development Asia
Tbk
63.67
-14.86
-11.31  12.50
Tidak
bangkrut
22  Sentul City Tbk  3.51  24.58  -3.09  8.33
Tidak
bangkrut
23  Summarecon Agung Tbk  3.13  2.56  1.36  2.35
Tidak
bangkrut
24  Suryainti Permata Tbk  56.68  95.78  78.05  76.83
Tidak
bangkrut
25  Suryamas Duta Makmur Tbk  13.89
-12.31
-2.26  -0.22
Tidak
bangkrut
Sumber : data diolah 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
25
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Tabel 4
Hasil perbandingan prediksi dengan daftar perusahaan yang masih listing
Perusahaan Properti dan Real Estat di Bursa Efek Indonesia
No  Nama Perusahaan
Model
Altman
Model Foster
Daftar idx
watch
1  Bhuwanatala Indah P. Tbk  Bangkrut  Bangkrut  Masih terdaftar
2
Bintang Mitra Semestaraya
Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
3  Bukit Darmo Properti Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
4  Ciputra Development Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
5  Ciputra Surya Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
6  Cowell Development Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
7  Duta Pertiwi Tbk
Daerah
rawan
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
8  Fortune Mate Indonesia. Tbk  Bangkrut   Bangkrut  Masih terdaftar
9  Global Land Dev’ Tbk
Tidak
bangkrut
Bangkrut  Masih terdaftar
10  Indonesia Prima P Tbk.  Bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
11  Intiland Development Tbk  Bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
12  Jakarta Int’ Hotel Tbk  Bangkrut  Bangkrut  Masih terdaftar
13  Kawasan Ind. Jababeka Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
14  Laguna Cipta Griya Tbk
Tidak
bangkrut
Bangkrut  Masih terdaftar
15  Modernland Realty Tbk  Bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
16  New Century Dev’ Tbk  Bangkrut  Bangkrut  Masih terdaftar
17  Pakuwon Jati Tbk  Bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
18  Panca Wiratama Sakti Tbk  Bangkrut  Bangkrut  Masih terdaftar
19  Perdana Gapuraprima Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
20  Pudjiadi Prestige Ltd Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
21
Royal Oak Development Asia
Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
22  Sentul City Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
23  Summarecon Agung Tbk
Daerah
rawan
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
24  Suryainti Permata Tbk
Tidak
bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
25
Suryamas Duta Makmur
Tbk
Bangkrut
Tidak
bangkrut
Masih terdaftar
Sumber : data diolah
26
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
PERBEDAAN PENGARUH PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL TERHADAP REAKSI PASAR ANTARA PERUSAHAAN HIGHPROFILE DAN LOW-PROFILE DALAM INDEKS LQ-45 DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2009
I G N Agung Suaryana
2
Putu Norma Astyari
Universitas Udayana Denpasar
ABSTRACT
The investor reactions on company’s CSR disclosure become major
issues at the recent time. This study is aimed to  examine the differences
on CSR disclosure and its impact on market reaction by using high and
low  profile  companies  listed  on  LQ-45  index  at  Indonesia  Stock
Exchange for the period of 2009.
The  samples  were  taken  by  purposive  sampling  method.  Market
adjusted  model  and  linear  regression  were  used  to  analyze  data.
Market reaction is studied by observing 11 days of share price changes
through  company’s  annual  and  sustainability  report  for  the  period  of
February to July 2009. The study found that market is more reactive on
share price changes in high-profile companies.
Key words:   Corporate  Social  Responsibility,  Market  Reaction,  High
Profile, Low Profile
2
Alamat Korespondensi: ignasuaryana@yahoo.com
I PENDAHULUAN
Corporate  Social
Responsibilities (CSR) merupakan
sebuah  terminologi  yang  kian
semakin  populer  dalam
perkembangan  dunia  bisnis
dewasa  ini.  Visser  et  al.,  (2007),
mengartikan  CSR  sebagai  “the
formal  and  informal  ways  in
which  business  makes  a
contribution  to  improving  the
governance,  social,  ethical,  labour
and  environmental  conditions  of
the  developing  countries  in  which
they  operate,  while  remaining
sensitive  to  prevailing  religious,
historical  and  cultural  contexts”.
Apabila  diterjemahkan  dalam
bahasa  Indonesia,  CSR
merupakan  cara-cara,  baik
formal  maupun  non-formal,  dari
sebuah  institusi  bisnis  untuk
memberikan  kontribusi  dalam
hal  peningkatan  governance,
sosial,  etika,  pekerja  dan  kondisi
lingkungan  tempat  bisnis
tersebut  beroperasi  bersamaan
dengan  menjaga  sensitivitas
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
27
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
konteks  agama,  sejarah  dan
budaya.
Penelitian  ini  akan  berfokus
pada  reaksi  eksternal,  yaitu
reaksi  pasar  saat  mengetahui
suatu  perusahaan  telah
mengungkapkan  tanggung  jawab
sosial.  Komparasi  pengaruh
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  terhadap  reaksi  pasar
antara  perusahaan  high-  profile
dan  low-profile  akan  menjadi
fokus  dalam  penelitian  ini.
Roberts  (1992),  Preston  (1977)
dan  Patten  (1991)  yang  diulas
juga  dalam  Hacston  dan  Milne
(1996) menjelaskan bahwa profile
perusahaan  dibagi  menjadi  low profile  dan  high-profile
berdasarkan  visibilitas
konsumen,  risiko  politis  dan
kondisi  persaingan.  Perusahaan
dengan  tingkat  visibilitas
konsumen,  risiko  politis  dan
persaingan  yang  tinggi  tergolong
dalam  perusahaan  low-profile.
Sembiring  (2005)
mengelaborasikan  bahwa
perusahaan  high-profile
merupakan  perusahaan  yang
bergerak  di  bidang  perminyakan
dan  pertambangan,  kimia,
hutan,  kertas,  otomotif,
agrobisnis,  tembakau  dan  rokok,
makanan  dan  minuman,  media
dan  komunikasi,  kesehatan,
transportasi,  dan  pariwisata.
Perusahaan  yang  bergerak  di
bidang  tersebut  diyakini
mendapatkan  sorotan  publik
yang  cukup  besar.  Sedangkan,
perusahaan  low-profile  adalah
perusahaan  yang  bergerak  di
bidang bangunan, keuangan dan
perbankan,  suplier  peralatan
medis,  retailer,  tekstil  dan
produk  tekstil,  produk  personal,
dan  produk  rumah  tangga.
Penelitian  ini  hendak  mengkaji
pengaruh  high-profile  dan  low profile  secara  terpisah.  Kategori
ini  bertujuan  untuk  mengetahui
apakah  pengungkapan  tanggung
jawab  sosial  lebih  reaktif  pada
pasar jenis profile tertentu.
Dalam  penelitian  ini,  item
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  akan  menggunakan  acuan
Sustainable  Reporting  Guidelines
yang  diterbitkan  oleh  The  Global
Reporting  Initiative  (GRI)  pada
tahun  2006  yang  berjumlah  79
item.  Penelitian  ini  hendak
mengkaji  apakah  terjadi
perbedaan  pengaruh
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  terhadap  reaksi  pasar
terhadap  perusahaan  high-profile
dan  low -profile  yang  terdaftar
dalam  indeks  LQ-45  periode
Februari-Juli  di  Bursa  Efek
Indonesia  tahun  2009  dan  telah
mengungkapkan  tanggung  jawab
sosial  dalan  laporan  tahunan
(annual  report)  maupun  laporan
keberlanjutan  (sustainability
report).  Perusahaan  yang
terdaftar  LQ-45  adalah
perusahaan  dengan  likuiditas
dan  kapitalisasi  tertinggi.  Maka
dari  itu,  investor  akan  lebih
reaktif  terhadap  45  perusahaan
tersebut.  Selain  itu,
kemungkinan  perusahaan
menerbitkan  informasi  tanggung
jawab  sosial  akan  lebih  tinggi.
Berdasarkan  paparan  topik
mengenai  judul  di  atas,  adapun
tiga masalah pokok yang hendak
diteliti:
1.  Apakah  pengungkapan
tanggung  jawab  sosial
28
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
berpengaruh  terhadap  reaksi
pasar  pada  perusahaan  highprofile  yang  terdaftar  dalam
indeks  LQ-45  periode
Februari-Juli  di  Bursa  Efek
Indonesia tahun 2009?
2.  Apakah  pengungkapan
tanggung  jawab  sosial
berpengaruh  terhadap  reaksi
pasar  pada  perusahaan  lowprofile  yang  terdaftar  dalam
indeks  LQ-45  periode
Februari-Juli  di   Bursa  Efek
Indonesia tahun 2009?
3.  Apakah  terdapat  perbedaan
pengaruh  pengungkapan
tanggung  jawab  sosial
terhadap  reaksi  pasar  pada
perusahaan  high-profile  dan
low-profile  yang  terdaftar
dalam  indeks  LQ-45  periode
Februari-Juli  di  Bursa  Efek
Indonesia tahun 2009?
II   KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Pertanggungjawaban Sosial
Menurut  Darwin  (2004),
pertanggungjawaban  sosial  atau
Corporate  Social  Responsibility
(CSR)  adalah  mekanisme  bagi
suatu  organisasi  untuk  secara
sukarela  mengintegrasikan
perhatian  terhadap  lingkungan
dan  sosial  ke  dalam  operasi  dan
interaksinya  dengan
stakeholders,  yang  melebihi
tanggung  jawab  organisasi  di
bidang  hukum.
Pertanggungjawaban  sosial
perusahaan  diungkapkan  di
dalam  laporan  yang  disebut
sustainability  reporting.
Sustainability  Reporting  adalah
pelaporan  mengenai  kebijakan
ekonomi,  lingkungan  dan  sosial,
pengaruh  dan  kinerja  organisasi
dan produknya di dalam konteks
pembangunan  berkelanjutan
(sustainable development).
2.2  Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial
Akuntansi
pertanggungjawaban  sosial
(social  responsibility  accounting)
didefinisikan  sebagai  proses
seleksi  variabel-variabel  kinerja
sosial  tingkat  perusahaan,
ukuran  dan  prosedur
pengukuran,  yang  secara
sistematis  mengembangkan
informasi  yang  bermanfaat
untuk  mengevaluasi  kinerja
sosial  perusahaan  dan
mengkomunikasikan  informasi
tersebut  kepada  kelompok  sosial
yang  tertarik,  baik  di  dalam
maupun di luar perusahaan.
2.3  Perusahaan High-Profile
dan Low-Profile
Preston  (1977)  dalam
Hackston  dan  Milne  (1996)
mengatakan  bahwa  perusahaan
yang  memiliki  aktivitas  ekonomi
yang  memodifikasi  lingkungan,
lebih  mungkin  mengungkapkan
informasi  mengenai  dampak
lingkungan  dibandingkan
industri yang  lain.  Hackston  dan
Milne  (1996)  mengatakan  bahwa
perusahaan  yang  berorientasi
pada  konsumen  diperkirakan
memberikan  informasi  mengenai
pertanggungjawaban  sosial
karena  hal  ini  akan
meningkatkan image  perusahaan
dan  mempengaruhi  penjualan.
Hackston  dan  Milne  (1996),
mendefinisikan perusahaan high-
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
29
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
profile  sebagai  perusahaan  yang
memiliki  consumer  visibility,
tingkat  risiko  politik  dan  tingkat
kompetisi  yang  tinggi.
Kebalikannya,  perusahaan  lowprofile  didefinisikan  sebagai
perusahaan  yang  memiliki
tingkat  consumer  visibility  dan
political visibility yang rendah.
Adapun  perusahaan  yang
tergolong  dalam  perusahaan
high-profile  pada  umumnya
mempunyai  sifat:  memiliki
jumlah  tenaga  kerja  yang  besar,
dalam  proses  produksinya
mengeluarkan  residu,  seperti
limbah  cair  dan  polusi  udara
(Ayuna,  2008).  Kategori  lowprofile  dikategorikan  sebagai
industri  yang  kurang  sensitif
terhadap  terjadinya  kerusakan
lingkungan.  Variabel  tipe
industri  dapat  digunakan  oleh
Gao  et  al.  (2005)  dan  Curuk
(2009) untuk menjelaskan variasi
pengungkapan  sosial  dan
lingkungan.  Masing-masing
industri  memiliki  karateristik
yang  berbeda,  memiliki  tingkat
risiko  hubungan  dengan
masyarakat  yang  berbeda,
potensi  pertumbuhan  yang
berbeda,  kesempatan
penyerapan  tenaga  kerja,  tingkat
kompetisi,  dan  tingkat  intervensi
pemerintah yang berbeda (Gao et
al., 2005).
2.4 Teori Sinyal
Teori  sinyal  membahas
mengenai  dorongan  perusahaan
untuk  memberikan  informasi
kepada  pihak  eksternal.
Dorongan  tersebut  disebabkan
karena  terjadinya  asimetri
informasi  antara  pihak
manajemen  dan  pihak  eksternal.
Untuk  mengurangi  asimetri
informasi  maka  perusahaan
harus mengungkapkan informasi
yang  dimiliki,  baik  informasi
keuangan  maupun  non
keuangan.  Salah  satu  informasi
yang  wajib  untuk  diungkapkan
oleh  perusahaan  adalah
informasi  tentang  tanggung
jawab  sosial  perusahaan  atau
corporate  social  responsibility.
Informasi ini dapat dimuat dalam
laporan  tahunan  perusahaan
atau  laporan  sosial  perusahaan
terpisah.  Perusahaan  melakukan
pengungkapan  corporate  social
responsibility  dengan  harapan
dapat  meningkatkan  reputasi
dan nilai perusahaan (Rustiarini,
2010).
2.5  Pendekatan  Informasi
untuk Decision Usefullness
Pemakai  laporan  keuangan
utama  dalah  investor,  calon
investor,  kreditor,dan  calon
kreditor.  Penyusunan  laporan
keuangan  harus  memahami
kebutuhan  investor  rasional  dan
investor yang menghindari risiko.
Investor membutuhkan informasi
untuk  pengambilan  keputusan
investasi  yaitu  memperkirakan
return  sekuritas  dan  risiko  dari
return  yang  diharapkan.  Laporan
keuangan  harus  dapat
memberikan  informasi  untuk
memprediksi  kinerja  perusahaan
di masa depan atau memprediksi
kinerja  investasi  di  masa  depan
(Scott, 2009).
30
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
2.6  General  Reporting
Initiative
Standar  pengungkapan  CSR
yang  berkembang  di  Indonesia
adalah  merujuk  standar  yang
dikembangkan  oleh  Global
Reporting  Initiatives  (GRI).  Ikatan
Akuntan  Indonesia,
Kompartemen  Akuntan
Manajemen  (IAI-KAM)  atau
sekarang dikenal Ikatan Akuntan
Manajemen  Indonesia  (IAMI)
merujuk  standar  yang
dikembangkan  oleh  GRI  dalam
pemberian  penghargaan
Indonesia  Sustainability  Report
Award  (ISRA)  kepada
perusahaan-perusahaan  yang
ikut  serta  dalam  membuat
laporan  keberlanjutan  atau
sustainability report. Standar  GRI
dipilih  karena  memfokuskan
pada  standar  pengungkapan
berbagai  kinerja  ekonomi,  sosial
dan  lingkungan  perusahaan
dengan  tujuan  untuk
meningkatkan  kualitas,  rigor,
dan  pemanfaatan  sustainability
reporting (Sinaga, 2011).
2.7  Penelitian Sebelumnya
Sembiring  (2005)  meneliti
tentang  hubungan  karakteristik
perusahaan  dan  pengungkapan
tanggung  jawab  sosial  pada
perusahaan  yang  tercatat  di
Bursa  Efek  Jakarta  2002.
Variabel  bebas  yang  digunakan
adalah  size  perusahaan,
profitabilitas,  profil  industri,
ukuran  dewan  komisaris,  dan
leverage,  sedangkan
pengungkapan  informasi  sosial
sebagai  variabel  terikat.  Hasil
dari  penelitian  ini  menemukan
bahwa  size  perusahaan,  profil,
dan  ukuran  dewan  komisaris
berpengaruh  positif  terhadap
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  perusahaan,  sedangkan
profitabilitas dan tingkat leverage
tidak  berpengaruh  terhadap
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  perusahaan.  Teknik
analisis  yang  digunakan  adalah
regresi linear berganda.
Rustiarini  (2010)  meneliti
tentang  pengaruh  corporate
governance  pada  hubungan
corporate social responsibility dan
nilai  perusahaan.  Hasil
penelitian  ini  memberikan  arti
bahwa para investor di Indonesia
telah  mempertimbangkan
laporan  tanggung  jawab  sosial
perusahaan  sehingga  kebutuhan
akan  informasi  tanggung  jawab
sosial  merupakan  salah  satu
bahan  pertimbangan  dalam
pengambilan  keputusan
investasi.  Apabila  perusahaan
memiliki  kinerja  sosial  dan
lingkungan  yang  baik,  maka
akan  muncul  kepercayaan  dari
investor sehingga direspon positif
melalui  peningkatan  harga
saham  perusahaan  yang
bersangkutan.
Penelitian  mengenai
penggunaan  informasi  tanggung
jawab  sosial  dan  lingkungan
dalam  pengambilan  keputusan
investasi  telah  dilakukan  oleh
beberapa  peneliti  dengan
pendekatan  survey,
eksperimental,  dan  penelitian  di
pasar  modal  seperti  Alexander
dan  Buchloz  (1978),  Milne  dan
Chan  (1999),  Aerth  et  al.  (2008),
Smith  et  al.  (2010),  Ghoul  et  al.
(2011),  Lutfi  (2001),  Indah
(2001),  Rasmiati  (2002)  dalam
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
31
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Zuhroh  dan  Sukmawati  (2003),
Mirfazli  dan  Nurdiono  (2007)
dalam  Wulandari  (2010)  dan
Titisari (2010).
Mirfazli  dan  Nurdiono  (2007)
dalam  Wulandari  (2010)  meneliti
tentang  evaluasi  pengungkapan
informasi  pertanggungjawaban
sosial  pada  laporan  tahunan
perusahaan  dalam  kelompok
aneka  industri  yang  go  public  di
Bursa  Efek  Jakarta,  dengan
periode  penelitian  laporan
tahunan  tahun  2004  dengan
menggunakan  metode  purposive
judgement  sampling.  Hasil  dari
penelitian  ini  diketahui  bahwa
terdapat  perbedaan  yang  cukup
signifikan  dalam  penyajian
jumlah  pengungkapan  sosial
seluruh  tema  antara  perusahaan
dalam  kelompok  aneka  industri
high-profile  dengan  perusahaan
dalam  kelompok  aneka  industri
low-profile.  Teknik  analisis  yang
digunakan  adalah  uji  beda  ratarata.
Secara  umum  seluruh  hasil
penelitian  mendukung  dugaan
awal  bahwa  informasi  tanggung
jawab  sosial  dan  lingkungan
dipertimbangkan  untuk
pengambilan  keputusan
investasi.  Zuhroh  dan
Sukmawati  (2003)  menunjukkan
bahwa  pengungkapan  sosial
dalam  laporan  tahunan
perusahaan  berpengaruh
terhadap  volume  perdagangan
saham  bagi  perusahaan  yang
masuk  kategori  high-profile.  Lutfi
(2001),  Indah  (2001),  dan
Rasmiati  (2002)  dalam  Zuhroh
dan  Sukmawati  (2003)  tidak
menemukan  hubungan  yang
signifikan  antara  pengungkapan
sosial  dengan  volume
perdagangan  saham  seputar
publikasi  laporan  keuangan.
Penemuan  ini  juga  mendukung
temuan  Alexander  dan  Buchloz
(1978)  yang  tidak  menemukan
hubungan  signifikan  antara
tingkat  CSR  dan  kinerja  pasar
saham  yang  diukur dengan  ratarata return.
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan  atas  landasan
teori  dan  kajian  hasil  penelitian
sebelumnya,  maka  hipotesis
yang  diajukan  dalam  penelitian
ini adalah:
H1:  Pengungkapan  tanggung
jawab  sosial  berpengaruh
signifikan  terhadap  reaksi
pasar  pada  perusahaan
high-profile  yang
mengungkapkan  informasi
tanggung jawab sosial.
H2:  Pengungkapan  tanggung
jawab  sosial  berpengaruh
signifikan  terhadap  reaksi
pasar  pada  perusahaan
low-profile  yang
mengungkapkan  informasi
tanggung jawab sosial
H3:  Terdapat  perbedaan
pengaruh  tanggung  jawab
sosial terhadap reaksi pasar
antara  perusahaan  highprofile  dan  low-profile  yang
mengungkapkan  informasi
tanggung jawab sosial.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan  di
PT.  Bursa  Efek  Indonesia  (BEI)
dengan  mengakses  website  BEI
yaitu  www.idx.co.id  dan  situs
perusahaan-perusahaan  yang
32
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
terdaftar  dalam  indeks  LQ-45
periode  Februari  –  Juli  2009.
Obyek  penelitian  ini  adalah
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  pada  perusahaanperusahaan yang terdaftar dalam
indeks  LQ-45  di  Bursa  Efek
Indonesia periode Februari  –  Juli
2009,  yang  menerbitkan  laporan
tahunan per 31 Desember 2009.
3.2   Definisi Operasional
Variabel
Definisi  operasional  variable
penelitian  ini  adalah
Pengungkapan  informasi
tanggung  jawab  sosial.
Pengungkapan  informasi
tanggung  jawab  sosial
merupakan  mekanisme  bagi
suatu  organisasi  untuk  secara
sukarela  (voluntarily
responsibility)  mengintegrasikan
perhatian  terhadap  lingkungan
dan  sosial  ke  dalam  operasinya
dan  interaksinya  dengan
stakeholders,  yang  melebihi
tanggung  jawab  organisasi
dibidang hukum.
Adapun  rumus  perhitungan
CSRI adalah:
j
j
j
n
x
CSRI


……………(1)
Keterangan:
j
CSRI
=  corporate  social
responsibility  index
perusahaan j
 j
x
=  jumlah  item  yang
diungkapkan  oleh
perusahaan j
j
n
=   jumlah  item  maksimum
untuk  perusahaan  j,
j
n
≤ 79
3.3 Reaksi Pasar
Reaksi  pasar  diproksikan
dengan abnormal return. Variabel
yang  diuji  meliputi  Cumulative
Abnormal  Return  (CAR)  pada
setiap peristiwa dari keseluruhan
sampel  dengan  jendela
pengamatan  (event  window)  11
hari  di  sekitar  hari  peristiwa
publikasi  laporan  keuangan,
yang  terdiri  dari  5  hari  sebelum
hari  peristiwa  publikasi  (t-5),
hari  peristiwa  publikasi,  serta  5
hari  sesudah  peristiwa  publikasi
(t+5).  Pemilihan  jendela
pengamatan  selama  11  hari
karena  periode  tersebut
merupakan waktu yang biasanya
dipakai  dalam  penelitianpenelitian  dengan  menggunakan
CAR.
3.4  Perusahaan  high-profile
dan low-profile
Dummy  variable  akan
digunakan  untuk
mengklasifikasikan  perusahaan
high-profile  dan  low-profile.
Perusahaan  high-profile
didefinisikan sebagai perusahaan
yang memiliki consumer visibility,
tingkat  resiko  politik  dan  tingkat
kompetisi  yang  tinggi.
Perusahaan  low-profile
didefinisikan sebagai perusahaan
yang  memiliki  tingkat  consumer
visibility  dan  political  visibility
yang rendah.
3.5 Teknik Analisis Data
Metode  statistic  yang
digunakan  untuk  menguji
hipotesis  adalah  regresi
sederhana  dapat  dilakukan
dengan  menggunakan  uji
signifikan parameter individual. 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
33
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Pengujian  hipotesis  pertama
menggunakan persamaan:
     
  profile high profile high
CSRI CAR
1
.(2)
Pengujian  Hipotesis  kedua
menggunakan persamaan:
     
  profile low profile low
CSRI CAR
2
.(3)
Pengujian  Hipotesis  ketiga
menggunakan persamaan:
ε Di CSRI β Di β CSRI β α CAR
3 2 1      
.(4)
IV.   HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Penelitian  ini  dimaksudkan
untuk  mengetahui  terdapat
tidaknya  perbedaan  pengaruh
jumlah  pengungkapan  tanggung
jawab  sosial  terhadap  reaksi
pasar  antara  perusahaan  highprofile  dan  perusahaan  lowprofile  pada  perusahaan  yang
termasuk  dalam  indeks  LQ-45 di
Bursa  Efek  Indonesia  tahun
2009.  Berdasarkan  data  pada
laporan  keuangan  masingmasing  perusahaan  dan
beberapa  data  yang  telah  diolah,
dapat disajikan gambaran umum
variabel  penelitian  (reaksi  pasar
dan  pengungkapan  informasi
tanggung jawab sosial).
Pengujian  hipotesis  1
bertujuan  untuk  mengetahui
apakah  pengungkapan  tanggung
jawab  sosial  berpengaruh
terhadap  reaksi  pasar  pada
perusahaan  high-profile.
Berdasarkan  hasil  analisis
menunjukkan  bahwa  Corporate
Social  Responsibility  (CSR)
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  reaksi  pasar.
Dengan demikian H1 diterima.
Hasil  pengujian  hipotesis  2
adalah  pengaruh  pengungkapan
tanggung  jawab  sosial  terhadap
reaksi  pasar  perusahaan  lowprofile  tidak  didukung  oleh  bukti
empiris  walaupun  memiliki
unstandardized coefficient  positif.
Variabel  CSRI  tidak  berpengaruh
karena  perusahaan  yang
tergolong  perusahaan  low-profile
memiliki  risiko  sosial  dan
lingkungan  yang  renda.  Hal  ini
dapat  menyebabkan  investor
kurang  memperhatikan  CSR
dalam  pengambilan  keputusan
berinvestasi  pada  suatu
perusahaan low-profile.
Hasil  pengujian  hipoteisi  3
adalah  tidak  ada  pengaruh
variabel  interaksi  terhadap
reaksi  pasar.  Hasil  data  statistik
SPSS  mengindikasikan  bahwa
tidak  terjadi  perbedaan  yang
signifikan  antara  pengaruh
pengungakapan  tanggung  jawab
sosial  terhadap  reaksi  pasar
pada  perusahaan  dengan
kategori  high-profile  dan  low profile.  Walaupun  tidak  ada
perbedaan  yang  signifikan,
koefisien  variabel  interaksi
adalah  positif,  sebesar  0,108,
mengindikasikan  bahwa
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  pada  perusahaan  highprofile  lebih  berpengaruh
terhadap  reaksi  pasar  jika
dibandingkan  dengan
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  pada  perusahaan  low profile.
34
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
V.   KESIMPULAN,
KETERBATASAN, DAN
SARAN
Berdasarkan  pembahasan
hasil  penelitian  dapat  ditarik
kesimpulan  bahwa  CSR
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  reaksi  pasar
pada  perusahaan  high-profile
yang termasuk dalam indeks LQ-45  di  Bursa  Efek  Indonesia
tahun  2009,  pada  taraf  nyata  5
persen.  CSR  berpengaruh  positif
dan  tidak  signifikan  terhadap
reaksi  pasar  pada  perusahaan
low-profile  yang  termasuk  dalam
indeks  LQ-45  di  Bursa  Efek
Indonesia  tahun  2009,  pada
taraf  nyata  5  persen.  Tidak
terdapat  perbedaan  yang
signifikan  antara  pengaruh
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  terhadap  reaksi  pasar
antara  perusahaan  high-profile
dan  low-profile  yang  termasuk
dalam  indeks  LQ-45  di  Bursa
Efek Indonesia tahun 2009, pada
taraf  nyata  5  persen  pada  taraf
nyata 5 persen.
Penelitian  ini  menggunakan
hanya  menggunakan  indek  LQ-45  dibursa  efek  Indonesia  tahun
2009.  Saran  yang  diberikan
adalah  untuk  pihak  Investor
diharapkan  dapat  lebih
mempertimbangkan
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  acuan  untuk  menanam
modal.  Hai  ini  berguna  untuk
meyakinkan  investor  bahwa
perusahaan mampu bertanggung
jawab  atas  dampak  positif  dan
negatif  dari  kegiatan  operasional
perusahaan,  serta  perusahaan
mampu  memastikan
keberlanjutan perusahaan untuk
periode  selanjutnya.  Bagi  Pihak
Manajemen  Perusahaan,
Manajemen  perusahaan
diharapkan  dapat
mengungkapkan  tanggung  jawab
sosial  secara  rinci  dan  sesuai
dengan  aturan  General  Reporting
Initiatives. Hal ini berguna untuk
memudahkan  para  stakeholders
dalam  mengakses  informasi
tentang  tanggung  jawab
perusahaan.  Bagi  Penelitian
Selanjutanya  disarankan  dapat
menggunakan  jumlah
perusahaan  yang  lebih  banyak
sebagai  sampel  untuk  dapat
mencapai  hasil  yang  lebih
representatif  dan  meyakinkan.
Karena  persebaran  data  CAR
sebagai  proksi  atas  reaksi  pasar
terlalu  luas,  ada  baiknya  proksi
reaksi  pasar  dapat  diganti
menjadi  nilai  perusahaan  dan
menggunakan  Tobins  Q  sebagai
proksinya.  Penilaian  CSR  Index
dalam  penelitian  ini  maih
terdapat  unsure  subjektifitas
peneliti.  Diharapkan  pada
penelitian  selanjutnya,
pengukuran CSR  Index  diberikan
bobot  agar  lebih  objektif.  Ada
baiknya  pula  apabila  kualitas
pengungkapan  dapat  menjadi
bahan  penelitian  dalam
penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aerths,  W.,  Cornier  D.,  &
Magnan  M.  2008.  Corporate
Environmental  Disclosure,
Financial Market and Media:
An  International  Perspective.
Ecological  Economics,  64,
643-659. 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
35
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Anggraini,  Fr  Reni  Retno.  2006.
Pengungkapan  Informasi
Sosial  dan  Faktor-Faktor
yang  Mempengaruhi
Pengungkapan  Informasi
Sosial  dalam  Laporan
Keuangan  Tahunan  (Studi
Empiris  pada  PerusahaanPerusahaan  yang  terdaftar
Bursa  Efek  Jakarta).  Dalam
Symposium  Nasional
Akuntansi 9.
Alexander  GJ  dan  Buchloz  RA.
1978.  Corporate  Social
Responsibility  and  Stock
Market  Performance.  Dalam
Jurnal  The  Academy  of
Management  Journal  21  (3):
479-486.
Ayuna,  Nisya  Nur.  2008.  Praktek
Pengungkapan  Sosial  Pada
Laporan  Tahunan
Perusahaan  di  Indonesia,
Skripsi.  Sarjana  Program
Ekstensi  Fakultas  Ekonomi
Universitas  Diponegoro,
Semarang.
Bhagat  Sanjai.  2001.  Event
Studies and The Law, Part I:
Technique  and  Corporate
Litigation.  Dalam  Jurnal
SSRN  id268283  Yale
International  Center  for
Finance  Working  Paper
No.00-31.
Belkaoui,  Ahmen  Rihai.  2001.
Teori  Akuntansi  Edisi
Empat.  Jakarta:  Salemba
Empat.
Binsar  H.  Simanjuntak  dan  Lusi
Widiastuti.  2004.  FaktorFaktor  yang  Mempengaruhi
Kelengkapan  Pengungkapan
Laporan  Keuangan  pada
Perusahaan  Manufaktur
yang  Terdaftar  di  Bursa
Efek  Jakarta.  Dalam  Jurnal
Riset  Akuntansi  Indonesia
Vol 7. No. 3. Hal. 251-366.
Chang, L.S. Most, and C.W Blain.
1983.  The  Utility  of  Annual
Report:  An  International
Study.  Dalam  Journal  of
International  Bussiness
Studies, Spring pp. 63-84.
Crowther,  D.,  &  Martinez,  E.  O.
2007.  Current  Debates  in
Corporate  Social
Responsibility:  An  Agenda
for  Research.  Issues  in
Social  Environmental
Accounting, I (1), 26-29.
Curuk,  T.  2009.  An  Analysis  of
Companies  Complience  with
the  EU  Disclosure
Requirements  and  Corporate
Characteristics  Influencing
It:  A  Case  Study  of  Turkey.
Dalam  Critical  Perspective
on  Accounting,  20,  635-650.
Darmadji,  Tjiptono.  2001.  Pasar
Modal  di  Indonesia
Pendekatan  Tanya  Jawab.
Jakarta: Salemba Empat.
Darwin,  Ali.  2006.  Akuntabilitas,
Kebutuhan,  Pelaporan,dan
Pengungkapan  CSR  bagi
Perusahaan  di  Indonesia.
Dalam  Economy  Bussiness
Accounting  Review  Edisi  III.
Hal 83.
36
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
Dahlia,  Lely  dan  Sylivia  Veronica
Siregar.  2008.  Pengaruh
Corporate  Social
Responsibility  Terhadap
Kinerja  Perusahaan.  Dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi XI Pontianak.
Edwin  Mirfazli  dan  Nurdiono.
2007.  Evaluasi
Pengungkapan  Informasi
Pertanggungjawabab  Sosial
pada  Laporan  Tahunan
Perusahaan  dalam
Kelompok  Aneka  Indusri
yang  Go  Publik  di  Bursa
Efek  Jakarta.  Dalam  Jurnal
Akuntansi  dan  Keuangan
Vol. 12, No. 1, Januari
Fama, E.F. 1970. Efficient Capital
Markets: A Review of Theory
and  Empirical  Work.  Dalam
Journal of Finance 25, 383-417.
Fiori.  G,  Donato  F,  dan  Izzo  M.
2007.  Corporate  Social
Responsibility  and  Firms
Performance,  An  Analysis
Italian  Listed  Companies.
www.sssrn.com  (tanggal
akses 27 April 2011).
Gao,S.S.  Heravi  &  Xiao,  J.Z.
2005.  Determinants  of
Corporate  Social  and
Environmental  Reporting  in
Hong  Kon:  A  Research  Note.
Dalam  Accounting  Forum,
29, 233-242.
Ghoul,  S.E.,  Guedhami,  O.,
Kwok,  C.C.  &  Mishra,  D.R.
2011.  Does  Corporate  Social
Responsibility  Affect  the
Cost Capital. Dalam Journal
of  Banking  and  Finance,  1-12.
Global  Reporting  Initiatives.
2006.  Sustainability
Reporting Guidelines. 2006
Gray  R.  Kouhy  R  dan  Lavers  S.
1995.  Corporate  Social  and
Environmental  Reporting:  A
Review  of  the  Literatur  and
a  Longitudinal  Study  of  UK
Disclosure.  Dalam  Jurnal
Accounting,  Auditing  and
Accountability  8  (2):  78-101.
Gujarati,  Damodar.  2006.  DasarDasar  Ekonometrika.
Erlangga: Jakarta.
Guthrie,  J.  dan  Parker,  L.D.
1990.  Corporate  Social
Disclosure  Practice:  A
Comparative  International
Analysis.  Dalam  Jurnal
Advances  in  Public  Interest
Accounting.  Vol  3,  pp  159-175.
Hackston,  David  dan  Milne,
Marcus  J.  1996.  Some
Determinants  of  Social  and
Environmental  Disclosures
In  New  Zealand  Companies.
Dalam  Accounting,
Auditing,  and
Accountability  Journal,  Vol
9, No 1, pp. 77-108.
Haniffa  dan  Cooke.  2005.  The
Impact  of  Culture  and
Governance  on  Corporate
Social  Reporting.  Dalam
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
37
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Journal  of  Accounting  and
Public Policy 24, 391-430.
Hartanti,  Dwi.  2006.  Makna
Corporate  Social
Responsibility:  Sejarah  dan
Perkembangannya  Dalam
Economy  Bussiness
Accounting  Review  Edisi
III.Hal 113
Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori
Portfolio dan Analisis
Investasi. Edisi Kedua.
Yogyakarta: BPFE
Hendriksen, Eldon S. 1982. Teori
Akuntansi  Edisi  Keempat.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Henny  dan  Murtanto.  2001.
Analisis  Pengungkapan
Sosial  pada  Laporan
Tahunan.  Dalam  Media
Riset  Akuntansi,  Auditing
dan  Informasi  Vol  1,  no  2,
hal 21-48
Jogiyanto,  H.M.  2000.  Teori
Portfolio  dan  Analisis
Investasi.  Edisi  Pertama,
Yogyakarta: BPFE
Jogiyanto, H.M. 2004.  Metodelogi
Penelitian  Bisnis:  Salah
Kaprah  dan  PengalamanPengalaman.  Yogyakarta:
BPFE.
Junaedi,  Dedi.  2005.  Dampak
Tingkat  Pengungakapan
Informasi  Perusahaan
terhadap Volume dan Return
Saham:  Penelitian  Empiris
terhadap  PerusahaanPerusahaan  yang  Tercatat
di  Bursa  Efek  Jakarta.
Dalam  Jurnal  Akuntansi
dan  Keuangan  Indonesia  2
(2): 1-28
Milne,  M.J.  &  Chan,  C.C.  1999.
Narative  Corporate  Social
Disclosure:  How  Much  of  a
Difference  Do  They  Make  to
Investment  Decision
Making?  Dalam  British
Accounting  Review,  31,
439-457.
Naser,  K.  Al-Hussaini,  A.  AlKwari,  D.  &  Nuseibeh,  R.
2006.  Determinants  of
Corporate  Social  Disclosure
in Developing Countries: The
Case  of  Qatar.  Dalam
Jurnal  Advance  in
International  Accounting,
19, 1-23
Rawi  &  Muchlish,  Munawar.
2010.  Kepemilikan
Manajemen,  Kepemilikan
Institusi,  Levarage  dam
Corporate  Social
Responsibility.  Dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi XIII, Purwokerto.
Rustiarini,  Ni  Wayan.  2010.
Pengaruh  Corporate
Governance pada Hubungan
Corporate  Social
Responsibility  dan  Nilai
Perusahaan.  Dalam
Symposium  Nasional
Akuntansi 13 Purwokerto.
Pambudi,  Teguh  Sri,  2006.  CEO
dan  CSR:  Antara  Citra  dan
Kepedulian.  Dalam
Economics  Business
38
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
Accounting  Review.  Edisi  III
Hal. 13
Pandji  Anoraga  dan  Piji  Pakarti.
2001.  Pengantar  Pasar
Modal.  Edisi  Revisi.
Semarang: Rineka Cipta
Sayekti,  Y  dan  Wondabio,  L.
2007.  Pengaruh  CSR
Disclosure  terhadap  Earning
Response  Coefficient  (Studi
Empiris  pada  Perusahaan
yang  Terdaftar  di  Bursa
Efek  Jakarta).  Dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi X.
Scott,  W.R.  2009.  Financial
Accounting  Theory  (5
th
Ed).
London: Prentice-Hall
Sembiring,  Eddy  Rismanda.
2005.  Karakteristik
Perusahaan  dan
Pengungkapan  Tanggung
Jawab  Sosial  dalam
Laporan  Tahunan  pada
Perusahaan  manufaktur
yang  Terdaftar  di  Bursa
Efek  Jakarta.  Dalam
Symposium  Nasional
Akuntansi Solo.
Simanjuntak,  B.H,  dan
Widiastuti  L.  2004.  FaktorFaktor  yang  Mempengaruhi
Kelengkapan  Pengungkapan
Laporan  Keuangan  pada
Perusahaan  Manufaktur
yang  Terdaftar  di  Bursa
Efek  Jakarta.  Dalam  Jurnal
Riset  Akuntansi  Indonesia.
7 (3), 351-366
Smith,  J.,  Adhikari,  A,  &
Tondkar,  R.  H.  2010.  The
Impact  of  Corporate
Disclosure  on  Investment
Behaviour:  A  Cross-National
Study.  Dalam  Journal
Accounting  Policy,  29,  177-192.
Staden  dan  Hooks.  2007.  A
Comprehensive  Comparison
of  Corporate  Environmental
Reporting  and
Responsiveness.  Dalam  The
British  Accounting  Revie  39
(2007) 197-210.
Suyana  Utama,  Made.  2000.
Buku  Ajar  Aplikasi  Analisis
Kuantitatif.  Denpasar:
Sastra Utama
Sunariyah.  2000.  Pengantar
Pengetahuan  Pasar  Modal.
Edisi  Kedua.  Yogyakarta:
UPPAMP YKPN
Titisari,  Kartika  Hendra  dkk.
2010.  Corporate
Responsibility  (CSR)  dan
Kinerja  Perusahaan.  Dalam
Symposium  Nasional
Akuntansi XIII.
Tilt.  CA.  1994.  The  Influence  of
External Pressure Groups on
Corporate  Social  Disclosure:
Some  Empirical  Evidence.
Dalam  Jurnal  Accounting,
Auditing  and  Accountability
7. (4), 56-71
Utomo. Muhamad  Muslim.  2000.
Praktik  Pengungkapan
Sosial  pada  Laporan
Tahunan  perusahaan  di
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
39
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Indonesia  (Studi
Perbandingan  antara
Perusahaan-Perusahaan
High-Profile dan Low-Profile).
Dalam  Jurnal  Simposium
Nasional Akuntansi III.
Visser  et  al.  2007.  Corporate
Social  Responsibilities  in
Management  Research:
Focus, Nature, Salience, and
Sources  of  Influence.  Dalam
Journal  of  Management
Studies 43:1.Januari 2007
Wirakusuma.  2009.  Pengaruh
Tingkat  Leverage,
Profitabilitas,  Kepemilikan
Manajerial,  Ukuran  dan
Jenis  Perusahaan  Pada
Pengungkapan  Informasi
Pertanggungjawaban  Sosial
Perusahaan  Yang  Terdaftar
di  Bursa  Efek  Indonesia
Tahun  2008.  Skripsi.
Fakultas  Ekonomi.
Universitas Udayana, Bali
Wulandari,  Agusta  Amanda.
2010.  Perbedaan  Reaksi
Pasar  Atas  Pengungkapan
Informasi  Tanggung  Jawab
Sosial  Pada  Perusahaan
Yang  Termasuk  Dalam
Indeks  LQ-45  Di  Bursa  Efek
Indonesia  Tahun  2008.
Skripsi.  Fakultas  Ekonomi.
Universitas Udayana. Bali
Zuhroh,  D  dan  Sukmawati.
2003.  Analisis  Pengaruh
Luas  Pengungkapan  Sosial
dalam  Laporan  Tahunan
Perusahaan  terhadap
Reaksi  Investor  (Studi
Empiris  pada  PerusahaanPerusahaan  High-Profile  di
BEJ).  Dalam  Simposium
Nasional  Akuntansi  VI,
1314-1341
40
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
PENGARUH EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
DAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP
KINERJA INDIVIDUAL PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM DI
KECAMATAN DENPASAR BARAT
IGA Eka Damayanthi
3
Ni Luh Made Sierrawati
Universitas Udayana Denpasar
ABSTRACT
The  implementaion  of  information  technology  shoud  be  well
maintained in any industries to make them be up dated in absorbing the
current issues. The objective of this study is to examine the impact of the
effectiveness  of  accounting  information  system  and  its  application  on
individual  performances  of  cooperative  at  Denpasar  Barat  district.  The
study  is  using  17  simpan  pinjam  cooperatives  at  Denpasar  Barat
district as its samples.
The  data  was  collected  by  interviews,  observation,  and
questionnaire  and  analyzed  by  multiple  regression  analysis.  The  result
of the study shows that both independent variables simultaneously and
partially,  positively  significant  on  individual  performances  of  simpan
pinjam cooperatives at Denpasar Barat district.
Key words:   Effectivity,  Information  System,  Individual  Performance,
Cooperative
3
Alamat Korespondensi: ekadamayanthi1025@yahoo.com
1.  PENDAHULUAN
Dewasa  ini  perkembangan
teknologi  semakin  pesat,  seiring
dengan  perkembangan  sistem
informasi  berbasis
teknologi.Teknologi  merupakan
salah  satu  penopang
keberhasilan  suatu
perusahaan/organisasi.
Perkembangan  teknologi  sistem
informasi  tidak  hanya
mempengaruhi  dunia  bisnis
tetapi  juga  dalam  bidang  lainnya
secara  perlahan-lahan  namun
pasti  menyokong  sistem
informasi  yang  sudah  ada
menjadi  lebih  handal  dan
percaya.
Sistem  informasi  akuntansi
adalah  suatu  sumber  daya
manusia dan modal dalam suatu
organisasi  yang  bertugas  dalam
menyiapkan  informasi  keuangan
dan  juga  informasi  yang
diperoleh  dari  kegiatan
pengumpulan  dan  pengolahan
transaksi  (Baridwan  2003:3).
Sistem  informasi  dapat
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
41
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
membantu  manajemen  dalam
menjalankan  fungsinya,  maupun
untuk  tujuan  perusahaan  itu
sendiri.Sistem  informasi  yang
baik  dapat  diperoleh  melalui
pengembangan  sistem  berbasis
komputer.
Penggunaan  teknologi
informasi  dalam  menunjang
sistem  informasi  membawa
pengaruh  terhadap  hampir
semua  aspek  dalam  pengelolaan
keuangan  baik  itu  perbankan
maupun  non  perbankan  seperti
pengelolaan  bisnis  atau
organisasi,  dalam  pengelolaan
koperasi  khususnya  koperasi
simpan  pinjam.  Penggunaan
teknologi  informasi  sangat
membantu  dalam  transaksi  yang
terjadi  dalam  koperasi,  baik  itu
transaksi  masukan  maupun
transaksi  keluaran.Penerapan
teknologi  informasi  pada
koperasi  hendaknya  harus
dipergunakan  dan  dikelola
dengan  baik  agar  purusahaan
atau organisasi tidak ketinggalan
dalam  meyerap  informasi.Dalam
penerapannya  informasi  tidak
hanya  dituntut  sekedar  untuk
mengetahui  tetapi  diharapkan
mampu  menguasai  informasi
tersebut.  Hal  ini  sangat  penting
karena  pihak  yang  pertama
mengetahui  informasi  yang  akan
mampu  memenangkan
persaingan  saat  ini  yang  sudah
semakin kuat.
Koperasi  Simpan  Pinjam  di
Kecamatan Denpasar Barat telah
menerapkan  sistem  informasi
akuntansi  dalam  menjalankan
usahanya.  Selama  menerapkan
sistem  informasi  akuntansi,
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan  Denpasar  Barat
sebaiknya  mengetahui  tingkat
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  yang  telah  diterapkan
tersebut.  Mengingat  betapa
pentingnya  mengetahui  tingkat
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  yang  diterapkan,
karena  dengan  mengetahui
tingkat  efektivitas  sistem
informasi  akuntansi,  koperasi
dapat  mengukur  keberhasilan
sistem  informasi  akuntansi  yang
dimiliki, apakah sistem informasi
akuntansi  yang  diterapkan
sudah  sesuai  dengan  harapan
atau  tidak.  Hal  inilah  yang
melatarbelakangi  diadakannya
penelitian  mengenai  pengaruh
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  dan  penggunaan
teknologi  informasi  terhadap
kinerja  individual  pada  koperasi
simpan  pinjam  di  Kecamatan
Denpasar Barat.
Berdasarkan  latar  belakang
masalah  yang  telah  diuraikan,
maka  yang  menjadi  masalah
pokok  dalam  penelitian  ini
adalah  “Apakah  efektivitas
sistem  informasi  akuntansi  dan
penggunaan  teknologi  informasi
berpengaruh  secara  simultan
dan  parsialterhadap  kinerja
individual  pada  koperasi  simpan
pinjam  di  Kecamatan  Denpasar
Barat?”
2.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
2.1 Pengertian Sistem
Menurut  Moscove  dalam
Jogiyanto  (2000)  sistem  adalah
suatu  kesatuan  yang  terdiri  dari
interaksi  subsistem  yang
42
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
berusaha  untuk  mencapai
tujuan  yang  sama.  Menurut
Nash  dan  Martin  dalam
Jogiyanto  (2000:2)  sistem  adalah
suatu kumpulan komponen yang
berinteraksi  membentuk  suatu
kesatuan  dan  keutuhan  yang
kompleks  didalam  tingkat
tertentu  untuk  mengejar  tujuan
yang  umum.  Widjajanto  (2001:1)
mendefinisikan  sistem  adalah
suatu yang memiliki bagian yang
saling  berinteraksi  untuk
mencapai  tujuan  tertentu
melalui tiga tahapan yaitu input,
proses,  dan  output.  Sedangkan
subsistem  atau  yang  sering
dikatakan  prosedur  adalah
bagian-bagian  yang  saling
berinteraksi  untuk  mencapai
tujuan.Menurut  Bodnar  (2000:1)
sistem  adalah  kumpulan  sumber
daya  yang  berhubungan  untuk
mencapai  tujuan  tertentu.  Hall
(2001:5)  menyatakan  sistem
adalah  sekelompok  dua  atau
lebih  komponen-komponen  yang
saling  berkaitan  atau  subsistemsubsistem  yang  bersatu  untuk
mencapai  tujuan  yang  sama.
Mulyadi  (2002:1)  mendefinisikan
sistem  adalah  sekelompok  unsur
yang  berhubungan  erat  antara
satu  dengan  yang  lainnya  yang
berfungsi  bersama-sama  untuk
mencapai tujuan tertentu.
2.2  Pengertian  Sistem
Informasi Akuntansi
Widjajanto  (2001:14)
menyatakan  sistem  informasi
akuntansi  adalah  susunan
berbagai  formulir  catatan,
peralatan,  termasuk  komputer
dan  perlengkapan  serta  alat
komunikasi  tenaga
pelaksananya,  dan  laporan
keuangan  yang  terkoordinasi
secara  erat  yang  didesain  untuk
mentransformasikan  data
keuangan  menjadi  informasi
yang  dibutuhkan
manajemen.Bodnar  (2000:1)
mendefinisikan  sistem  informasi
akuntansi  adalah  kumpulan
sumber  daya,  seperti  manusia
dan  peralatan  yang  diatur  untuk
mengubah  data  menjadi
informasi.  Menurut  Cushing
dalam  Baridwan  (2000:3)  sistem
informasi  akuntansi  adalah
suatu  set  sumber  daya  manusia
dan  modal  dalam  suatu
organisasi,  yang  bertugas  untuk
menyiapkan  informasi  keuangan
dan  juga  informasi  yang
diperoleh  dari  kegiatan  dan
pengolahan data transaksi.
2.3  Efektivitas  Sistem
Informasi Akuntansi
Handoko  (2003:7)
mengemukakan,  bahwa
efektivitas  adalah  kemampuan
untuk memilih tujuan yang tepat
atau  peralatan  yang  tepat  untuk
pencapaian  tujuan  yang  telah
ditetapkan,  menyangkut
bagaimana melakukan pekerjaan
yang  benar.  Menurut  Yamit
(1998:14)  mendefinisikan
efektivitas  merupakan  suatu
ukuran  yang  memberikan
gambaran  sejauh  mana  target
dapat dicapai dengan baik secara
kualitas  maupun  waktu,  yang
berorientasi  pada  keluaran
(output) yang dihasilkan.
Menurut  Handoko  (2003:8),
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  merupakan  suatu
ukuran  yang  memberikan
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
43
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
gambaran  sejauh  mana  target
dapat  dicapai  dari  suatu
kumpulan  sumber  daya  yang
diatur  untuk  mengumpulkan,
memproses dan menyimpan data
elektronik,  kemudian
mengubahnya  menjadi  sebuah
informasi  yang  berguna  serta
menyediakan  laporan  formal
yang  dibutuhkan  dengan  baik
secara kualitas maupn waktu.
2.4  Sistem  Informasi  Berbasis
Komputer
Bodnar  (2004:4)
mengemukakan,  bahwa  sistem
informasi  berbasis  komputer
merupakan  sekelompok
perangkat  keras  dan  perangkat
lunak  yang  dirancang  untuk
mengubah  data  menjadi  yang
bermanfaat.  Ada  beberapa  jenis
informasi  berbasis  komputer,
antara lain:
1.  Sistem  pengolahan  data
elektronik  adalah
pemanfaatan  teknologi
komputer  untuk  melakukan
pengolahan  data  transaksitransaksi  dalam  suatu
organisasi.
2.  Sistem  informasi  manajemen
menguraikan  penggunaan
teknologi  komputer  untuk
menyediakan  informasi  bagi
pengambilan keputusan para
manajer.
3.  Sistem  pendukung
keputusan  yaitu  dalam
sistem  ini  data  diproses
kedalam  format  pengambilan
keputusan  bagi  kepentingan
pemakai  akhir.  Sistem  ini
mensyaratkan  pengunaan
model-model  keputusan  dan
basis  data  khusus,  dan
benar-benar  terpisah  dari
sistem pengolahan data.
4.  Sistem  pakar  adalah  sistem
informasi  berbasis  aplikasi
tertentu  untuk  bertindak
seperti  seorang  konsultan
ahli bagi pemakainya.
5.  Sistem  informasi  eksekutif
adalah  sistem  yang  dibuat
untuk  kebutuhan
manajemen  strategi  tingkat
puncak.
6.  Sistem  informasi  akuntansi
adalah  sistem  berbasis
komputer  yang  dirancang
untk  mengubah  data
akuntansi menjadi informasi.
Ada  beberapa  jenis  informasi
berbasis komputer, antara lain:
1.  Sistem  pengolahan  data
elektronik  adalah
pemanfaatan  teknologi
komputer  untuk  melakukan
pengolahan  data  transaksitransaksi  dalam  suatu
organisasi.
2.  Sistem  informasi  manajemen
menguraikan  penggunaan
teknologi  komputer  untuk
menyediakan  informasi  bagi
pengambilan  keputusan para
manajer.
3.  Sistem  pendukung
keputusan  yaitu  dalam
sistem  ini  data  diproses
kedalam  format  pengambilan
keputusan  bagi  kepentingan
pemakai  akhir.  Sistem  ini
mensyaratkan  pengunaan
model-model  keputusan  dan
basis  data  khusus,  dan
benar-benar  terpisah  dari
sistem pengolahan data.
44
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
4.  Sistem  pakar  adalah  sistem
informasi  berbasis  aplikasi
tertentu  untuk  bertindak
seperti  seorang  konsultan
ahli bagi pemakainya.
5.  Sistem  informasi  eksekutif
adalah  sistem  yang  dibuat
untuk  kebutuhan
manajemen  strategi  tingkat
puncak.
6.  Sistem  informasi  akuntansi
adalah  sistem  berbasis
komputer  yang  dirancang
untk  mengubah  data
akuntansi menjadi informasi.
2.5 Kinerja Individual
Kinerja  individual  adalah
hasil  atau  tingkat  keberhasilan
seseorang  secara  keseluruhan
selama  periode tertentu di dalam
melaksanakan  tugaas
dibandingkan  dengan  berbagai
kemungkinan,  seperti  standar
hasil  kerja,  target  atau  sasaran
atau  kriteria  yang  telah
ditentukan  terlebih  dahulu  dan
telah  disepakati  bersama  (Fawzi,
2005).Menurut  Frgarty  dalam
Arsiwi  (2008:25)  kinerja
merupakan  sebagai  evaluasi
terhadap  pekerjaan  yang
dilakukan  melalui  atasan
langsung,  rekan  kerja,  diri
sendiri,  dan  bawahan
langsung.Kinerja dapat maju dan
mencapai  tingkat  yang  paling
baik  dengan  mengidentifikasikan
dan menganalisis aktivitas kerja.
Pencapaian  kinerja
individual  dinyatakan  berkaitan
dengan  pencapaian  serangkaian
tugas-tugas  individu  dengan
dukungan  teknologi  informasi
yang  ada.Pengukuran  kinerja
individual  ini  melihat  dampak
penerapan  teknologi  informasi
terhadap  efektivitas  penyelesaian
tugas,  membantu  meningkatkan
kinerja, dan menjadikan pemakai
lebih  kreatif  dan
produktif.Sumardiyani  dalam
Arsiwi  (2008)  mengungkapkan
bahwa  organisasi  atau
perusahaan  menanamkan
investasi  yang  besar  untuk
memperbaiki  kinerja  individual
atau  organisasi  yang  brekaitan
dengan  implementasi  teknologi
dalam  suatu  sistem  informasi.
Pengukuran  kinerja  individual
melihat  dampak  teknologi  sistem
informasi  terhadap  efektivitas
penyelesaian  tugas,  membantu
meningkatkan  kinerja  dan
menjadikan  pemakainya  lebih
produktif dan kreatif.
2.6 Pengertian Koperasi
Menurut  Baswir  (2000:1)
koperasi  adalah  suatu  bentuk
perusahaan  yang  didirikan  oleh
orang-orang  tertentu,  untuk
melaksanakan  kegiatan-kegiatan
tertentu  berdasarkan  ketentuan
dan  tujuan  tertentu
pula.Menurut  Hatta  dalam
Baswir  (2000:2)  koperasi
didirikan  sebagai  persekutuan
kaum  yang  lemah  untuk
membela  keperluan
hidupnya.Mencapai  keperluan
hidupnya  dengan  biaya  yang
semurah-murahnya,  itulah  yang
dituju.Pada  koperasi
didahulukan keperluan bersama,
bukan keuntungan.
2.7 Rumusan Hipotesis
Efektivitas  dan  pengunaan
teknologi  informasi  di
perusahaan  tidak  hanya  untuk
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
45
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
meningkatkan  efesiensi,  tetapi
juga  untuk  mendukung
terjadinya  proses  kinerja  yang
lebih  efektif.Rismawati  (2006)
dalam  penelitiannya  melalui
teknik  analisis  regresi  linear
berganda  menemukan  bahwa
efektivitas  penggunaan  dan
kepercayaan  terhadap  teknologi
sistem  informasi  berperngaruh
terhadap kinerja individual.
Dari  uraian  diatas  dapat
dirumuskan hipotesis:
H1:  Efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  dan  penggunaan
teknologi  informasi  secara
simultan  berpengaruh  positif
dan  signifikan  terhadap
kinerja  individual  pada
koperasi  simpan  pinjam  di
kecamatan Denpasar Barat.
Efektivitas  merupakan  suatu
ukuran  yang  memberikan
gambaran  seberapa  jauh  target
dapat  tercapai,  baik  secara
kualitas  maupun  waktu,
orientasinya  adalah  pada
keluaran (output) yang dihasilkan
(Yamit,  1998:14).Pengukuran
kinerja  individual  melihat
dampak  teknologi  sistem
informasi  terhadap  efektivitas
penyelesaian  tugas,  membantu
meningkatkan  kinerja  dan
menjadikan  pemakainya  lebih
produktif dan kreatif. Rismawati
(2007)  mengemukakan  bahwa
efektivitas  berpengaruh  terhadap
kinerja  individual  melalui
penggunaan  sistem  informasi.
Dari  uraian  diatas  dapat
dirumuskan hipotesis:
H2:  Efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi
simpan  pinjam  di  kecamatan
Denpasar Barat.
Kegunaan  sistem  informasi
di  perusahaan  tidak  hanya
untuk  menigkatkan  efesiensi,
tetapi  juga  untuk  mendukung
terjadinya  proses  kinerja  yang
lebih  efektif.  Secara  umum,
sistem  informasi  yang
diimplementasikan  dalam  suatu
perusahaan  atau  organisasi
seharusnya  memudahkan
pemakai  dalam  mengidentifikasi
data,  mengakses  data,  dan
seharusnya  merupakan  data
yang  terintegrasi  dari  seluruh
unit  perusahaan  (Martin  dalam
Nopariawan,  2009).  Menurut
Pranita  (2006)  melalui  model
teknik  analisis  regresi  linear
berganda  menemukan  bahwa
penggunaan  teknologi  informasi
berhubungan  positif  dengan
kinerja  individual  pada  hotelhotel  berbintang  di  Kota
Denpasar.Penelitian  yang  serupa
mengenai  pengaruh  teknologi
informasi  juga  pernah  dilakukan
oleh  Rismawati  (2007)  dengan
menggunakan  teknik  analisis
regresi  linear  berganda
menemukan  bahwa  penggunaan
teknologi sistem informasi secara
signifikan  memiliki  pengaruh
yang  positif  terhadap  kinerja
individual.  Dari  uraian  diatas
dapat dirumuskan hipotesis:
H3:  Pengunaan  teknologi
informasi  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi
46
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
simpan  pinjam  di  kecamatan
Denpasar Barat.
7.  METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan  Denpasar  Barat.
Alasan  dipilihnya  lokasi  ini
karena minimnya penelitian yang
dilakukan  pada  koperasi  simpan
pinjam  yang  telah  menggunakan
sistem  informasi  akuntansi  dan
teknologi  informasi  terutama
yang  terdapat  di  Kecamatan
Denpasar Barat.
3.2  Obyek Penelitian
Obyek  penelitian  ini  adalah
pengaruh  efektivitas  sistem
informasi  akuntansi  dan
penggunaan  teknologi  informasi
terhadap  kinerja  individual  pada
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan Denpasar Barat.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian  ini  menggunakan
data  kualitatif  berupa  struktur
organisasi  dan  job  description.
Data  kuantitatif  adalah  data
yang  berbentuk  angka-angka
dan  dapat  dinyatakan  dalam
satuan  hitung  (Sugiyono,
2007:14).  Data  yang  digunakan
dalam penelitian ini berupa  hasil
kuesioner  berupa  angka-angka
dan  jumlah  anggota  koperasi
simpan  pinjam  di  Kecamatan
Denpasar Barat.
3.3 Sumber Data
Berdasarkan  sumbernya,
data  yang  digunakan  dalam
penelitian ini adalah:
1.  Data  primer  yaitu  data
penelitian  yang  diperoleh
langsung  dari  sumbernya,
diamati,  dicatat  untuk
pertama  kalinya  (Sugiyono,
2007:129).  Data  primer
dalam  penelitian  ini
diperoleh  dari  berupa
jawaban  responden  terhadap
kuesioner  seputar  variabel
yang  dimaksud.  Setiap  item
kuesioner  berisi  pernyataan
mengenaiefektivitas  sistem
informasi  akuntansi,
penggunaan  teknologi
informasi  dan  kinerja
individual.  Pilihan  jawaban
diukur  dengan  skala  likert
(Sugiyono,  2007:86).
Pengukuran  kuesioner
dengan  skala  likert  ini
meliputi  angka  satu  sampai
empat dengan kriteria satu
2.  Data  sekunder  yaitu  sumber
data  penelitian  yang
diperoleh  secara  tidak
langsung  melalui  media
perantara,  seperti  orang  lain
atau   dokumen  (Sugiyono,
2007:129).  Data  sekunder
dalam  penelitian  ini  yaitu
gambaran  umum  koperasi
simpan  pinjam  yang  ada  di
kecamatan  Denpasar  Barat,
job  description,  dan  struktur
organisasi  koperasi  simpan
pinjam.
3.4 Metode Penentuan Sampel
Metode  penentuan  sampel
yang digunakan dalam penelitian
ini  adalah  dengan  menggunakan
teknik  non  probability
sampling.Non  probability
sampling  adalah  teknik
pengambilan  sampel  yang  tidak
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
47
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
memberikan  peluang  yang  sama
bagi  setiap  unsur  atau  anggota
populasi  untuk  dipilih  menjadi
sampel  (Sugiyono,  2007:78).
Teknik  nonprobability  sampling
yang  digunakan  pada  penelitian
ini  adalah  purposive  sampling
yaitu  metode  penentuan  sampel
dengan  pertimbangan  tertentu
yaitu:
1.  Pengguna  sistem  informasi
akuntansi  dan  teknologi
informasi  yaitu  koperasi
simpan  pinjam  yang  telah
menggunakan  teknologi  atau
sistem  informasi  akuntansi
lebih dari satu tahun.
2.  Pengguna  sistem  informasi
akuntansi  dan  teknologi
informasi  yaitu
kepala/manajerkoperasi
simpan  pinjam,  bagian
tabungan,  dan  bagian  kredit
yang  telah  bekerja  lebih  dari
satu  tahun  pada  koperasi
simpan  pinjam  di  kecamatan
Denpasar Barat.
3.  Responden  pada  penelitian
ini  adalah  kepala/manajer
koperasi  simpan  pinjam,
bagian tabungan, dan bagian
kredit  pada  koperasi  simpan
pinjam  di  kecamatan
Denpasar  Barat.  Kriteria
responden  dalam  penelitian
ini  adalah
kepalakoperasi/manajer,
bagian tabungan, dan bagian
kreditdari  koperasi  simpan
pinjam  yang  menggunakan
teknologi  informasi  sebagai
alat  bantu.  Jumlah
responden  dalam  penelitian
sebanyak 46 responden.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis ini digunakan untuk
mengetahui  pengaruh  dari
variabel  bebas  terhadap  variabel
terikat.Persamaan  regresi  yang
dihasilkan  dari  model  uji  ini
adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + ei ……...(1)
Keterangan:
Y  =  kinerja  individual  pada
koperasi simpan pinjam
  = konstanta
β  =  merupakan  koefisien
regresi
X1   =   efektivitas  sistem
informasi  akuntansi  pada
koperasi simpan pinjam
X2  =  penggunaan  teknologi
informasi  pada  koperasi
simpan pinjam
ei  =   standar error
IV   HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Kuesioneer  yang  layak
digunakan  dalam  penelitian  ini
berjumlah  46  buah.  Pilihan
jawaban  untuk  pertanyaan  yang
positif  meliputi  Sangat  Tidak
Setuju  (STS)  yang  bernilai  1,
Tidak Setuju (TS) yang bernilai 2,
Setuju  (S)  yang  bernilai  3  dan
Sangat  Setuju  (SS)  bernilai  4.
Sedangkan  untuk  pernyataan
yang  negatif  diberi  skor
sebaliknya.Adapun  hasil
kuesioner  dalam  bentuk  data
ordinal  dari  masing-masing
responden  dapat  dilihat  pada
lampiran  dan  pada  lampiran
dapat  dilihat  hasil  kuesioner
dalam bentuk data interval.
48
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
4.2  Hasil  Analisis  Regresi
Linear Berganda
Analisis ini digunakan untuk
mengetahui  pengaruh  dari
variabel  bebas    terhadap
variabel  terikat.   Hasil  analisis
regresi  linear  berganda  disajikan
pada Tabel 4.1(lampiran).
Berdasarkan  Tabel  4.1
diketahui  R  Square  adalah  0,914
dengan  variasi  pengaruh  dari
kedua  variabel  bebas  tersebut
adalah  91,4  persen  sedangkan
sisanya  sebesar  8,6  persen
dijelaskan  faktor  lain  yang  tidak
dibahas  dalam  penelitian  ini.
Nilai  konstanta  (α)  adalah  5,219,
koefisien  regresi  efektivitas
sistem  informasi  akuntansi  (β1)
adalah  0,459,  koefisien  regresi
pengunaan  teknologi  informasi
(β2)  adalah  0,823,  sehingga
diperoleh  persamaan  regresi
linear berganda adalah:
Y = 5,219 + 0,459 X1+ 0,823X2
Interpretasi  dari  persamaan
linear  berganda  tersebut  adalah
sebagai berikut:
1.  Koefisien  konstanta  bernilai
yaitu  5,219.  Artinya  bila
seluruh  variabel  bebas
dianggap  konstan,  maka
tara-rata peningkatan kinerja
individual sebesar 5,219.
2.  Koefisien  regresi  variabel
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  bernilai  0,459.
Menyatakan  bahwa  bila
seluruh  variabel  bebas
dianggap  kostan  maka
peningkatan  efektifitas
sistem  informasi  akuntansi
sebesar  satu  satuan  akan
menyebabkan  peningkatan
kinerja  individual  sebesar
0,463.
3.  Koefisien  regresi  variabel
penggunaan  teknologi
informasi  bernilai  0,823.
Menyatakan  bahwa  bila
seluruh  variabel  bebas
dianggap  konstan  maka
peningkatan  penggunaan
teknologi  informasi  sebesar
satu  satuan  akan
menyebabkan  peningkatan
kinerja  individual  sebesar
0,823.
4.3 Hasil Pengujian Hipotesis
4.3.1 Hasil Uji F
Analisis  F  bertujuan  menguji
pengaruh  signifikan  secara
simultan  antara  variabel  bebas,
yaitu  efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  (X1),  dan  penggunaan
teknologi  informasi  (X2)  terhadap
kinerja  individual  (Y)  pada
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan
Hasil  uji  menunjukkan
bahwa  Fhitung  (240,552)  lebih
besar  dari  Ftabel  (3,23).  Jadi,  H0
dapat  ditolak  yang  berarti
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  dan  penggunaan
teknologi  informasi  secara
simultan berpengaruh positif dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi  simpan
pinjam  di  Kecamatan  Denpasar
Barat.
4.3.2 Hasil uji t
Uji  t  digunakan  untuk
mengetahui  pengaruh  parsial
dari  pengaruh  variabel  bebas,
yaitu  efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  (X1)  dan  penggunaan
teknologi  informasi  (X2)  terhadap
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
49
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
kinerja  individual  (Y)  pada
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan  Denpasar  Barat.
Denpasar Barat.
Hasil  uji  menunjukkan
bahwa  thitung  (4,885)  lebih  besar
dari  ttabel  (1,684).Jadi  H0  dapat
ditolak,  yang  berarti  efektivitas
sistem  informasi  akuntansi  (X1)
secara parsial berpengaruhpositif
dan  signifikan  terhadap  kinerja
individual  (Y)  pada  koperasi
simpan  pinjam  di  Kecamatan
Denpasar Barat.Hasil uji data ini
mendukung  hipotesis  kedua  (H2)
yang  menyatakan  bahwa
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  secara  parsial
berpengaruhpositif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi  simpan
pinjam  di  Kecamatan  Denpasar
Barat.
Jadi  H0  dapat  ditolak,  yang
berarti  penggunaan  teknologi
informasi  (X2)  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  (Y)  pada  koperasi
simpan  pinjam  di  Kecamatan
Denpasar  Barat.Berdasarkan
hasil  uji  data,  penelitian  ini
mendukung  hipotesis  ketiga  (H3)
yang  menyatakan  bahwa
penggunaan  teknologi  informasi
secara  parsial  berpengaruh
positif  dan  signifikan  terhadap
kinerja  individual.  Hal  ini
konsisten  dengan  penelitian
terdahulu  yang  dilakukan
Jumaili  (2005),   Pranita  (2006),
dan Rismawati (2007).
1. KESIMPULAN,
KETERBATASAN DAN
SARAN
Berdasarkan  rumusan
masalah  dan  pembahasan  hasil
penelitian  maka  dapat
disimpulkan bahwa:
1.  Efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  dan  penggunaan
teknologi  informasi  secara
simultan  berpengaruh  positif
dan  signifikan  terhadap
kinerja  individual  pada
koperasi  simpan  pinjam  di
Kecamatan Denpasar Barat.
2.  Efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi
simpan pinjam di Kecamatan
Denpasar Barat.
3.  Penggunaan  teknologi
informasi  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  kinerja
individual  pada  koperasi
simpan pinjam di Kecamatan
Denpasar Barat.
Berdasarkan  hasil  penelitian
dan  simpulan  maka  saran  yang
dapat  disampaikan  sebagai
berikut:
1.  Bagi  perusahaan  yang
mengharapkan  kinerja
individual  yang  tinggi
disarankan  untuk
meningkatkan  efektivitas
sistem  informasi  akuntansi
dan  penggunaan  teknologi
informasi  dengan
menyediakan  teknologi
informasi  yang  selalu
diperbaharui  dan  sesuai
dengan  kebutuhan  pemakai
sehingga  mempercepat
50
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
penyelesaian  pekerjaan,
menyediakan  output  yang
dapat  menilai  kinerja
individual secara adil.
2.  Penelitian  ini  hanya
mengambil  lokasi  yang
terbatas  yaitu  Koperasi
Simpan Pinjam di Kecamatan
Denpasar  Barat.  Pada
penelitian  berikutnya  perlu
dilakukan  penelitian  dengan
lokasi  yang  berbeda  bukan
hanya  KSP  saja  melainkan
semua  Koperasi  yang  ada
baik itu KSP maupun KSU.
3.  Penelitian  ini  hanya
menggunakan  2  (dua)
variabel  bebas  yaitu
efektivitas  sistem  informasi
akuntansi  dan  penggunaan
teknologi  informasi,  maka
disarankan  pada  penelitian
selanjutnya  untuk
menambah  jenis-jenis
variabel  bebas  seperti
keterampilan  yang  dimiliki
individu  pengguna  teknologi,
kompleksitas  tugas,
kompleksitas  sistem,
dukungan  manajemen  dan
variabel  lain  yang  dapat
meningkatkan  peran
teknologi  informasi  dalam
meningkatkan  kinerja
individual  pada
perusahaan/organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto,  Dodik  2007  “Pengaruh
Efektivitas  Penggunaan  dan
Kepercayaan  Teknologi
Sistem  Informasi  Terhadap
Kinerja  Individual”.Jurnal
Akuntansi  dan  Bisnis
3(1):23.
Arsiwi,  Ni  Luh.2008.  Pengaruh
Efektivitas  Penggunaan
Teknologi  Informasi  Sistem
Informasi  dan  Kepercayaan
Pemakai  dalam
Mengevaluasi  Kinerja
Individual  Unit  Simpan
Pinjam  pada  Koperasi  Unit
Desa  (KUD)  di  Kabupaten
Badung.  Skripsi  S-1
Jurusan  Akuntansi
Universitas Udayana.
Atmanadi,  Lilir.  2007.  Modul
Koperasi  dan  UMKM.
Universitas Udayana.
Baswir,  Revrisond.  2000.
Koperasi  Indonesia  Edisi
Pertama. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.
Bodnar,  George  H.  dan  Wiliiam
S.  Hopwood.  2004.  Sistem
Informasi Akuntansi. Edisi 9
Yogyakarta: ANDI.
Bodnar,  George  H.  dan  Wiliiam
S.  Hopwood.  2000.  Sistem
Informasi Akuntansi. Edisi 6
Jakarta: Salemba Empat.
Dinas  Koperasi  UKM  Provinsi
Bali. 2011. Denpasar.
Fakultas  Ekonomi  Universitas
Udayana.  2008.  Pedoman
Penulisan  Usulan  Penelitian,
Skripsi  dan  Mekanisme
Pengujian: Denpasar.
Fawzi,  Veithzal  Rivai  Ahmad.
2005.  Manajemen  Sumber
Daya  Manusia  untuk
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
51
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Perusahaan.  Jakarta:
Grafindo.
Ghozali,  Imam.  2002.  Statistik
Non-Parametrik. BP. Undip.
Hall,  James  A.  2001.  Accounting
Information  System.Third
Edition.Sooth Westrn College
Publishing.  Advision  Of
Thomson Learning.
Handoko,  T.  Hani.  2003.
Manajemen.  Edisi  Kedua.
Yogyakarta: BPFE.
Iryani, Christine. 2009.  Pengaruh
Efektivitas  Penggunaan  dan
Kepercayaan  pada
Teknologi  Sistem  Informasi
terhadap  Kinerja  Individual
di  PT  PLN  (Persero)
Distribusi  bali  Area
Pelayanan  Denpasar.
Skripsi  S-1  jurusan
Akuntansi  Universitas
Udayana.
Jogiyanto.  2000.  Sistem
Informasi  Berbasis
Komputer.  Edisi  ke-2.
Yogyakarta: BPFE.
Jumaili,  Salman.  2005.
“Kepercayaan  terhadap
teknologi  Sistem  Informasi
Baru  dalam  Evaluasi
Kinerja  Individual”
Kumpulan Materi Simposium
Nasional  Akuntansi  VIII,
Solo, 15-16 September 2005.
Krismiaji.  2002.  Sistem  Informasi
Akuntansi. Yogyakarta.
Kuncoro,  Riduwan  Engkos
Achmad.  2007.  Cara
Menggunakan  dan
Memaknai  Analisis  Jalur
(Path  Analysis).  Bandung:
Alfabeta. Hal 30.
Mulyadi.  2002.  Auditing  Edisi
Keenam.  Buku  I.  Jakarta:
Salemba Empat.
Naniek  Noviari.  2007.  “Pengaruh
Kemajuan  Teknologi
Informasi  Terhadap
Perkembangan  Akuntansi”.
Jurnal  Akuntansi  dan
Bisnis., Vol. 2 No1.
Nopariawan,  I  Putu  Gede.  2009.
Pengaruh  Efektivitas
Penggunaan  Kepercayaan
User  dan  Pelatihan  dalam
Teknologi  Informasi
terhadap  Kinerja  User  pada
Hotel  Berbintang  Lima  di
Kabupaten  Badung.  Skripsi
S-1  Jurusan  Akuntansi
Universitas Udayana.
Pranita,  Yuli.  2006.  Pengaruh
Efektivitas  Penggunaan
Teknologi  Sistem  Informasi
dan  Kepercayaan  terhadap
Teknologi  Sistem  Informasi
dalam  Evaluasi  Kinerja
Individual  pada  Hotel-hotel
Berbintang  di  Kota
Denpasar.Skripsi  S-1
Jurusan  Akuntansi
Universitas Udayana.
Rismawati,  Maria.  2007.
Pengaruh  Efektivitas
Penggunaan  Kepercayaan
Terhadap  Teknologi  Sistem
Informasi  dalam  Evaluasi
Kinerja  Individual  pada
Pasar  Swalayan  di  Kota
52
Pengaruh Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi Dan Penggunaan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Individual Pada Koperasi Simpan Pinjam Di Kecamatan Denpasar Barat
Denpasar.Skripsi  S-1
Jurusan  Akuntansi
Universitas Udayana.
Sugiyono.  2007.  Metode
Penelitian  Bisnis.  Bandung;
CV. Alfabeta.
Supriyanto,  Aji.  2005.  Pengantar
Teknologi  Informasi.
Jakarta: Salemba.
Turban,  dkk.  2007.  Pengantar
Teknologi  Informasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Utami,  KomangTriaFebrina.
2010.  Pengaruh  Sistem
Informasi  Berbasis
Komputer,  Kepercayaan
atas  Sistem  Informasi  dan
Pelatihan  Terhadap  Kinerja
Individual  pada  Rumah
Sakit di Denpasar.Skripsi S-1  Jurusan  Akuntansi
Universitas Udayana.
Widjajanto,  Nugroho.  2001.
Sistem  Informasi  Akuntansi.
Jakarta: Erlangga.
Wirawan,  Nata.  2002.  Statistik
Ekonomi  2.  Denpasar:
Keraras Emas.
Yamit,  Zulian.  1998.  Manajemen
Produksi  dan  Operasi.
Yogyakarta: Ekonosia.
Baridwan,  Zaki.  2000.  Sistem
Informasi  Akuntansi.Edisi
ke  2.  Yogyakarta:  BPFE.
Lampiran
Tabel 4.1
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel  Unstandardized
Coefficients (B)
Std.
Error
Standardized
Coefficients
(Beta)
t  Sig.
Efektivitas
Sistem
Informasi
Akuntansi
0,459  0,094  0,469  4,885  0,000
Penggunaan
Teknologi
Informasi
0,823  0,153  0,516  5,372  0,000
Constant = 5,219
R = 0,958
R Square = 0,918
Adjusted R
2
= 0,914
F
hitung
= 240,552
Sig. = 0,000
Sumber: (pengolahan data primer, 2011).
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
53
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUAS PENGUNGKAPAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(STUDI PADA PERUSAHAAN NON KEUANGAN DI BURSA EFEK
INDONESIA)
I Made Karya Utama
4
Pande Putu Febri Kurniawati
Universitas Udayana Denpasar
ABSTRACT
The  Corporate  Social  Responsibility  (CSR)  disclosure  is  needed  to
facilitate the information needs of various stakeholders. The objective of
this  study  is  to  examine  the  effect  of  company  size,  profitability,
leverage,  industry  sensitivity,  public  shared  o wnership,  media
disclosure,  and  international  listing  on  the  level  of  company’s  CSR
disclosure.
The  study  is  conducted  by  studying  55  annual  reports  of  non
financial  industries  which  are  listed  in  Indonesia  Stock  Exchange  at
2009.  By  using  multiple  regression  analysis,  the  result  shows  that  all
independent  variables  simultaneously  affected  the  level  of  CSR
disclosure  (R²  =  0,  65).  Through  the  t  test,  it  shows  that  only  variables
industry  sensitivity,  media  disclosure,  and  international  listing
positively  significant  affected  the  level  of  CSR  disclosure  while  others
are not.
Key words:   CSR Disclosure, Company Size, Profitability, Leverage,
Industry Sensitivity, Public Shared Ownership, Media
Disclosure, and International Listing
4
Alamat Korespondensi: karyautama_imade@yahoo.com
4.  PENDAHULUAN
Pelaporan  mengenai
kebijakan  ekonomi,  lingkungan
dan sosial, pengaruh dan kinerja
organisasi  dan  produknya  di
dalam  konteks  pembangunan
berkelanjutan  (sustainable
development)  mulai  menjadi
sorotan.  Sustainability  Reporting
meliputi  pelaporan  mengenai
ekonomi,  lingkungan  dan
pengaruh sosial  terhadap  kinerja
organisasi.  Dorongan  dalam
mengungkapkan  tanggung  jawab
sosial  atau  yang  biasa  disebut
sebagai  Corporate  Social
Responsibility  (selanjutnya  akan
disebut  sebagai  CSR),  tidak
54
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
hanya  berasal  dari  tekanan
stakeholder.  Pentingnya
pengungkapan  CSR  telah
menghasilkan  banyak  penelitian
dan  diskusi  mengenai  praktik
dan  motivasi  perusahaan  dalam
pengungkapan  CSR.  Beberapa
faktor   yang  digunakan  dalam
penelitian  ini   mempengaruhi
luas  pengungkapan  CSR  adalah
variabel  ukuran  perusahaan,
dimana  ukuran  perusahaan
mempengaruhi  pengungkapan
CSR tercermin dalam teori agensi
yang  menjelaskan  bahwa
perusahaan  besar  mempunyai
biaya agensi yang besar.  (Singhvi
dan Desai  (1971)  dalam Marwata
(2001),  faktor  profitabilitas.
Menurut  Heinze  (1976)  dalam
Dwi  (2010)  menyatakan  bahwa
profitabilitas  merupakan  faktor
yang  memberikan  kebebasan
dan  fleksibilitas  kepada
manajemen  untuk
mengungkapkan
pertanggungjawaban  sosial
kepada  pemegang  saham.  Faktor
leverage  yang  memberikan
gambaran  mengenai  struktur
modal  yang  dimiliki  perusahaan,
sehingga  dapat  dilihat  tingkat
resiko  tidak  tertagihnya  suatu
utang.  Schipper  (1981)  dalam
Marwata  (2001)  menyatakan
bahwa  tambahan  informasi
diperlukan  untuk
menghilangkan  keraguan
pemegang  obligasi  terhadap
dipenuhinya  hak-hak  mereka
sebagai  kreditur.    Faktor
sensitivitas  industry,   umumnya
perusahaan  yang  mempunyai
sensitivitas  industri  yang  tinggi
terhadap  lingkungannya  akan
memperoleh  perhatian  yang
tinggi  mengenai  lingkungan
tersebut  dibandingkan  dengan
perusahaan  yang  mempunyai
sensitivitas  industri  yang  lebih
rendah  terhadap  lingkungannya.
Oleh  karena  itu,  perusahaan
yang  tergolong  sensitivitas
industri  tinggi  akan
mengungkapkan  kegiatan  CSR
lebih  banyak  untuk  pencitraan
yang  lebih  baik  kepada  para
stakeholder.  Factor  lainnya
kepemilikan  saham  public,
semakin  banyak  saham  yang
dimiliki  oleh  publik,  maka
semakin  besar  tekanan  yang
dihadapi  perusahaan  untuk
mengungkapkan  informasi  lebih
banyak  dalam  laporan
tahunannya.  Hal  ini  terjadi
karena  investor  ingin
memperoleh  informasi  seluasluasnya  mengenai  tempatnya
berinvestasi  sehingga  dapat
mengawasi  kegiatan  manajemen.
Oleh  karena  itu,  pengungkapan
yang  lebih  luas  dalam  laporan
tahunan  dapat  mengurangi
asimetri  informasi  antara
manajemen  dan  pemilik.  Faktor
lain  yang  mempengaruhi  luas
pengungkapan  CSR  adalah
international  listing.  International
listing  adalah  perusahaan  yang
melakukan  dual  listing  di  Bursa
Efek  Jakarta  dan  Bursa  Efek
Luar  Negeri  seperti  Australian
Stock  Exchange  atau  New  York
Stock  Exchange.  Cooke  (1989)
dalam  Reverte  (2008)
mengemukakan  bahwa
perusahaan  yang  melakukan
international  listing  akan
memberikan  pengungkapan
informasi yang lebih rinci  karena
perusahaan  yang  melakukan
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
55
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
international  listing  cenderung
akan  menerima  lebih  banyak
perhatian  dari  masyarakat
umum.
Beberapa  penelitian  yang
terkait  dengan  luas
pengungkapan CSR telah banyak
dilakukan,  baik  di  dalam
maupun  di  luar  negeri.  Seperti
penelitian  yang  dilakukan  oleh
Garcia  (2003),  Sembiring  (2005),
Anggraeni  (2006),  Reverte  (2008)
serta  Branco  dan  Rodrigues
(2008)  mengenai  faktor-faktor
yang  mempengaruhi
pengungkapan  CSR.  Hasil
penelitian  yang  dipaparkan
berbeda-beda.  Oleh  karena  itu,
penelitian  ini  dilakukan  untuk
memverifikasi  ulang  hasil
penelitian  terdahulu  tentang
faktor-faktor  apa  saja  yang
mempengaruhi  luas
pengungkapan CSR.
Berdasarkan  latar  belakang
yang  telah   diuraikan  diatas,
maka  yang  menjadi  masalah
penelitian  ini  adalah:  “Apakah
ukuran  perusahaan,
profitabilitas,  leverage,
sensitivitas industri,  kepemilikan
saham  publik,  pengungkapan
media,  dan  international  listing
secara  simultan  dan  parsial
berpengaruh  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  perusahaan
non  keuangan  yang  terdaftar  di
Bursa Efek Indonesia?”
5.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
2.1 Teori Stakeholder
Definisi  stakeholder  menurut
Freeman  dan  McVea  (2001)
adalah  setiap  kelompok  atau
individu  yang  dapat
mempengaruhi  atau  dipengaruhi
oleh  pencapaian  tujuan
organisasi.  Clarkson  (1995)
dalam  Fahrizqi  (2010)
mengungkapkan  bahwa
stakeholder  dapat  dibagi  menjadi
dua  berdasarkan
karakteristiknya  yaitu
stakeholder  primer  dan
stakeholder  sekunder.
Stakeholder primer adalah pihakpihak  yang  mempunyai
kpentingan  secara  ekonomi
terhadap  perusahaan  dan
menanggung  resiko  seperti
investor,  kreditor,  karyawan,
pemasok,  dan  masyarakat  lokal.
Stakeholder  sekunder  adalah
pihak-pihak  yang  dipengaruhi
ataupun  mempengaruhi
perusahaan,  namun
kelangsungan  hidup  perusahaan
secara  ekonomi  tidak
dipengaruhi  oleh  stakeholder
jenis  ini.  Adapun  yang  termasuk
dalam  kelompok  stakeholder
sekunder  adalah  media  dan
kelompok  kepentingan  lainnya
seperti  lembaga  sosial
masyarakat  ataupun  serikat
buruh.
2.2 Teori Agensi
Teori  agensi  (agency  theory)
merupakan  salah  satu  dasar
yang  digunakan  perusahaan
untuk  memahami  CSR.
Rustiarini  (2010)
mengungkapkan  bahwa
hubungan  keagenan  (Agency
theory)  adalah  sebuah  kontrak
antara  pihak  pemegang  saham
dan pihak manajer perusahaan.
56
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
2.3 Corporate Social
Responsibility
Moir  (2001)  menyatakan
bahwa  selain  menghasilkan
keuntungan,  perusahaan  harus
membantu  memecahkan
masalah-masalah  sosial  terkait
atau  tidak  perusahaan  ikut
menciptakan  masalah  tersebut
bahkan  jika  disana  tidak
mungkin  ada  potensi
keuntungan  jangka  pendek  atau
jangka panjang.
2.4 Pengungkapan Dalam
Laporan Tahunan
Mardiayah  (2002)
menyatakan  bahwa  hasil
penelitian  di  negara  Amerika
membuktikan  bahwa  laporan
tahunan  (annual  report)
merupakan  media  yang  tepat
untuk  menyampaikan  corporate
disclosure  (yang  terdiri  dari
disclosure  keuangan  dan  non
keuangan).  Bapepam  membuat
peraturan  yang  mewajibkan
suatu  perusahaan  untuk
menyampaikan  laporan  tahunan
bagi  perusahaan  publik  yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Peraturan  Bapepam  No.  VIII.G.2
melalui  Keputusan  Ketua
Bapepam yaitu Kep-38/PM/1996
tanggal  17  Januari  1996  tanggal
17 Januari 1996.
2.5 Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
Hackston  dan  Milne  (1996)
dalam  Rawi  dan Muchlish  (2010)
mengungkapkan  bahwa
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  perusahaan  merupakan
proses  pengkomunikasian
dampak  sosial  dan  lingkungan
dari  kegiatan ekonomi  organisasi
terhadap  kelompok  khusus  yang
berkepentingan  dan  terhadap
masyarakat secara keseluruhan.
2.6  Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial
Akuntansi  pertanggungjawaban  sosial  (Social
Responsibility  Accounting)
didefinisikan  sebagai  proses
seleksi  variabel-variabel  kerja
sosial  tingkat  perusahaan,
ukuran  dan  prosedur
pengukuran  yang  secara
sistematis  mengembangkan
informasi  yang  bermanfaat
untuk  mengevaluasi  kinerja
sosial  perusahaan  dan
mengkomunikasikan  informasi
tersebut  kepada  kelompok  sosial
yang  tertarik,  baik  di  dalam
maupun  di  luar  perusahaan.
(Belkaoui dan Riahi, 2001).
2.7 Hipotesis Penelitian
2.7.1  Pengaruh  Ukuran
Perusahaan  Terhadap
Luas Pengungkapan CSR
Perusahaan  besar  akan
mengungkapkan  informasi  lebih
banyak  daripada  perusahaan
kecil.   Sebaliknya,  perusahaan
dengan  sumber  daya  yang  relatif
kecil  mungkin  tidak  memiliki
informasi  siap  saji  sebagaimana
perusahaan  besar,  sehingga
perlu  ada  tambahan  biaya  yang
relatif  besar  untuk  dapat
melakukan  pengungkapan
selengkap  yang  dilakukan
perusahaan  besar.  (Singhvi  dan
Desai,1971;  Buzby,1975)  dalam
Marwata (2001). 
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
57
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
H1:  Ukuran  perusahaan,
profitabilitas,  leverage,
sensitivitas  industri,
kepemilikan  saham  publik,
pengungkapan  media,  dan
international  listing  secara
simultan  berpengaruh
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR
2.7.2  Pengaruh  Profitabilitas
Terhadap  Luas
Pengungkapan CSR
Singvi  dan  Desai  (1971)
dalam  Benardi  (2008)
mengutarakan  bahwa
rentabilitas  ekonomi  dan  profit
margin  yang  tinggi  akan
mendorong  para  manajer  untuk
memberikan informasi yang lebih
rinci,  sebab  manajer  ingin
menyakinkan  investor  terhadap
profitabilitas perusahaan.
H2:  Profitabilitas berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap luas
pengungkapan CSR.
2.7.3  Pengaruh  Leverage
Terhadap  Luas
Pengungkapan CSR
Schipper  (1981)  dalam
Marwata  (2001)  menyatakan
bahwa  tambahan  informasi
diperlukan  untuk
menghilangkan  keraguan
pemegang  obligasi  terhadap
dipenuhinya  hak-hak  mereka
sebagai  kreditur.  Oleh  karena
itu,  perusahaan  dengan  rasio
leverage  yang  tinggi  memiliki
kewajiban  untuk  melakukan
pengungkapan  yang  lebih  luas
daripada  perusahaan  dengan
rasio leverage yang lebih rendah.
H3:  Leverage  berpengaruh  positif
dan  signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
2.7.4  Pengaruh  Sensitivitas
Industri  Terhadap  Luas
Pengungkapan CSR
Branco  dan  Rodrigues  (2008)
mengungkapkan  bahwa
perusahaan  pada  industri  yang
mempunyai  dampak  besar  pada
lingkungan  biasanya
memperoleh  sorotan  yang  tinggi
oleh  stakeholders.  Oleh  karena
itu,  perusahaan  yang  tergolong
memiliki  sensitivitas  yang  tinggi
cenderung  melakukan
pengungkapan  yang  lebih  luas.
(Reverte, 2008: 355).
H4:    Sensitivitas  industri
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
2.7.5  Pengaruh  Kepemilikan
Saham  Publik  Terhadap
Luas Pengungkapan CSR
Kepemilikan  saham  oleh
publik  umumnya  dapat
bertindak  sebagai  pihak  yang
memonitor perusahaan. Semakin
besar  kepemilikan  saham  publik
maka  semakin  efisien
pemanfaatan  aktiva  perusahaan
dan  diharapkan  juga  dapat
bertindak  sebagai  pencegahan
terhadap  pemborosan  yang
dilakukan  oleh  manajemen
(Faizal  (2004)  dalam  Rahmi,
(2011: 48)).
H5:  Kepemilikan  saham  publik
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
58
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
2.7.6  Pengaruh pengungkapan
media terhadap luas
pengungkapan CSR
Menurut  Munif  (2010),
terdapat  tiga  media  yang
biasanya  dipakai  perusahaan
dalam  pengungkapan  CSR
perusahaan,  yaitu  melalui  TV,
koran,  serta  internet  (website
perusahaan).  Media  TV
merupakan  media  yang  paling
efektif  dan  mudah  dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat.
H6:  Pengungkapan  media
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
2.7.7  Pengaruh  International
Listing  Terhadap  Luas
Pengungkapan CSR
Cooke  (1989)  dalam  Reverte
(2008)  mengemukakan  bahwa
perusahaan  yang  melakukan
international  listing  akan
memberikan  pengungkapan
informasi  yang  lebih  rinci  dalam
laporan tahunannya.
H7:  International  listing
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
III METODE PENELITIAN
3.1 Sampel Penelitian
Sampel  penelitian  ini  adalah
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di BEI tahun 2009 serta
menerbitkan  laporan  tahunan
pada  www.idx.co.id.  Sampel
penelitian  yang  memenuhi
kriteria adalah 55 perusahaan
3.2  Definisi  Operasional
Variable
Variabel  terikat  dan  bebas
yang  dianalisis  dalam  penelitian
ini didefinisikan sebagai berikut:
Luas pengungkapan CSR (CSRI)
Pengungkapan  tanggung  jawab
sosial diukur dengan proksi CSRI
(Corporate  Social  Responsibility
Index) berdasarkan indikator GRI
(Global  Reporting  Initiatives).
Indikator  GRI  ini  dipilih  karena
merupakan  aturan  internasional
yang  telah  diakui  oleh
perusahaan di dunia.
Perhitungan CSRI dirumuskan
sebagai berikut:
j
j
N
Xij
CSRI


......................(1)
Keterangan:
CSRIj  : Corporate  Social
Responsibility  Disclosure
Index perusahaan j.
nj  : Jumlah  item  untuk
perusahaan  dimana  nj  ≤
79.
Xij  :   Dummy variable: 1 = jika
item  i  diungkapkan;  0  =
jika  item  i  tidak
diungkapkan.
Ukuran perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan adalah
suatu skala indikator untuk
dalam mengklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan. Indikator
yang digunakan untuk
mengukur variabel ini adalah log
total asset.
Profitabilitas (PRFT)
Profitabilitas  diartikan
sebagai  kemampuan  perusahaan
untuk  menghasilkan  laba  atau
profit  dalam  upaya
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
59
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
meningkatkan  nilai  pemegang
saham.  Indikator  yang
digunakan  untuk  mengukur
variabel  ini  adalah  ROA  (Return
on Asset).
% 100 x
Aktiva Total
Income Net
ROA 
...............(2)
Leverage (LEV)
Leverage  merupakan  alat
untuk  mengukur  seberapa  besar
perusahaan  tergantung  pada
kreditor  dalam  membiayai  aset
perusahaan.  Pada  penelitian  ini,
leverage  diukur  dengan
menggunakan   DER  (Debt  to
Equity Ratio).
% 100
Utang
x
Saham Pemegang Ekuitas
Total
DER 
(3)
Sensitivitas industri (SENSE)
Penelitian  ini  mengukur
sensitivitas  industri  dengan
variabel  dummy,  yaitu  dengan
memberikan  nilai  1  untuk
perusahaan  yang  sensitivitas
industrinya  tinggi  dan  0  untuk
perusahaan  yang  sensitivitas
industrinya rendah.
Kepemilikan saham publik
(PUBLIC)
Kepemilikan  saham  publik
adalah  proporsi  jumlah  saham
yang  dimiliki  oleh  investor
individu  di  luar  manajemen
selain  pemerintah,  institusi
nasional  dan  asing,  serta
kalangan  keluarga.  Indikator
yang  digunakan  untuk
mengukur  variabel  ini  adalah
persentase  jumlah  saham  yang
dimiliki oleh publik.
Pengungkapan media (WEB)
Penelitian  ini  mengukur
pengungkapan  media  dengan
variabel  dummy,  yaitu  dengan
memberikan  nilai  1  untuk
perusahaan  yang
mengungkapkan kegiatan CSR di
media  website  dan  0  untuk
perusahaan  yang  tidak
mengungkapkan kegiatan CSR di
media website.
International listing
(DUALLIST)
International  listing  adalah
perusahaan  yang  melakukan
dual  listing  di  Bursa  Efek
Indonesia dan Bursa Efek di luar
negeri  sekaligus.  Penelitian  ini
mengukur  international  listing
dengan variabel dummy.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik  analisis  data  yang
digunakan  adalah  analisis
regresi  linier  berganda  dengan
persamaan sebagai berikut:
CSRI  =    +  β1SIZE  +  β  2PRFT+
β3LEV  +  β  4SENSE  +
β5PUBLIC  +  β  6WEB  +
β7DUALLIST + ei ……( )
Keterangan:
CSRI  =   Luas pengungkapan
CSR
1.  =   Nilai konstanta
SIZE  =   Ukuran perusahaan
PRFT  =   Profitabilitas
LEV  =   Leverage
SENSE  =   Sensitivitas industri
PUBLIC  =  Kepemilikan  saham
publik
WEB  =  Pengungkapan
media
DUALLIST = International listing
60
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
1.  HASIL  PENELITIAN  DAN
PEMBAHASAN
Hasil  penelitian
menunjukkan  ukuran
perusahaan  secara  parsial  tidak
berpengaruh  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun  2009.  Hasil  penelitian  ini
bertentangan  dengan  Sembiring
(2005),  Branco  dan  Rodrigues
(2008)  dan  Reverte  (2008),
namun sejalan dengan penelitian
Garcia  (2003)  dan  Anggraeni
(2006).  Hal  ini  diduga  terjadi
karena  jumlah  sampel  yang
digunakan  tidak  cukup  banyak
sehingga  hasil  penelitian  tidak
dapat digeneralisir.
Hasil  penelitian  ini
menunjukkan  tingkat
profitabilitas  secara  parsial  tidak
berpengaruh  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2009. Hal  ini berarti besar
kecilnya  profitabilitas  tidak
mempengaruhi  luas
pengungkapan  CSR.  Hal  ini
menurut  Gray,  et  al,  (1995)
dalam  Sembiring  (2005)
disebabkan  karena
pengungkapan  tanggung  jawab
sosial  perusahaan  tidak
berhubungan  dengan
profitabilitas  dalam  periode  yang
sama,  tetapi  mungkin
berhubungan  dengan  laba
periode yang lalu (lagged profit).
Hasil  penelitian
menunjukkan  leverage  secara
parsial  tidak  berpengaruh
terhadap  luas  pengungkapan
CSR  pada  perusahaan  non
keuangan  yang  terdaftar  di
Bursa  Efek  Indonesia  tahun
2009.  Hasil  penelitian  ini  sejalan
dengan  penelitian  Anggraini
(2006).
Hasil  penelitian
menunjukkan  sensitivitas
industri  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun  2009.  Hasil  penelitian  ini
sejalan  dengan  penelitian  yang
dilakukan  oleh  Garcia  (2003),
Branco dan Rodrigues (2008) dan
Reverte (2008).
Hasil  penelitian
menunjukkan  kepemilikan
saham  publik  secara  parsial
tidak  berpengaruh  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun  2009.  Hasil  penelitian  ini
tidak  sejalan  dengan  penelitian
Sembiring (2003).
Hasil  penelitian
menunjukkan  pengungkapan
media  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun  2009.  Hasil  penelitian  ini
sejalan dengan penelitian Reverte
(2008).
Hasil  penelitian
menunjukkan  international
listing  secara  parsial
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan  non  keuangan  yang
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
61
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun  2009.  Hasil  penelitian  ini
sejalan  dengan  hasil  penelitian
Reverte (2008).
2.  KESIMPULAN,
KETERBATASAN  DAN
SARAN
Adapun  kesimpulan  yang
dapat  diambil  berdasarkan  hasil
penelitian  yang  telah  dilakukan
adalah:
1.  Ukuran  perusahaan,
profitabilitas,  leverage,
sensitivitas  industri,
kepemilikan  saham  publik,
pengungkapan  media  dan
international  listing  secara
simultan  berpengaruh
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan CSR.
2.  Hasil  pengujian  secara
parsial  membuktikan  bahwa
sensitivitas  industri,
pengungkapan  media,  dan
international  listing
berpengaruh  positif  dan
signifikan  terhadap  luas
pengungkapan  CSR  pada
perusahaan non keuangan di
Bursa  Efek  Indonesia  tahun
2009.  Sedangkan  ukuran
perusahaan,  leverage,
profitabilitas  dan
kepemilikan  saham  publik
tidak  berpengaruh  terhadap
luas  pengungkapan  CSR
pada  perusahaan  non
keuangan pada tahun 2009.
Berdasarkan  hasil  simpulan
dan  hasil  analisis  maka  dapat
dikemukakan  beberapa
keterbatasan  dan  saran   sebagai
berikut:
1.  Penelitian  ini  hanya
menggunakan  perusahaan
non  keuangan  pada  satu
tahun  pengamatan  saja.
Oleh  karena  itu,  diharapkan
penelitian  selanjutnya
menggunakan  periode
penelitian  yang  lebih
panjang  serta
mengikutsertakan
perusahaan  keuangan
sebagai  populasi  penelitian
sehingga  dapat  diperoleh
hasil  yang  lebih  mendekati
kondisi sebenarnya.
2.  Penelitian  selanjutnya  dapat
menggunakan  media  yang
berbeda  seperti  koran  dalam
menggambarkan  variabel
pengungkapan  media  atau
menggunakan  indikator
penelitian  yang  berbeda
dalam  pengungkapan  media
website  dengan
menggunakan  instrumen
tertentu  sehingga
pengungkapan  dalam  media
website  dapat  lebih
terperinci.  Selain  itu,
penelitian  selanjutnya  juga
dapat  menggunakan
profitabilitas  tahun  lalu
sebagai  indikator
profitabilitas  sehingga  dapat
menambah  literatur
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amilia  Kartika  Rini.  2010.
Analisis  Luas
Pengungkapan  Corporate
Governance  dalam  Laporan
Tahunan  Perusahaan
Publik  Di  Indonesia.  Skripsi
Fakultas  Ekonomi
Universitas Diponegoro.
62
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
Anggraini,  Fr.  RR.  2006.
Pengungkapan  Informasi
Sosial  dan  Faktor-Faktor
yang  Mempengaruhi
Pengungkapan  Informasi
Sosial  dalam  Laporan
Keuangan  Tahunan  (Studi
Empiris  pada  PerusahaanPerusahaan  yang  Terdaftar
pada  Bursa  Efek  Jakarta).
Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  IX.  Padang,  23-26 Agustus.
Belkaoui  dan  A.  Riahi.  2001.
Teori  Akuntansi  Buku  1.
Jakarta : Salemba Empat.
Benardi,  Meiliana  dkk.  Faktorfaktor  yang  Mempengaruhi
Luas  Pengungkapan  dan
Implikasinya  Terhadap
Asimetri  Informasi.
Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  XII  Palembang  4-6 November 2009.
Binsar  H  Simanjuntak  dan  Lusy
Widiastuti.  2004.  Faktorfaktor  yang  mempengaruhi
pengungkapan  laporan
keuangan  pada  perusahaan
manufaktur  yang  terdaftar
di  Bursa  Efek  Jakarta.
Jurnal  Riset  Akuntansi
Indonesia  7  (3)  hal  :  351  –
366.
Branco,  M.  C.  dan  Rodrigues,  L.
L.  2008.  “Factors
Influencing  Social
Responsibility Disclosure by
Portuguese  Companies”.
Journal  of  Business  Ethics
vol 83 h: 685–701.
Darwin,  Ali.  2004.  Akuntabilitas,
kebutuhan,  pelaporan  dan
pengungkapan  CSR  bagi
Perusahaan  di  Indonesia.
Dalam  Economy  Business
and  Accounting  Review
Edisi  III  SeptemberDesember Hal 83-112.
Dodie  Permana  Putra,  I  Gede.
2010.  Pengaruh  Corporate
Governance,  Ukuran
Perusahaan,  Profitabilitas,
dan  Tipe  Perusahaan  pada
Pengungkapan  CSR.  Skripsi
Fakultas  Ekonomi
Universitas Udayana.
Dwi  Satryani  Utari.  2011.
Faktor-Faktor  yang
Mempengaruhi
Pengungkapan  Informasi
Pertanggungjawab  Sosial
dalam  Laporan  Keuangan
Tahunan  pada  Perusahaan
Manufaktur  yang  Terdaftar
di  Bursa  Efek  Indonesia.
Skripsi  Fakultas  Ekonomi
Universitas Udayana.
Fahrizqi,  Anggara.  2010.  Faktorfaktor  yang  Mempengaruhi
Pengungkapan  Corporate
Social  Responsibility  (CSR)
dalam  Laporan  Tahunan
Perusahaan.  Skripsi
Fakultas  Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Freeman,  R.E.  dan  J.  McVea.
2001.  A  Stakeholder
Approach  to  Strategic
Management.  Diakses
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
63
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
dalam
http://papers.ssrn.com.
Ghozali,  Imam.  2006.  Aplikasi
Multivariate  dengan
Program  SPSS.  Semarang:
Badan  Penerbit  Universitas
Diponegoro.
Garcia,  Manuel  et  al.  2003.
“Environmental  Disclosure
in  Spain  :  Corporate
Characteristics  and  Media
Eksposure”.  Spanish
Journal  Of  Finance  and
Accounting. h: 284-214.
Gray,  R.,  Kouhy,  R.,  Lavers,  S.
1995. “Corporate Social and
Environmental  Reporting:  A
Review of the Literature and
a  Longitudinal  Study  of  UK
Disclosure”,  Accounting,
Auditing  and  Accountability,
8 (2), h: 47-77.
Handajani  Lilik,  dkk.  2009.  The
Effect  Of  Earnings
Management  and  Corporate
Responsibility  Disclosure  :
Study  at  Public  Companies
In  Indonesia  Stock
Exchange.  Disampaikan
pada  Simposium  Nasional
Akuntansi  XII  Palembang  4-6 November 2009.
IAI.  Pedoman  Standar  Akuntansi
Keuangan  (PSAK).  Rev.
2004.  Jakarta:  Salemba
Empat.
Kartika  Hendra  Titisari.  2010.
Corporate  Social
Responsibility  (CSR)  dan
Kinerja  Perusahaan.
Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  XIII  Purwokerto,
13-14 Oktober 2010.
Machmud, Novita dan Chaerul D.
Djakman.  2008.  “Pengaruh
Struktur  Kepemilikan
terhadap  Luas
Pengungkapan  Tanggung
Jawab  Sosial  (CSR
Disclosure)  pada  Laporan
Tahunan Perusahaan: Studi
Empiris  pada  Perusahaan
Publik  yang  tercatat  di
Bursa Efek Indonesia tahun
2006.  Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  XI  Pontianak  22-25 Juli 2008.
Mardiayah,  Aida  Ainu.  2002.
Pengaruh  Informasi
Asimetri  dan  Disclosure
terhadap  Cost  Of  Capital.
Jurnal  Riset  Akuntansi  vol.
5 No. 2 Mei hal 229-256.
Marwata.  2001.  “The  Relation  of
Company  Characteristics
and  The  Quality  of
Voluntary  Disclosure  in
Annual  Report  of  Public
Registered  Company  In
Indonesia.”  Disampaikan
dalam  Simposium  Nasional
Akuntansi IV.
Moir,  L.  2001.  “What  Do  We
Mean  By  CSR?”.  Dalam
Corporate  Governance.  1(2),
h: 16-22.
Munif,  AZ.  2010.  Faktor-faktor
yang  Mempengaruhi  Indeks
Pengungkapan  Corporate
64
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(Studi Pada Perusahaan Non Keuangan Di Bursa Efek Indonesia)
Social  Responsibility  di
Indonesia  (Studi  Empiris
pada  Perusahaan  Non
Keuangan  yang  Listing  di
Bursa  Efek  Indonesia).
Tesis  Fakultas  Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Murni,  Siti  Asih.  2004.
“Pengaruh  Luas
Pengungkapan  Sukarela
dan  Asimetri  Informasi
Terhadap  Cost  of  Equity
Capital  pada  Perusahaan
Publik  di  Indonesia”,  Jurnal
Riset  Akuntansi  Indonesia,
7(2) Hal. 192-206.
Na’im,  Ainun  dan  Fu’ad
Rakhman.  2000.  “Analisis
Hubungan  Antara
Kelengkapan Pengungkapan
Laporan  Keuangan  dengan
Struktur  Modal  dan  Tipe
Kepemilikan  Perusahaan”,
Jurnal  Ekonomi  dan  Bisnis
Indonesia,  Vol.  15,  No.  1,
Hal. 70-82.
Nata  Wirawan.  2002.  Cara
Mudah  Memahami  Statistik
2  (Statistik  Inferensia)  untuk
Ekonomi  dan  Bisnis.
Denpasar : Keraras Emas.
Nizamuddin,  Ali.  M.  2007.
“Multinational  Corporations
and  Economic
Development:  The  Lesson  of
Singapore.”  Dalam  Forum:
International  Social  Science
Review.
Nurlela,  Rika  dan  Islahuddin.
2008.  Pengaruh  Corporate
Social  Responsibility
terhadap  Nilai  Perusahaan
dengan  Prosentase
Kepemilikan  Manajemen
sebagai  Variabel
Moderating.  Disampaikan
dalam  Simposium  Nasional
Akuntansi  XI  Pontianak  22-25 Juli 2008.
Rahmi  Galuh  Rahajeng.  2010.
Faktor-faktor  yang
Mempengaruhi
Pengungkapan  Sosial
(Social  Disclosure)  dalam
Laporan  Tahunan
Perusahaan  Studi  empiris
pada  Perusahaan
manufaktur  di  Bursa  Efek
Indonesia.  Skripsi  Fakultas
Ekonomi  Universitas
Diponegoro.
Rahyuda,  I  Ketut,  I  Gusti  Wayan
Murjana  Yasa,  dan  Ni
Nyoman  Yuliarmi.  2004.
Metodologi  Penelitian.  Buku
Ajar  pada  Fakultas
Ekonomi  Universitas
Udayana Denpasar.
Rawi  dan  Muchlish  M.  2010.
Kepemilikan  Manajemen,
Kepemilikan  institusi,
Leverage,  dan  Corporate
Social  Responsibility.
Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  XIII  Purwokerto,
13-14 Oktober 2010.
Reverte,  C.  2008.  “Determinants
of  Corporate  Social
Responsibility  Disclosure
Ratings  by  Spanish  Listed
Firms”,  Journal  of  Business
Ethics, 88(2), h: 351-366.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
65
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Rustiarini,  Ni  Wayan.  2010.
Pengaruh  Corporate
Governance pada hubungan
Corporate  Social
Responsibility.
Disampaikan  dalam
Simposium  Nasional
Akuntansi  XIII  Purwokerto,
13-14 Oktober 2010.
_______,  Ni  Wayan.  2011.
Pengaruh  Struktur
Kepemilikan  Saham  pada
Pengungkapan  Corporate
Social Responsibility. Dalam
Audi  Jurnal  Akuntansi  Dan
Bisnis, 6 (1): hal. 104-119.
Sayekti,  Yosefa  dan  Ludovicus
Sensi  Wondabio.  2007.
Pengaruh  CSR  Disclosure
terhadap  Earning  Response
Coeficient.  Disampaikan
dalam  Simposium  Nasional
Akuntansi  X.  Makasar  26-28 Juli 2007.
Sembiring,  Eddy  Rismanda.
2005.  Karakteristik
Perusahaan  dan
Pengungkapan  Tanggung
Jawab  Sosial  :  Studi
Empiris  pada  Perusahaan
yang Tercatat di Bursa Efek
Jakarta.  Disampaikan
dalam  Simposium  Nasional
Akuntansi  VIII.  Solo,  15-16
September 2005.
Sugiyono.  2007.  Metode
Penelitian  Bisnis.  Bandung:
Alfabeta.
________.  2009.  Metode  Penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sumadi,  Kadek.  2011.
Pentingnya  Tanggung
Jawab  Suatu  Perusahaan.
Dalam  Buletin  Studi
Ekonomi, 16 (1) hal. 47-64.
Suyana  Utama.  2009.  Buku  Ajar
Aplikasi Analisis Kuantitatif.
Denpasar : Sastra Utama.
Solihin,  Ahmad.  2008.  Corporate
Social  Reponsibility  from
Charity  to  Sustainability.
Jakarta : Salemba Empat.
Waryanto.  2010.  Pengaruh
Karakteristik  Good
Corporate  Governance
(GCG)  terhadap  Luas
Pengungkapan  Corporate
Social  Responsibility.
Skripsi  Fakultas  Ekonomi
Universitas Diponegoro.
66
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KOPERASI SIMPAN PINJAM
(STUDI KASUS PADA KOPERASI ”X” TABANAN)
I Wayan Kresnayasa
I Made Ariana
5
Politeknik Negeri Bali
ABSTRACT
The  “X”  Cooperative  is  one  of  the  existing  savings  and  loans
cooperative in Tabanan. T “X” Cooperative has never made a systematic
assessment  of  soundness.  Need  to  do  an  assessment  of  the  aspects  of
capital,  asset  quality,  management,  efficiency,  liquidity,  independence
and growth, as well  as identity, to determine the soundness level of the
“X”  Cooperative.  The  purpose  of  the  this  study  was  to  determine  the
soundness  level  of  thw  “X”  Cooperative  in  Tabanan  from  the  aspect  of
capital,  asset  quality,  management,  efficiency,  liquidity,  independence
and growth, as well as aspects of identity.
The results showed  that  the soundness level of the “X” Cooperative
in  Tabanan  from  2006  to  2010  there  is  the  predicate  is  quite  sound.
Score  each  successive  year  is  74.00  in  2006,  73.25  in  2007,  73.25  in
2008,  72.65  in  2009,  73.25  in  2010.  There  was  several  aspects  that
value  is  relatively  low  at  aspects  of  its  own  capital  (the  ratio  of  own
capital  to  total  asst),  efficiency  (ratio  of  operating  expenses  to  gross
SHU), and self sufficiency and growth (profitability ratio equity).
Keyword:   Saving  And  Loans  Cooperative,  The  Soundness  Level  Of
Cooperative
5
Alamat Korespondensi: imd_ariana@yahoo.com
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
67
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
1.  PENDAHULUAN
Koperasi  merupakan  salah
satu  pelaku utama  yang  menjadi
kekuatan  sistem  perekonomian
di  Indonesia  selain  perusahaan
negara  (pemerintah),  dan
perusahaan  swasta.  Keberadaan
koperasi  di  Indonesia
berlandaskan  pada  pasal  33
UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun
1992.  Pada  penjelasan  UUD
1945  pasal  33  ayat  (1),  koperasi
berkedudukan sebagai soko guru
perekonomian  nasional  dan
menjadi  bagian  yang  tidak
terpisahkan  dalam  sistem
perekonomian  nasional.  Pada
penjelasan  UU  No.  25  Tahun
1992,  disebutkan  bahwa
koperasi  adalah  badan  usaha
yang  beranggotakan  orang
seorang  atau  badan  hukum
koperasi  dengan  melandaskan
kegiatannya  berdasarkan  prinsip
koperasi  sekaligus  sebagai
gerakan  ekonomi  rakyat  yang
berdasarkan  atas  asas
kekeluargaan.  Koperasi  di
Indonesia  tidak  semata-mata
dipandang  sebagai  bentuk
perusahaan  yang  mempunyai
asas  dan  prinsip  yang  khas,
namun  koperasi  juga  dipandang
sebagai  alat  untuk  membangun
sistem perekonomian Indonesia.
Sesuai  dengan  UU  No.  25
Tahun  1992  pasal  4,  koperasi
mempunyai  fungsi  dan  peran
sebagai berikut:
1.  Membangun  dan
mengembangkan potensi dan
kemampuan  ekonomi
anggota pada khususnya dan
masyarakat  pada  umumnya
untuk  meningkatkan
kesejahteraan  ekonomi  dan
sosialnya.
2.  Berperan  secara  aktif  dalam
upaya  mempertinggi  kualitas
kehidupan  manusia  dan
masyarakat.
3.  Memperkokoh  perekonomian
rakyat  sebagai  dasar
kekuatan  dan  ketahanan
perekonomian  nasional
dengan  koperasi  sebagai
soko gurunya.
4.  Berusaha  untuk
mewujudkan  dan
mengembangkan
perekonomian  nasional  yang
merupakan  usaha  bersama
berdasarkan  atas  asas
kekeluargaan  dan  demokrasi
ekonomi.
Sesuai  dengan  UU  No.  25
Tahun  1992  pasal  12  ayat  2
Koperasi  berdasarkan
aktivitasnya  secara  umum  dapat
dikelompokkan  menjadi  koperasi
konsumen,  koperasi  produsen
dan  koperasi  kredit  (jasa
keuangan).  Koperasi  kredit  atau
koperasi  simpan  pinjam  (KSP)
merupakan  koperasi  yang
melakukan  usaha
penghimpunan  dan  penyaluran
dana dari dan untuk anggotanya,
calon anggota, dan koperasi lain.
Koperasi  simpan  pinjam
didirikan  guna  menolong
anggotanya  dengan
meminjamkan  uang  atau  kredit
dengan  bunga  ringan.  Uang  itu
dimaksudkan  untuk  tujuan
produktif  atau  kesejahteraan
anggotanya.
Koperasi  Simpan  Pinjam
perlu  dikelola  secara  profesional
sesuai  prinsip  kehati-hatian  dan
prinsip  kesehatan  koperasi.  KSP
68
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
yang  sehat  akan  memperoleh
kepercayaan  dari  masyarakat.
Untuk  mewujudkan  hal  tersebut
maka  Menteri  Negara  Koperasi
dan  Usaha  Kecil  dan  Menengah
Republik  Indonesia
mengeluarkan Peraturan  Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan  Menengah  Republik
Indonesia  nomor
14/Per/M.KUKM/XII/2009
tentang  Pedoman  Penilaian
Kesehatan  KSP  dan  USP
Koperasi.  Penilaian  kesehatan
KSP dan USP koperasi dilakukan
dengan  melakukan  penilaian
terhadap  beberapa  aspek  yaitu
aspek  permodalan,  kualitas
aktiva  produktif,  manajemen,
efisiensi,  likuiditas,  kemandirian
dan  pertumbuhan,  dan  jati  diri
koperasi.
Koperasi  “X”  merupakan
salah  satu  koperasi  simpan
pinjam  yang  ada  di  Tabanan.
Koperasi  “X”  belum  pernah
melakukan  penilaian  tingkat
kesehatan  secara  sistematis
sesuai dengan  Peraturan  Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan  Menengah  Republik
Indonesia  nomor
14/Per/M.KUKM/XII/2009.
Perlu  dilakukan  penilaian
terhadap  aspek  permodalan,
kualitas  aktiva  produktif,
manajemen,  efisiensi,  likuiditas,
kemandirian  dan  pertumbuhan,
serta  jati  diri,  untuk  mengetahui
tingkat kesehatan Koperasi “X”.
Berdasarkan  latar  belakang
masalah  tersebut  maka  yang
menjadi  pokok  masalah  adalah  :
Bagaimanakah  tingkat
kesehatan  Koperasi   “X”  di
Tabanan  berdasarkan  Peraturan
Menteri  Negara  Koperasi  dan
Usaha  Kecil  dan  Menengah
Republik  Indonesia  nomor
14/Per/M.KUKM/XII/2009?
Tujuan  penelitian  ini  adalah
untuk  mengetahui  tingkat
kesehatan  Koperasi   “X”  di
Tabanan  dari  aspek  permodalan,
kualitas  aktiva  produktif,
manajemen,  efisiensi,  likuiditas,
kemandirian  dan  pertumbuhan,
serta  aspek  jati  diri.  Hasil
penelitian  ini  diharapkan
memberikan  kegunaan  secara
teoritis  yaitu  menambah
perbendaharaan  penelitian
tentang  penilaian  tingkat
kesehatan  koperasi,  yang  dapat
digunakan  sebagai  tambahan
referensi  dalam  melakukan
penelitian  lanjutan.  Hasil
penelitian  ini  juga  diharapkan
memberikan  kegunaan  secara
praktis  yaitu  digunakan  sebagai
bahan  pertimbangan  dalam
penentuan  berbagai  kebijakan
yang  berkaitan  dengan  aspek
permodalan,  kualitas  aktiva
produktif,  manajemen,  efisiensi,
likuiditas,  kemandirian  dan
pertumbuhan,  serta  aspek  jati
diri koperasi.
5.   KAJIAN PUSTAKA
Pada UU No. 25 Tahun 1992,
dinyatakan  bahwa  koperasi
adalah  badan  usaha  yang
beranggotakan  orang  seorang
atau  badan  hukum  koperasi
dengan  melandaskan
kegiatannya  berdasarkan  prinsip
koperasi  sekaligus  sebagai
gerakan  ekonomi  rakyat  yang
berdasarkan  atas  asas
kekeluargaan.  Berdasarkan
Peraturan  Menteri  Negara
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
69
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Koperasi  dan  Usaha  Kecil  dan
Menengah  Republik  Indonesia
14/Per/M.KUKM/XII/2009,
koperasi  adalah  badan  usaha
yang  beranggotakan  orangseorang  atau  badan  hukum
koperasi  dengan  melandaskan
kegiatannya  berdasarkan  prinsip
koperasi  sekaligus  sebagi
gerakan  ekonomi  rakyat  yang
berdasarkan  atas  asas
kekeluargaan  sebagaimana  yang
dimaksud  dalam  peraturan
perundang–undangan
perkoperasian.
Dalam  UU  No.25/1992
tentang  Perkoperasian  pasal  3
disebutkan  bahwa,  koperasi
bertujuan  memajukan
kesejahteraan  anggotanya  pada
khususnya dan pada masyarakat
pada  umumnya,  serta  ikut
membangun  tatanan
perekonomian  nasional,  dalam
rangka  mewujudkan  masyarakat
yang  maju,  adil  dan  makmur
berdasarkan  Pancasila  dan  UUD
1945.   Sedangkan  untuk  fungsi
dan peran koperasi berdasarkan
UU No.25/1992 adalah:
1.  Membangun  dan
mengembangkan  potensi  dan
kemampuan  ekonomi  anggota
pada  khususnya  dan
masyarakat  pada  umumnya
untuk  meningkatkan
kesejahteraan  ekonomi  dan
sosialnya.
2.  Berperan  secara  aktif  dalam
upaya  mempertinggi  kualitas
kehidupan  manusia  dan
masyarakat.
3.  Memperkokoh  perekonomian
rakyat sebagai dasar kekuatan
dan  ketahanan  perekonomian
nasional  dengan  koperasi
sebagai soko gurunya.
4.  Berusaha  untuk  mewujudkan
dan  mengembangkan
perekonomian  nasional  yang
merupakan  usaha  bersama
berdasarkan  atas  asas
kekeluargaan  dan  demokrasi
ekonomi.
Berdasarkan  Peraturan
Menteri  Negara  Koperasi  dan
Usaha  Kecil  dan  Menengah
Republik  Indonesia
No.20/Per/M.KUKM/XI/2008,
kesehatan  KSP  dan  atau  USP
adalah  kondisi  atau  keadaan
koperasi  yang  dinyatakan  sehat,
cukup sehat, kurang sehat, tidak
sehat  dan  sangat  tidak  sehat.
Untuk  mengetahui  sehat  atau
tidak  sehatnya  koperasi  dapat
dilihat  dari   7  (  tujuh  )  aspek
penilaian yaitu:
1.  Aspek permodalan
Aspek  permodalan  yang
dimaksudkan  disini  adalah
untuk  memperoleh  informasi
mengenai  kecukupan  modal
untuk  mendukung  operasional
dan  mampu  menyerap  kerugian
yang  terjadi  dalam  penanaman
dana  atau  penutunan  nilai
aktiva .
1.  Rasio  modal  sendiri
terhadap total asset
1.  Modal  sendiri  adalah
jumlah  dari  simpanan
pokok  ,  simpanan  wajib
dan  simpanan   lain
yang  memiliki
karakteristik  sama
dengan simpanan wajib,
hibah  cadangan  yang
disisihkan  dari  sisa
hasil  usaha  dan  dalam
kaitannya  dengan
70
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
penilaian  kesehatan
dapat  ditambah  dengan
maksimal  50%  modal
penyertaan.
2.  Total  asset  adalah  total
harta/  kekayaan  yang
dimiliki oleh koperasi.
2.  Rasio  modal  sendiri
terhadap  pinjaman  yang
diberikan berisiko
Pinjaman  yang  diberikan
berisiko  adalah  dana  yang
dipinjamkan  oleh  KSP  dan
atau  USP  kepada  peminjam
yang  tidak  mempunyai
anggunan  yang  memadai
dan  atau  jaminan  dari
penjamin  atau  avalis  yang
dapat  diandalkan  atas
pinjaman  yang  diberikan
tersebut
3.  Rasio kecukupan modal
sendiri
1.  Modal  tertimbang
adalah  jumlah  dari
hasil  kali  setiap
komponen  modal
KSP/USP  koperasi  yang
terdapat  pada  neraca
dengan  bobot
pengakuan resiko
2.  ATMR  (aktiva
tertimbang  menurut
resiko)  adalah  hasil
perkalian  nilai  nominal
aktiva  yang  ada  dalam
neraca  dengan  bobot
risiko  masing  –  masing
komponen aktiva
2.  Aspek  kualitas  aktiva
Produktif
Adalah  kekayaan  koperasi
yang  mendatangkan  penghasilan
bagi  koperasi  yang
bersangkutan.
1.  Rasio  volume  pinjaman
pada  anggota  terhadap
volume  pinjaman  yang
diberikan
1.  Volume  pinjaman  pada
anggota  adalah  jumlah
pinjaman  yang
diberikan  oleh  koperasi
kepada anggota
2.  Volume  pinjaman
adalah  jumlah
pinjaman  yang
diberikan  oleh  koperasi
kepada  anggota  dan
non anggota
2. Rasio  risiko  pinjaman
bermasalah  terhadap
pinjaman yang diberikan
1.  Pinjaman  bermasalah
adalah  pinjaman  yang
kurang  lancar,  yang
diragukan  atau
pinjaman macet
2.  Pinjaman  yang
diberikan  adalah  dana
yang  dipinjamkan  dan
dana  tersebut  masih
ada  ditangan  peminjam
atau  sisa  dari  pinjaman
pokok  tersebut  yang
masih  belum
dikembalikan  oleh
peminjam.
3.  Rasio  cadangan  risiko
terhadap  pinjaman
bermasalah.
Cadangan  risiko  adalah
penyisihan  dari  total
piutang pada koperasi
4.  Rasio  Pinjaman  yang
berisiko  terhadap  pinjaman
yang diberikan.
Pinjaman  yang  berisiko
adalah  dana  yang
dipinjamkan  oleh  KSP  dan
atau  USP  kepada  peminjam
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
71
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
yang  tidak  mempunyai
agunan  yang  memadai  dan
atau jaminan dari penjamin
atau  avails  yang  dapat
diandalkan  atas  pinjaman
yang diberikan tersebut.
5.  Manajemen
Aspek  manajemen  disini
adalah  didasarkan  pada
manajemen  umum,
kelembagaan,  manajemen
permodalan,  manajemen  aktiva,
manajemen likuiditas.
1.  Manajemen  umum  adalah
manajemen  yang  secara
umum  membahas  tentang
kemampuan  koperasi
melengkapi  visi  misi,
rencana  kerja,  komitmen
pengurus,  pengambilan
keputusan  dan  tata  tertib
kerja
2.  Kelembagaan  adalah
manajemen yang membahas
tentang  kemampuan
koperasi  melengkapi  bagan
organisasi  ,rincian  tugas,
standar  perasional
prosedur, system pengaman
yang  baik  terhadap  semua
dokumen.
3.  Manajemen  permodalan
adalah  manajemen  yang
membahas tentang keadaan
modal  atau  perkembangan
modal koperasi.
4.  Manajemen  aktiva  adalah
manajemen  yang
membahas  tentang  agunan
pinjaman,   dana  cadangan,
pinjaman  macet,
keputusan  pemberian
pinjaman  dan  pemantauan
terhadap  penggunaan
pinjaman.
5.  Manajemen  likuiditas
adalah  manajemen  yang
membahas  kebijakan
tentang  pengendalian
likuiditas,  fasilitas
pinjaman dari lembaga lain,
pedoman  administrasi  yang
tertulis,  kebijakan
penghimpunan  simpanan
dan  system  informasi  yang
memadai
1.  Penilaian Efisiensi
Adalah  rasio  yang
didasarkan  pada  3  (tiga)  rasio
yaitu  rasio  biaya  operasional
pelayanan  terhadap  partisipasi
bruto, rasio aktiva terhadap total
asset,  rasio  efisiensi  pelayanan
dan  rasio  –  rasio  ini
menggambarkan  seberapa  besar
KSP/USP  koperasi  mampu
memberikan  pelayanan  yang
efisien  kepada  anggotanya  dari
penggunaan  asset  yang
dimilikinya.
1.  Rasio  beban  operasi
Anggota  terhadap
partisipasi bruto
1.  Beban  Operasi  anggota
adalah  beban  pokok
ditambah  dengan  beban
usaha  bagi  anggota
ditambah  beban
perkoperasian
2.  Partisipasi  bruto  adalah
kontribusi  anggota
kepada  koperasi  sebagai
imbalan  penyerahan  jasa
pada  anggota  yang
mencakup  beban  pokok
dan  partisipasi  netto
atau  jasa  dari  simpanan
anggota dan jasa provisi
2.  Rasio  beban  usaha
terhadap SHU kotor 
72
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
Beban  usaha  adalah semua
biaya yang dikeluarkan oleh
koperasi.
3.  Rasio efisiensi pelayanan
Biaya  karyawan  adalah
biaya yang dikeluarkan oleh
koperasi  untuk  gaji  dan
honor karyawan koperasi
1.  Likuiditas
Adalah kemampuan KSP dan
atau  USP  koperasi  untuk
memenuhi  kebutuhan  jangka
pendek.
1.  Rasio kas
1.  Kas dan bank adalah alat
likuid  yang  segera  dapat
digunakan  seperti  uang
tunai  dan  uang  yang
tersimpan  pada  lembaga
keuangan lain.
2.  Kewajiban  lancar  adalah
kewajiban  yang  terdiri
dari  simpanan  dan
simpanan berjangka
2.  Rasio  pinjaman  yang
diberikan   terhadap  dana
yang diterima
Dana  yang  diterima  adalah
total  pasiva  selain  hutang
biaya  dan  SHU  belum
dibagi.
1.  Kemandirian  dan
pertumbuhan
Adalah  penilaian  yang
didasarkan  pada  3  (tiga)  rasio
yaitu  rentabilitas  aset,
rentabilitas  ekuitas  dan
kemandirian operasional.
a. Rentabilitas asset
SHU sebelum pajak adalah
SHU  yang  belum  dipotong
pajak
b. Rentabilitas modal sendiri
1.  SHU  bagian  anggota
adalah  SHU  yang
dibagikan  kepada
anggota  adalah  sebesar
30%  dari   SHU  setelah
pajak .
2.  Total  modal  sendiri
adalah  jumlah  dari
simpanan  pokok  ,
simpanan  wajib  dan
simpanan  lain  yang
memiliki  karakteristik
sama  dengan  simpanan
wajib,  hibah  cadangan
yang  disisihkan  dari  sisa
hasil  usaha  dan  dalam
kaitannya  dengan
penilaian  kesehatan
dapat  ditambah  dengan
maksimal  50%  modal
penyertaan.
3.  Kemandirian  operasional
pelayanan
1.  Partisipasi  netto
adalah  jumlah  dari
partisipasi  bruto
anggota  dikurang
biaya bunga simpanan
anggota
2.  Beban  usaha  adalah
beban  usaha  bagi
anggota
3.  Beban  perkoperasian
adalah  selisih  dari
beban  usaha  anggota
dan  sisa  partisipasi
anggota
2.  Jati Diri koperasi
Penilaian  jatidiri  koperasi
dimaksudkan  adalah  untuk
mengukur  keberhasilan  koperasi
dalam  mencapai  tujuannya  yaitu
mempromosikan  ekonomi
anggota.
a. Rasio partisipasi bruto
1.  Partisipasi  bruto  adalah
kontribusi  anggota  kepada
koperasi  sebagai  imbalan
penyerahan  jasa  pada
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
73
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
anggota  yang  mencakup
beban  pokok  dan
partisipasi  netto  atau  jasa
dari  simpanan  anggota  dan
jasa provisi
2.  Pendapatan  adalah  jumlah
pendapatan  koperasi  yang
belum dipotong pajak
2.  Rasio  partisipasi  ekonomi
anggota
1.  PEA   (Promosi  Ekonomi
Anggota)   adalah
kemampuan  koperasi
memberikan  manfaat
efisiensi  partisipasi  dan
manfaat  efisiensi  biaya
koperasi  dengan  simpanan
pokok  dan  simpanan  wajib,
semakin  tinggi
persentasenya  semakin
baik.
2.  Simpanan  pokok  adalah
sejumlah  uang  yang  sama
banyaknya  yang  wajib
dibayarkan kepada koperasi
pada  saat  masuk  menjadi
anggota  yang  tidak  dapat
diambil  kembali  selama
yang  bersangkutan  masih
menjadi anggota
3.  Simpanan  wajib  adalah
jumlah  simpanan  tertentu
yang tidak harus sama yang
harus  wajib  dibayar
anggota  kepada  koperasi
dalam  waktu  dan
kesempatan  tertentu  yang
tidak dapat diambil kembali
selama  yang  bersangkutan
masih menjadi anggota.
4.  METODE PENELITIAN
Obyek  dalam  penelitian  ini
adalah  tingkat  kesehatan
koperasi   “X”.  Penelitian  ini
dilakukan  di  Koperasi   “X”  yang
berlokasi  di  Tabanan.  Jenis  data
yang digunakan dalam penelitian
ini  adalah  data  kuantitatif  dan
data  kualitatif.  Data  dalam
penelitian  ini  di  peroleh  dari
sumber  primer  dan  sekuder,
dengan  teknik  observasi,
dokumentasi dan wawancara.
Teknik  analisis  yang
digunakan  dalam  penelitian  ini
adalah teknik analisis kuantitatif
yaitu  suatu  analisis  yang
dilakukan  dengan  mengadakan
perhitungan  terhadap  aspek
permodalan,  kualitas  aktiva
produktif,   manajemen,  efisiensi,
likuiditas,  kemandirian  dan
pertumbuhan,  serta  jati  diri
koperasi.  Perhitungan  dan
penilaian  dilakukan  berdasarkan
Peraturan  Menteri  Negara
Koperasi  dan  Usaha  Kecil  dan
Menengah Republik Indonesia No
14/Per/M.KUKM/XII/2009.
5.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan  hasil
perhitungan  terhadap  aspek
permodalan,  kualitas  aktiva
produktif,  manajemen,  efisiensi,
likuiditas,  kemandirian  dan
pertumbuhan,  serta  jati  diri
koperasi,  maka  dapat  dinilai
tingkat  kesehatan  Koperasi
Simpan  Pinjam   “X”   di  Tabanan
dengan  skor  seperti  pada  Tabel
4.1  sampai  dengan  4.7
(Lampiran),  sedangkan
penetapan  predikat  tingkat
kesehatan  KSP  dan  USP  seperti
pada Tabel 4.8 (Lampiran).
Berdasarkan  atas
perhitungan  yang  telah
dilakukan,  dapatlah  diketahui
skor  masing-masing  aspek
sebagai berikut: 
74
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
1.  Permodalan
1.  Rasio  modal  sendiri
terhadap  total  asset   dari
tahun  2006  sampai  tahun
2010  didapat  hasil  skor
masing  -  masing  sebesar
1.50.
2.  Rasio  modal  sendiri
terhadap  pinjaman  berisiko
dari  tahun  2006  sampai
tahun  2010  didapat  hasil
skor  masing  -  masing
sebesar 5,00
3.  Rasio  kecukupan  modal
sendiri  dari  tahun  2006
sampai  dengan  2010
didapat  hasil  skor  masing  -masing sebesar 3,00
4.  Kualitas Aktiva Produktif
1.  Rasio  volume  pinjaman
pada  anggota  terhadap
volume  pinjaman  dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  hasil  skor  masing
– masing sebesar 7,50
2.  Rasio  Volume  pinjaman
bermasalah  terhadap
pinjaman  yang  diberikan
dari  tahun  2006  sampai
dengan 2010 diperoleh skor
masing  -  masing  sebesar
4,00
3.  Rasio  cadangan  risiko
terhadap  pinjaman  yang
bermasalah  dari  tahun
2006  sampai  2010
diperoleh  hasil  masing  -masing sebesar 5,00
4.  Rasio  pinjaman  berisiko
terhadap  pinjaman  yang
diberikan  dari  tahun  2006
sampai  dengan  2010
diperoleh  hasil  skor  masing
– masing sebesar 5,00.
5.  Manajemen
1.  Manajemen  Umum  dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  skor  masing  -masing 2,25 .
2.  Manajemen  Kelembagaan
dari  tahun  2006  sampai
2010 diproleh skor masing -masing 2,50
3.  Manajemen  permodalan
dari  tahun  2006  -  2010
diperoleh  skor  2,40,  2,40,
2,40, 1,80, 2,40
4.  Manajemen  Aktiva  dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  skor  masing  –
masing 2,70
5.  Manajemen  Likuiditas  dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  skor  masing  –
masing 2,40
6.  Efisiensi
1.  Rasio  beban  operasi
anggota  terhadap
partisipasi bruto dari tahun
2006  sampai  dengan  2010
skor  masing  –  masing
sebesar 4,00
2.  Rasio  beban  usaha
terhadap  SHU  kotor  dari
tahun  2006  sampai  dengan
2010 diperoleh  skor  masing
– masing sebesar 1,00
3.  Rasio  Efisiensi  pelayanan
dari  tahun  2006  sampai
2010  skor  masing  –  masing
sebesar 2,00.
4.  Likuiditas
1.  Rasio  kas  terhadap
kewajiban  lancar   dari
tahun  2006  sampai  2010
diproleh hasil skor masing –
masing sebesar 2,25
2.  Rasio  pinjaman  yang
diberikan  terhadap  dana
yang  diterima  dari  tahun
2006  sampai  dengan  2010
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
75
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
diperoleh  hasil  skor  masing
– masing sebesar 5,00.
3.  Kemandirian dan
pertumbuhan
1.  Rasio rentabilitas Asset dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  hasil  skor  2010
masing  –  masing  sebesar
0,75.
2.  Rasio  SHU  bagian  Anggota
terhadap total modal sendiri
dari  tahun  2006  sampai
2010  diperoleh  hasil  skor
sebesar  2,50,  1,25,  1,25,
1,25, 1,25.
3.  Rasio  kemandirian
operasional  pelayanan  dari
tahun  2006  sampai  dengan
2010  diperoleh  hasil  skor
masing  –  masing  sebesar
4,00.
4.  Jati Diri Koperasi
1.  Rasio  partisipasi  bruto  dari
tahun  2006  sampai  2010
diperoleh  hasil  skor  masing
– masing sebesar 5,25.
2.  Promosi  Ekonomi  Anggota
dari  tahun  2006  sampai
2010  diproleh  hasil  skor
masing  –  masing  sebesar
3,00
3.  KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan  hasil  dan
pembahasan  terhadap  aspek
permodalan,  kualitas  aktiva
produktif,   manajemen,  efisiensi,
likuiditas,  kemandirian  dan
pertumbuhan,  serta  jati  diri
koperasi  maka  dapatlah
disimpulkan  bahwa  tingkat
kesehatan  Koperasi   “X”  di
Tabanan  dari  tahun  2006
sampai  2010  ada  pada  predikat
cukup  sehat.  Skor  masingmasing  tahun  secara  berturutturut  adalah  74,00  pada  tahun
2006,  73,25  pada  tahun  2007,
73,25  pada  tahun  2008,  72,65
pada  tahun  2009,  dan  73,25
pada tahun 2010.
Ada  beberapa  aspek  yang
nilainya  relatif  rendah  yaitu
aspek  permodalan  sendiri  (rasio
modal  sendiri  terhadap  total
asset)  ,  efisiensi  (rasio  beban
usaha  terhadap  SHU  kotor)
serta  kemandirian  dan
pertumbuhan  (Rasio  Rentabilitas
Modal  Sendiri)   Untuk  itu
Koperasi  Simpan  Pinjam   “X”
hendaknya:
1.  Mengupayakan
peningkatan  modal  sendiri
dengan  cara  meningkatkan
simpanan  pokok  dan  atau
simpanan  wajib  sesuai
dengan  kemampuan
anggota dan meningkatkan
proporsi  dana  cadangan
dalam  pembagian  SHU  dari
30%  menjadi  40%  dengan
demikian   maka  rasio
modal sendiri terhadap total
asset bisa meningkat.
2.  Peningkatan  efisiensi
dengan  melakukan
pengendalian  terhadap
beban usaha sehingga tidak
ada  pengeluaran  beban
usaha  yang  tidak
semestinya  dengan
demikian rasio beban usaha
dan SHU bisa ditingkatkan.
3.  Mengupayakan  perluasan
wilayah pemasaran. Dengan
wilayah  pemasaran  yang
lebih  luas  diharapkan  SHU
bisa  meningkat.  Dengan
meningkatnya  SHU  maka
rasio  rentabilitas  modal
sendiri bisa meningkat.
76
Penilaian Tingkat Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
(Studi Kasus Pada Koperasi ”X” Tabanan)
DAFTAR PUSTAKA
Dinas  Koperasi  Usaha  Kecil  dan
Menengah  Kota  Denpasar,
2010,  Buku  Pedoman
Pembinaan Koperasi Simpan
Pinjam, Denpasar
Hery,  2009,  Akuntansi  Keuangan
Menengah, PT Bumi Aksara.
Jakarta
Kasmir,  2010,  Pengantar
Manajemen  Keuangan,
Kencana  Prenada  Media
Group , Jakarta
Moh  Benny  Alexandri,  2009,
Manajemen  Keuangan
Bisnis  ,Alfabeta,  Andi,
Bandung
Ninik  Widiyati,  2010,  Manajemen
Koperasi,  PT.  Rineka  Cipta,
Jakarta
Sri  Dwi  Ari  Ambarwati,  2010,
Manajemen  Keuangan
Lanjut,  Graha  Ilmu,
Yogyakarta
Undang  –  Undang  Dasar  Tahun
1945,Apollo, Surabaya.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
77
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Lampiran
Tabel 4.1
Permodalan Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
1  Permodalan           
a. Rasio Modal Sendiri
Terhadap Total Asset  1.50  1.50  1.50  1.50  1.50
b. Rasio Modal Sendiri
Terhadap Pinjaman Yang
Berisiko   6.00  6.00  6.00  6.00  6.00
c. Rasio Kecukupan Modal
Sendiri   3.00  3.00  3.00  3.00  3.00
Tabel 4.2
Kualitas Aktiva Produktif Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
2  Kualitas Aktiva Produktif            
a. Rasio Volume Pinjaman
Pada Anggota Terhadap
Volume Pinjaman
diberikan  7.50  7.50  7.50  7.50  7.50
b. Rasio Volume Pinjaman
Bermasalah Terhadap
Pinjaman Yang diberikan   4.00  4.00  4.00  4.00  4.00
c. Rasio Cadangan
RisikoTerhadap Pinjaman
Bermasalah   5.00  5.00  5.00  5.00  5.00
d. Rasio Pinjaman Yang
Berisiko Terhadap
Pinjaman Yang diberikan   5.00  5.00  5.00  5.00  5.00
78
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
Tabel 4.3
Manajemen Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
3  Manajemen            
a. Manajemen Umum   2.25  2.25  2.25  2.25  2.25
b. Manajemen
Kelembagaan
2.50  2.50  2.50  2.50  2.50
c. Manajemen Permodalan  2.40  2.40  2.40  1.80  2.40
d. Manajemen Aktiva  2.70  2.70  2.70  2.70  2.70
e. Manajemen Likuiditas  2.40  2.40  2.40  2.40  2.40
Tabel 4.4
Efisiensi Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
4  Efisiensi            
a. RasioBeban Operasi
Anggota Terhadap
Partisipasi Bruto   4.00  4.00  4.00  4.00  4.00
b. Rasio Beban Usaha
Terhadap SHU Kotor   1.00  1.00  1.00  1.00  1.00
c. Rasio Efisiensi
Pelayanan  2.00  2.00  2.00  2.00  2.00
Tabel 4.5
Likuiditas Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
5  Likuiditas           
a. kas terhadap kewajiban
Lancar   2.50  2.50  2.50  2.50  2.50
b. Rasio Pinjaman yang
diberikan terhadap dana
yang diterima   5.00  5.00  5.00  5.00  5.00
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
79
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Tabel 4.6
Kemandirian dan Pertumbuhan Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
6
Kemandirian dan
Pertumbuhan            
a. Rasio Rentabilitas
Modal Sendiri   0.75  0.75  0.75  0.75  0.75
b. Rasio SHU bagian
Anggota terhadap Total
Modal Sendiri  2.25  1.50  1.50  1.50  1.50
c. Rasio Skemandirian
Operasional pelayanan   4.00  4.00  4.00  4.00  4.00
Tabel 4.7
Jati Diri Koperasi Koperasi “X”
NO  Aspek Penilaian
Skor
2006  2007  2008  2009  2010
7  Jati diri Koperasi            
a. Rasio Partisipasi bruto   5.25  5.25  5.25  5.25  5.25
b. rasio Promosi Ekonomi
Anggota   3.00  3.00  3.00  3.00  3.00
80
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
MENYUSURI JEJAK AKUNTANSI
GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI BALI
Anik Yuesti
6
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
Traces  the  journey  in  the  evidence or  artifacts fisual  to  be  recorded
in order to prove the events in the past. The financial statements is one
of  the  artifacts  fisual  accounting.  Foucauld,  provides  the  inspiration  to
perform  historical  accounting  research  in  various  aspects  of  economic,
political,  and  cultural.  To  complement  the  aspects  that  are  central
activities  of  the  organization,  views  postmodern  theologu  is  used  as  a
complementary approach.
The  research  was  conducted  on  protestant  Cristian  Church  in  Bali
which  is  located  in  ship.  Results  showed  that  from  generation  to
generation,  the  role  and  function  of  accounting  as  a  control  and
accountability continues to change. Changes accur following the pattern
of  development  of  human  thought.  Modernity  has  an  influence  on  the
change of ideas generation to generation.
Keyword: Accounting, Foucauld, Postmodern Theology
6
Alamat Korespondensi: anikyuesti@yahoo.com
1.  PENDAHULUAN
Penelitian  ini  dilakukan
untuk  menunjukkan  pentingnya
nilai-nilai  agama  melalui  cermin
teologi  postmodern  dalam
praktek  akuntansi  dimasa  lalu
dan  masa  sekarang.  Teologi,
secara  umum  dikelompokkan
menjadi  dua  jenis  yaitu  teologi
konserfatif-fundamentalis  dan
teologi  liberal  modern.  Teologi
konservatif  fundamentalis
merupakan  teologi  yang
mendasarkan  diri   pada  adanya
suatu  wahyu  supernatural  yang
secara  historis  tidak  dapat  diuji
kebenarannya  ketika  diuji
dengan  ilmu  pengetahuan.
Teologi  liberal  modern,
merupakan  teologi  yang
berusaha  menghindari  konflik
dengan  ilmu  pengetahuan  dan
sejarah  modern,  namun  tanpa
mengungkapkan  sesuatu  pun
yang  signifikan.  Teologi  ini
menggunakan kata Tuhan untuk
memberi  selubung  religius  pada
cara  pandang  sekulerisme
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
81
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
terhadap  realitas  yang  nihilistik.
Teologi  konsevatif  fundamentalis
dirasakan  tidak  ilmiah,  dan
teologi  liberal  modern  dirasakan
hampa,  oleh  karena  itu  teologi
menjadi  diabaikan.  Teologi
postmodern  mencoba
mengkolaborasikan  dua  bentuk
teologi  dalam  praktek  akuntansi,
yaitu  mendasarkan  diri  pada
wahyu  Tuhan  dan  pemikiran
sekularitas  yang  tidak  kalah
penting  untuk  dikendalikan
(Griffin, 2005).
Ezzamel  (1997),
membuktikan  bahwa  akuntansi
merupakan  aspek  penting  dalam
pengendalian  dan  akuntabilitas
melalui  perjalanan  sejarah
Kerajaan  Mesir.  Penelitian  ini
melihat   peran  akuntansi  pada
jaman  Mesir  kuno   (2700-2200
SM)  dan  juga  jaman  kerajaan
baru  sekitar   (1552-1069  SM).
Peneliti menemukan bahwa pada
pada  jaman  Mesir,  akuntansi
mempunyai  peran  dan  fungsi
yang  sangat  penting  dalam
proses  perdagangan.  Sistem
akuntansi  sebagai  alat
pertukaran  menunjukkan
perannya sebagai alat pengendali
transaksi  perdagangan.  Bentuk
tanggung  jawab  akuntansi
ditunjukkan  pada  sistem
konfirmasi  pertukaran  antara
pedagang  dan  pembeli.  Kedua
belah  pihak  mempunyai
tanggung  jawab  yang  sama  atas
nilai-nilai  barang  yang  ditukar
sehingga  tidak  ada  yang  merasa
dirugikan   (Ezzamel,  1997).
Penelitian  yang  akan  peneliti
lakukan  ini  mempunyai  motivasi
yang  sama  yaitu  ingin
mengungkap  peran  dan  fungsi
akuntansi serta bentuk tanggung
jawab  atau  akuntabilitas
akuntansi.  Perbedaan  periode
waktu  yang  digunakan  serta
objek  penelitian,  menjadi
perhatian  utama  karena
memungkinkan  menemukan  hal
yang  berbeda.  Cara  pandang
penelitian  Ezzamel  (1997),
menekankan  pada  penggalian
bukti  yang  menunjukkan  peran
penting  akuntansi  dengan
perspektif  foucaultian  yang
menganalisis  hubungan  material
praktek  akuntansi  pada  era
modern.  Penelitian  ini  mencoba
menganalisis  peran  dan  fungsi
akuntansi  dengan  perspektif
teologi  postmodern,  sedangkan
genealogi  foucaultian  digunakan
sebagai  pendekatan  untuk
menarik  jejak  perjalanan
akuntansi. Perspektif foucaultian,
menganalisis  banyak  sisi  untuk
mengungkap  sebuah  sejarah
akuntansi.  Selain  sisi  ekonomi,
perspektif  ini  juga  melihat  sisi
politik  dan  budaya  sebagai
bagian  yang  tidak  dapat
dipisahkan  dari  akuntansi.
Perspektif  teologi  postmodern,
lebih  menekankan  pada  isu-isu
sentral  keagamaan  meliputi  visi
manusia  yang  konsisten  dan
berkesesuaian  dengan  faktafakta  ilmu  pengetahuan,  dimensi
moral,  estetis,  dan  pengalaman
religiusitas (Griffin, 2005).
Yacobs  &  Walker,  (2000),
melakukan  penelitian  terhadap
komunitas  Kristen  Protestan   di
IONA  Scotlandia  dalam  konteks
teologi  postmodern.   Peran
penting  masyarakat  secara
batiniah dan juga lahiriah. Peran
anggota  komunitas  baik  secara
82
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
individu  dan  kelompok  dalam
membangun  sebuah  komunitas.
Komunitas  ini  membandingkan
tanggungjawab  individu  dan
masyarakat  dengan
menunjukkan  peran  penting
akuntansi  dalam  pengelolaan
keuangan.  Tanggungjawab
sebagai  gerakan  moral  melalui
praktek  akuntansi  dalam
lembaga  religius.  Konsep  yang
melandasi  penerapan  akuntansi
pada  komunitas  IONA  adalah
bahwa  konsep  manusia  sebagai
ciptaan  Tuhan  perlu  mempunyai
identitas  sebagai  manusia  yang
bertanggungjawab  atas  apa  yang
diciptakan  Tuhan  dan
dinikmmati.  Tanggungjawab
diwujudkan  secara  individu  dan
kelompok.   Konsep  lainnya
adalah  membentuk  hubungan
secara  nyata  antara  manusia
dengan  manusia,  manusia
dengan  ciptaan  Tuhan  lainnya,
dan  Manusia  dengan  Tuhan.
Konsep  nyata  diwujudkan
melalui  pemberian  persembahan
dengan  tulus  ikhlas  atas  apa
yang  telah  diterima.  Salah  satu
bentuk  persembahan  yang
diteliti  adalah  persembahan
perpuluhan  yang  dilakukan
dengan  mengkombinasikan
perhitungan  berdasar  konsep
akuntansi.  Konsep  persembahan
batiniah  lebih  menekankan
bahwa  hidup  ini  adalah
persembahan yang  tidak  ternilai,
namun  di  sisi  lain  manusia
memerlukan  sebuah
persembahan  nyata  yang  dapat
dirasakan  secara  langsung  oleh
manusia.  Kedua  bentuk
persembahan  baik  batiniah  dan
lahiriah  menjadi  bagian  penting
yang  tidak  dapat  dipisahkan
(Jacobs & Walker, 2000).
Jacobs  &  Walker  (2000)
menunjukkan  betapa  pentingnya
aspek  batiniah  dan  lahiriah
ketika  membangun  dan
mempraktekkan  akuntansi.
Penelitian  yang  dilakukan  saat
ini  juga  hendak  mengungkap
praktek  akuntansi  pada
komunitas  yang  lebih  besar
dengan  berbagai  kompleksitas
praktek  akuntansi  untuk
menyatukan  dua  aspek  penting
yang  tidak  dapat  dipisahkan
satu  sama  lain.  Perbedaan
dengan  penelitian  yang
dilakukan  pada  komunitas  IONA
adalah  bentuk  pengungkapan
syukur  yang  lebih  luas  bukan
hanya  persembahan
persepuluhan  tetapi  lebih
banyak  jenis  dan  juga  bentuk
pengungkapannya.  Selain
bentuk  pengungkapan  syukur
sebagai  bentuk  tanggungjawab
terhadap  Tuhan  juga  dilihat
aspek  lain  yaitu  sumber  dan
penggunaan  pendanaan,  serta
sumber dan bentuk investasi.
Aspek  pendanaan  dan
investasi  dalam  penelitian  ini
dilihat  dari  dialektika  Hegelian
dan  Marxian  seperti  penelitian
yang  dilakukan  oleh  Jinnai
(2005).  Ia  menginterpretasi
model  laporan  keuangan  yang
sebenarnya  lebih  banyak
berpihak  pada  pemilik  modal.
Perubahan  laporan  keuangan
tradisional  menjadi  akuntansi
menurutnya  hanya  sebagai
sebuah  pengalihan  modal  untuk
mencapai  kepentingan  pemilik
modal  tanpa  mempertimbangkan
aspek  lain  (Jinnai,  2005).
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
83
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Perbedaan  penelitian
sebelumnya  dengan  penelitian
ini  terletak  pada  pengambilan
keputusan  pendanaan  dan
investasi bukan menginterpretasi
laporan  keuangan.  Keputusan
pendanaan  dan  investasi  yang
dilakukan oleh pimpinan sebagai
bentuk  tanggung  jawab  kepada
Tuhan  namun  sekaligus
tanggung  jawab  terhadap
sesama.  Alasan  mendasar
mengapa  bukan  pada  aspek
laporan  keuangan  karena
perbedaan  latar  belakang  pelaku
pengambil  keputusan.  Penelitian
sebelumnya,  pelaku  adalah
murni  pelaku  bisnis,  namun
penelitian  ini  pelaku  adalah
tokoh  agama  sebagai  pemimpin
dan  pengambil  keputusan  besar
yang  mempengaruhi  kehidupan
orang banyak.
Motivasi  penelitian  adalah
menyingkap  praktek  akuntansi
melalui  penyusuran  jejak  dari
generasi  ke  generasi  dalam
perspektif  foucaultian  dengan
melihat  aspek  lain  dalam
akuntansi  yang  tidak  dapat
dipisahkan  seperti  politik  dan
budaya  serta  aspek  religiusitas.
Melalui  tersingkapnya  aspek  lain
dalam  akuntansi,  diharapkan
memberikan  gambaran  tentang
peran  dan  fungsi  penting
akuntansi  sebagai  kontrol  dan
juga akuntabilitas atau tanggung
jawab  akuntansi  kepada  para
pengguna informasi akuntansi.
Perjalanan  waktu  yang
semakin  panjang,  semakin  lama
melangkah,  semakin  jauh  pula
melupakan  jalan  dan  jejak  yang
telah  terlewati.  Untuk  mengingat
jejak  yang  telah  dilewati
diperlukan  penyusuran  ulang
dengan  metode  genealogi
foucaultian  sehingga
memperoleh  gambaran  asal  usul
praktek akuntansi di GKPB. Oleh
karena  itu  rumusan  masalah
yang  dituangkan  sebagai
langkah  awal  menyusuri  jejak
adalah  ”Bagaimana  perjalanan
hidup  akuntansi  di  GKPB  di
masa  lalu  dalam  perspektif
foucaultian?
Seiring  dengan  rumusan
masalah  sebagai  pijakan  awal
langkah  penelitian,  maka
penelitian  ini  bertujuan  untuk
menyusuri  jejak  langkah
perjalanan akuntansi di GKPB di
masa  lalu  sebagai  pijakan
akuntansi  di  masa  sekarang  dan
masa  depan.  Tujuan  ini  dapat
digapai  jika  masalah  di  atas
dapat  diselesaikan  dan  bukan
dianggap  sebagai  keadaan  yang
sulit  dan  tidak  dapat
diselesaikan.  Oleh  karena  itu
memerlukan  kegigihan,
dukungan,  dan  kreatifitas  untuk
mencapai tujuan.
2.  METODOLOGI PENELITIAN
Menurut  Marcelles,  hidup
manusia  dibagi  menjadi  tiga
bagian  atau  masa  yaitu:  masa
lalu (past), masa sekarang (now),
dan  masa  yang  akan  datang
(future).  Setiap  masa  memiliki
dimensi,  ruang  dan  waktunya
masing-masing.  Masa  lalu  (past)
adalah  masa  dimana  dimensi,
ruang  dan  waktu  sudah  berlalu.
Saat  ini  (now)  adalah  dimensi,
ruang  dan  waktu  yang  sekarang
kita  jalani.  Masa  yang  akan
datang  (future)  adalah  dimensi,
ruang  dan  waktu  yang  belum
84
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
terjadi.  Manusia  memiliki
keterbatasan  sehingga  selalu
khawatir  akan  masa  depan.
Kekhawatiran  dalam
menghadapi  masa  depan
merupakan  hal  yang  biasa,
namun  hal  ini  dapat  diatasi
ketika  kita  dapat  menyatukan
masa  lalu,  saat  ini  ke  dalam
masa  depan.  Cal  Banyan
mengajarkan  “empty  cup”  yaitu:
selesaikan  masa  lalu  (remove  old
feelings)  atau  netralisasi  hingga
kosong.  Namun  kenyataannya
memori  masa  lalu  terus  ada,
dengan  adanya  “empty  cup”,
dapat  memberi  ruang  dan  waktu
pada kepercayaan dan keyakinan
masa  lalu  dalam  masa  sekarang
dan masa depan.
Berlandaskan  keyakinan
Marcelles  tentang  dimensi  ruang
dan  waktu,  maka  penelitian  ini
mencoba  menyusuri  jejak  atas
masa  lalu,  dan  sekarang  sebagai
dasar  pijakan  masa  depan.
Pendekatan  ini  sebelumnya
dikembangkan  oleh  Foucauld
dengan  berbagai  dimensi  kondisi
masyarakat  dalam  sejarah.
Penelitian  ini  hanya  sebatas
menyusuri  jejak  atau  sejarah
dalam  bidnag  akuntansi  tanpa
menghilangkan makna yang lain.
Objek  penelitian  penyusuran
jejak akuntansi ini adalah Gereja
Kristen  Protestan  di  Bali  (GKPB).
GKPB  mempunyai  menjalankan
sistem  organisasi  dengan  gaya
Sinodal  sehingga  mempunyai
Sinode sebagai lembaga naungan
tertinggi  bagi  lembaga  pelayanan
di  bawahnya.  Jejak  akuntansi
Sinode  GKPB  sampai  saat  ini
belum  terekam,  sehingga  perlu
proses perekaman mulai saat ini.
Pertimbangan  perekaman  jejak
adalah  melandasi  dan  memberi
pijakan  bagi  pengambilan
keputusan  di  masa  yang  akan
datang.
Metode  yang  digunakan
untuk  menyusuri  jejak  adalah
metode   wawancara  dengan
pelaku  sejarah  yang  masih
hidup,  saksi  sejarah,  dan
dokumentasi  dengan
mengumpulkan  laporan
keuangan  sebagai  artefak  fisual
atau  bukti  sejarah.  Analisis  data
dilakukan  dengan  metode
hermenutik.  Menurut  Palmer
(1969),  definisi  hermeneutika
setidaknya  dapat  dibagi  menjadi
enam.  Jika  melihat
perkembangan  sejarah  para
nabi,   hermeneutika   sering
didefinisikan  sebagai  ilmu  tafsir
(science of interpretation). Definisi
hermeneutika  berkembang
menjadi  beberapa  definisi.
Pertama,  hermeneutika  didefinisi
sebagai  teori  penafsiran  Kitab
Suci  (theory  of  biblical  exegesis).
Kedua,  hermeneutika  sebagai
metodologi  filologi  umum
(general  philological
methodology).  Ketiga,
hermeneutika  sebagai  ilmu
tentang  semua  pemahaman
bahasa  (science  of  all  linguistic
understanding).  Keempat,
hermeneutika  sebagai  landasan
metodologis  dari  ilmu-ilmu
kemanusiaan  (methodological
foundation  of
eisteswissenschaften).  Kelima,
hermeneutika  sebagai
pemahaman  eksistensial  dan
fenomenologi  eksistensi
(phenomenology  of  existence  dan
of  existential  understanding).
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
85
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Keenam,  hermeneutika  sebagai
sistem  penafsiran  (system  of
interpretation).  Hermeneutika
sebagai  sistem  penafsiran  dapat
diterapkan,  baik  secara  kolektif
maupun  secara  personal,  untuk
memahami  makna  yang
terkandung  dalam  mitos-mitos
ataupun  simbol-simbol.  Keenam
definisi  ini  bukan  hanya
merupakan  urutan  fase  sejarah,
melainkan  pendekatan  yang
sangat  penting  didalam  problem
penafsiran  suatu  teks.  Keenam
definisi tersebut, masing-masing,
mewakili  berbagai  dimensi  yang
sering  disoroti  dalam
hermeneutika.  Setiap  definisi
membawa  nuansa  yang  berbeda,
namun  dapat
dipertanggungjawabkan,  dari
tindakan  manusia  menafsirkan,
terutama  penafsiran  teks
(Palmer, 1969).
Hermeneutika,  bagi  Dilthey,
adalah  displin  ilmu  yang
berfokus  pada  problem
penafsiran,  dan  terutama  sekali
adalah  penafsiran  atas  obyekobyek  historis,  yakni  sebuah
teks.  Oleh  karena  itu,  metode
yang  paling  tepat  adalah
memahami,  dan  bukan
mengkalkulasi secara kuantitatif,
seperti  yang  diterapkan  pada
ilmu-ilmu alam. Dalam hal ini, ia
telah  merumuskan  landasan
yang  lebih  manusiawi  dan
historis  tentang  metodologi ilmuilmu  kemanusiaan  (Sumaryono,
1999).
3.  HASIL  PENYUSURAN
JEJAK  PERJALANAN
AKUNTANSI  GEREJA
KRISTEN  PROTESTAN  DI
BALI
Pada  bab  ini,  disajikan  hasil
penyusuran  jejak  yang  terbagi
menjadi  tiga  generasi  mengikuti
pola  pembagian  generasi  pada
objek  penelitian.  Pembagian
generasi  bukan  didasarkan  pada
waktu  tetapi  kontribusi  gererasi
terhadap  GKPB.  Generasi
pertama  merupakan  generasi
pembangun  GKPB,  siapapun
yang  membangun  GKPB  disebut
sebagai  generasi  pertama.
Generasi  kedua  adalah  generasi
penerus  dan  pengembang  GKPB.
Generasi  ketiga  adalah  generasi
yang  tidak  membangun  dan
tidak  mengembangkan  tetapi
hanya  menikmati  dan  bahkan
menghilangkan  apa  yang  telah
dikembangkan.
1.  Jejak Generasi Pertama
Generasi  pertama,  lebih
menekankan  proses  pencarian
dan  penggalian  sumber
pendanaan.  Hal  yang  dilakukan
oleh  generasi  pertama  sebagai
wujud tanggungjawab adalah:
1.  Bekerjasama  dengan
lembaga  atau  gereja  partner
yang  berada  di  luar  Bali  dan
luar negeri.
2.  Menggunakan  sumber  dana
untuk kebutuhan dasar para
pelayan dan juga jemaat.
3.  Sistem  akuntansi  terwujud
dalam  bentuk  program
pendanaan  sebagai  bentuk
pengabdian terhadap pelayan
dan jemaat.
86
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
Generasi  pertama  lebih
menekankan  bagaimana  mencari
dan  menemukan  sumber  dana
yang  dapat  digunakan  dalam
jangka  panjang.  Sistem
akuntansi  belum  tertata  secara
sempurna  bahkan  pikiran
akuntansi  tidak  ada  dalam
benak  para  pemimpin  generasi
pertama.  Keadaan  seperti  ini
sangatlah  wajar,  karena  ilmu
akuntansi  belum  diperkenalkan.
Pikiran  yang  muncul  adalah
bagaimana  mengelola  dana
supaya  bermanfaat  bagi
kehidupan  orang  banyak.
Konsep  pengendelaian
penerimaan  dan  penggunaan
dana  tidak  terpikirkan.  Hal  ini
dapat  dilihat  dari  cara
penerimaan  dana  yang  tidak
terorganisir  dengan  baik  namun
hanya  berdasarkan  kepercayaan
pemberi  dana  kepada  masingmasing  pribadi  yang  mencari
sumber  dana.  Dana  di  transfer
ke  rekening  pribadi  para
penerima  dana  tanpa  melalui
prosedur  organisasi.  Demikian
juga  dengan  proses
pertanggungjawaban  dilakukan
tidak  terorganisir,  namun  lebih
pada  pertanggungjawaban
pribadi.
Praktek  akuntansi
menunjukkan  lemahnya  sistem
pengendalian  dan
tanggungjawab.  Masyarakat
tidak  tahu  tentang  pengendalian
dan  tanggung  jawab  akan
kegiatan yang dilakukan. Konsep
utama  pengendalian  adalah
pengendalian  secara  pribadi
bukan  kepada  organisasi  dan
Tuhan  tetapi  lebih  pada
tanggung  jawab  pemenuhan
kebutuhan  pribadi.  Investasi
dilakukan  melalui  penggunaan
dana  yang  tidak  semestinya
digunakan  untuk  investasi,
seperti  dana  untuk  program
pembinaan  digunakan  untuk
investasi.  Dana  yang  seharusnya
untuk  pengembangan  SDM
digunakan  untuk  investasi.
Bukti ini dapat dikatakan bahwa
penyimpangan  dalam  praktek
akuntansi  terjadi  karena  tidak
ada  pengendalian.  Di  sisi  lain,
menunjukkan  kebaikan  bahwa
pada  akhirnya  lembaga  ini  tidak
terus  bergantung  pada  Negara
lain  untuk  hidup.  Hegelian  dan
Marxis  berhasil  mempengaruhi
praktek  akuntansi  saat  itu
dimana  akuntansi  tidak
membuat  ketergantungan  yang
tinggi  terhadap  kaum  kapitalis
tetapi mengeluarkan setiap orang
yang mau memanfaatkan dengan
baik.  Ketergantungan  lembaga
ini  terhadap  kapitalis  menjadi
berkurang,  dan  kemandirian
mulai  dikonsepkan  untuk
mencapai visi dan misinya.
Aspek  politik  pada  generasi
pertama  masih  rendah  karena
jumlah  sumber  daya  yang  masih
sedikit.  Pengambilan  keputusan
keuangan  dilakukan  secara
sentral  yaitu  tergantung  pada
pemimpin.  Tidak  ada  unsur
kepentingan  pribadi  yang
menonjol  namun  masih  dapat
diselubungi  dengan  aspek
religiusitas.  Pemimpin  lebih
menunjukkan  kepentingan
publik  untuk  menyelubungi
kepentingan pribadi .
Budaya,  menjadi  tonjolan
utama  dan  kental  dengan
budaya  Bali  yang  tinggi.  Daerah
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
87
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
pedesaan  dan  perkotaan  belum
terlihat  perbedaan  yang
mencolok.  Faktor  budaya  sangat
menentukan  nilai-nilai  kejujuran
yang  seharusnya  dijunjung
tinggi.  Generasi  pertama
mempunyai  tingkat  kejujuran
yang rendah karena kontrol yang
juga rendah.
1.  Jejak Generasi Kedua
Generasi  kedua  mempunyai
tugas  mengembangkan  apa  yang
telah  dimiliki.  Hal  yang
dilakukan  oleh  generasi  kedua
adalah  mengelola  dan
membesarkan  penggunaan  dana
yang  telah  diinvestasikan.
Berbagai kejadian yang menimpa
generasi  pertama,  membuat
generasi  kedua  kehilangan
kepercayaan  terhadap  dunia
luar.  Kondisi  ini  mendorong
untuk  meningkatkan  tingkat
kemandirian  baik  dalam  bidang
teologi,  dana,  dan  daya.
Kemandirian  dalam  bidang
teologi  dikembangkan  oleh
generasi  kedua  dengan
melakukan  pembinaan  warga
jemaat  melalui  pendanaan
secara  mandiri  dan  pembinaan
mandiri  tanpa  bantuan  program
dari luar.
Wujud  kemandirian  teologi
ditunjukkan  oleh  generasi  kedua
yang  tidak  meminta  pembinaan
secara  khusus  namun
pembinaan  secara  mandiri  oleh
anggota  lembaga  itu  sendiri.
Kemandirian  teologi  sangat
berpengaruh  bagi  kehidupan
persekutuan  dalam  bidang  dana
dan  daya,  dan  sebaliknya
kemandirian  dalam  bidang
teologi  dipengaruhi  oleh
kemandirian  dalam  bidang  dana
dan  daya.  Teologi  tidak  akan
mandiri jika  tidak  ditunjang  oleh
sumber  daya  yang  mempunyai
motivasi  yang  tinggi  dan
kehidupan  yang  damai.  Dana
digunakan  sebagai  pendukung
untuk  meningkatkan
kemandirian  dalam  bidang
teologi namun bukan merupakan
hal utama.
Sumber  dana  dari  dalam
mulai  meningkat  baik  dari
lembaga  maupun  jemaat.
Lembaga  seperti  hotel,  sekolah,
dan juga pemberdayaan ekonomi
jemaat  mulai  memperlihatkan
kemandirian  dan  mampu
menghidupi  organisasinya
masing-masing.  Seiring  dengan
perkembangan  ilmu  pegetahuan,
sistem  pengendalian  mulai
ditingkatkan  melalui
penggunaan  dan  penerapan
sistem  akuntansi  dan  sistem
informasi  yang  memadahi.
Kepedulian  umat  semakin
meningkat  untuk  mengontrol
aktifitas  keuangan  sehingga
pengelola  dituntut  untuk
memberikan
pertanggungjawaban  melalui
sidang  sinode  yang  telah
ditetapkan.  Tuntutan  umat
adalah  hasil  pengelolaan  dana
digunakan  tidak  hanya  untuk
investasi  yang  lebih  besar  tetapi
juga untuk pelaksanaan program
sinodal  secara  keseluruhan,
serta  pengampuan  bagi  anakanak  yang  tidak  mampu.  Hal  ini
telah  dilakukan,  namun  pro
kontra  antara  pihak  yang
berkepentingan antara yang satu
dengan  yang  lain  terus  terjadi.
Pikiran  modernitas  seolah-olah
88
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
menghilangkan  makna
akuntansi  yang  semula
digunakan  sebagai  alat  untuk
menyampaikan  informasi
pengelolaan  berkat  Tuhan
menjadi  sumber  informasi  pihak
yang  mempunyai  kepentingan
atas  modal  yang  mereka
tanamkan.
Uraian  di  atas  menunjukkan
bahwa  suhu  politik  dalam
akuntansi  semakin  meningkat.
Budaya  kejujuran  juga  semakin
menurun  karena  kepentingan
politik praktis yang masuk dalam
dunia  religius.  Tidak  ada  yang
mampu  membendung  dan
menahan  naiknya  suhu  politik
selain  hati  manusia  yang  mau
kembali  dan  mendekat  pada
hakekat semula.
2.  Jejak Gererasi Ketiga
Generasi  ketiga  adalah
generasi  yang  tidak  mencari  dan
mengembangkan  tetapi  hanya
menikmati,  bahkan  bisa  juga
menghilangkan  apa  yang  telah
ada.  Modernitas  sangat
mempengaruhi  pola  pikir
generasi  ketiga.  Setiap  orang
yang berada pada generasi ketiga
selalu  ingin  hidup  sejahtera
tanpa  menanam  dan  menunggu
serta  mengolahnya.  Semua
sudah  tersedia  untuk  dinikmati.
Pola  pikir  ini  berdampak  pada
kehidupan  rohani  yang  bukan
semakin  rendah  hati  namun
justru  semakin  sombong  karena
semua  sudah  tersedia.  Kontrol
diri  terhadap  pekerjaan  dan
aktifitas keuangan semakin tidak
dapat  dibatasi.  Setiap  orang
mempunyai  peluang  untuk
menafsirkan  teologi  dalam  arti
modernitas yang tak terbatas.
Kondisi  membawa  dampak
yang  tidak  semuanya  baik,
namun  juga  menimbulkan  duka
yang mendalam ketika seseorang
memaknai  teologi  modern  dalam
konteks  modernitas  sepenuhnya.
Semua  cara  dianggap  sebagai
suatu  yang  dibolehkan  karena
mendatangkan kebaikan terlepas
dari  konsep  dasar  yang
sesungguhnya.  Tindakan  yang
dilakukan  oleh  setiap  orang
bahkan  pelayan  sendiri  semakin
jauh  dari  hakekat  Tuhan  dan
semakin mendekat pada hakekat
manusia  seutuhnya.
Tanggungjawab  manusia
terhadap  Tuhan  semakin  rendah
dan  hanya  bertanggung  jawab
pada diri mereka sendiri.
Generasi  ketiga  terpengaruh
dengan suhu politik bangsa yang
semakin  tidak  karuan.
Akuntansi  mengalami  krisis
keteduhan  sehingga  menjauh
dari  hakekat  akuntansi  yang
sebenarnya.  Kesulitan
membedakan  antara  akuntansi
modern  dan  akuntansi
tradisional,  kebutuhan  atau
keinginan,  dan  baik  serta  buruk
dalam  praktek  akuntansi.
Budaya  kreatifitas  menjadi
absah  meskipun  kebablasan.
Akuntansi  yang  kreatif
diibaratkan   akuntansi  yang
penuh dengan rekayasa.
Intinya,  setiap  orang  bisa
berada  pada  tiga  generasi  jika
dilihat  dari  pikiran  dan  perilaku
pengendalian  serta  bentuk
tanggungjawab  yang  dilakukan.
Tingginya  tingkat  pengendalian
akuntansi  dan  akuntabilitas
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
89
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
akuntansi  menunjukkan  wilayah
generasi  akuntansi.  Ringkasan
pola  pengendalian  dan
akuntabilitas  dapat  diihat  dalam
Tabel  3.1  (Lampiran).  Sedangkan
kondisi  politik  serta  budaya
dapat  dilihat  pada  Tabel  3.2
(Lampiran).
4.  Kesimpulan
Masa  lalu  merupakan
bagian  penting  yang  harus  tetap
ada  di  memori  untuk
menentukan  apa  yang  akan
dilakukan  saat  ini  dan  masa
mendatang.  Konsep  ini  jika
dikaitkan  dengan  akuntansi
adalah  bahwa  sejarah  akuntansi
penting  untuk  menentukan
kebijakan saat ini dan sasaran di
masa  yang  akan  datang.  Sejarah
tidak  akan  hilang  dari  memori
jika ada saksi bisu yang tercatat.
Salah  satu  saaksi  bisu  adalah
hasil  penelitian  yang  dilakukan
secara terus menerus.
Tingkat  pengendalian  dan
akuntabilitas  akuntansi
menunjukkan  pentingnya  fungsi
dan  peran  akuntansi  masingmasing  generasi.  Semakin
modern  pikiran  seseorang
menunjukkan  semakin
rendahnya  tingkat  akuntabilitas
akuntansi  terhadap  Tuhan.  Akal
pikiran  manusia  lebih
mendominasi  daripada  perasaan
dan  tanggung  jawab  yang
seharusnya dilakukan.
Aspek politik selalu menonjol
dalam  setiap  generasi,  namun
aspek  etika  dan  kejujuran
menjadi  semakin  terabaikan.
Pengaruh  modernitas  dalam
dunia  akuntansi  dirasakan
cukup  signifikan  jika  dilihat  dari
aspek  politik  dan  budaya.
Budaya  kejujuran  dan  etika
semakin  ditinggalkan  dalam
dunia  akuntansi  namun  politik
semakin  maningkat  dalam
praktek akuntansi.
DAFTAR PUSTAKA
Ezzamel,  M.  (1997).  Accounting,
Control  and  Accountability:
Preliminary  Evidence  from
Ancient  Egypt  Critical
Perspectives  on  Accounting
8, 563-601.
Griffin,  D.  R.  (2005).  God  and
Religion  in  the  Postmodern
World  (A.  G.  Admiranto,
Trans.).  Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Jacobs,  K.,  &  Walker,  S.  (2000).
Accounting  and
Accountability  in  Iona
Community  University  of
Edinburgh  Edinburgh  EH8
9JY Scotland.
Jinnai,  Y.  (2005).  Towards  a
dialectical  interpretation  of
the  contemporary  mode  of
capitalist  accounting.
Critical  Perspectives  on
Accounting 16, 95-113.
Palmer,  R.  E.  (1969).
Hermenutics.  United  Stated
of  America:  Northwestern
University Press.
Sumaryono,  E.  (1999).
Hermeneutik:  Sebuah
Metode  Filsafat:  Penerbit
Kanisius Yogyakarta
90
Menyusuri Jejak Akuntansi
Gereja Kristen Protestan di Bali
Lampiran
Tabel 3.1
Tingkat Pengendalian dan Akuntabilitas
Generasi  Pengendalian  Akuntabilitas
Manusia  Tuhan  Manusia  Tuhan
Generasi
Pertama
Rendah  Tinggi  Rendah  Tinggi
Generasi
Kedua
Tinggi  Tinggi  Tinggi  Tinggi
Generasi
Ketiga
Tinggi  Rendah  Tinggi  Rendah
Sumber: Peneliti, 2011 (diolah)
Tabel 3.2
Kondisi Politik dan Budaya
Generasi  Politik  Budaya
Etis  Akuntansi  Kejujuran  Etika
Generasi
Pertama
Rendah  Tinggi  Rendah  Tinggi
Generasi
Kedua
Tinggi  Tinggi  Tinggi  Rendah
Generasi
Ketiga
Tinggi  Tinggi  Tinggi  Rendah
Sumber: Peneliti, 2011 (diolah)
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
91
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
PENGARUH KEPUTUSAN PENDANAAN, PROFITABILITAS DAN
STRUKTUR ASSET TERHADAP ECONOMIC VALUE ADDED PADA
PERUSAHAAN LQ 45 DI BURSA EFEK INDONESIA
A.A. Dwi Widnyani7
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
This  study  ainms  to  examine  and  obtain  empirical  evidence  of  the
influence  funding  decisions,  profitability  and  asset  structure  of  the
economis vakue added (EVA). Sample of this study are 10 companies in
the LQ 45 group in Indonesian Stock Exchange in 2005-2009.
Data  analysis  technique  using  multiple  regression  linear  technique.
Bades  on  the  analysis  found  that  the  negative  impact  of  funding
decisions  on  the  economic  value  added  (EVA).  Profitability  and  asset
structure variable has a positive effect on economic value added (EVA)
Keywords:   Economic Value Added, Funding Decisions, Profitability And
Asset Structure.
7
Alamat Korespondensi: dwiwidyani@yahoo.com
1.  PENDAHULUAN
Pengukuran  kinerja
merupakan  alat  bantu  bagi
manajemen  perusahaan  dalam
proses  pengambilan  keputusan
serta  digunakan  untuk
menunjukkan  kepada  investor
maupun  pelanggan  atau
masyarakat secara umum bahwa
perusahaan  mempunyai
kredibilitas  yang  baik.  Ukuran
yang  biasa  digunakan  dalam
menilai  kinerja  keuangan
perusahaan  adalah  rasio-rasio
keuangan  perusahaan  antara
lain  rasio  profitabilitas,  rasio
likuiditas,  rasio  aktivitas  dan
rasio  solvabilitas.  Rasio-rasio  ini
memberikan  kemudahan  kepada
manajemen  untuk
menggambarkan  kinerja
perusahaan melalui konsep serta
perhitungan  yang  relatif
sederhana  namun  cukup  dapat
menggambarkan  kondisi
perusahaan saat ini.
Pada  tahun  1991  ditemukan
suatu  konsep  yang  lebih
memfokuskan  perhatian  pada
usaha  penciptaan  nilai
perusahaan oleh  Bennet  Steward
dalam  bukunya  yang  berjudul
”The  Quest  for  value”.  Konsep  ini
dikenal  dengan  Economic  Value
Added  (EVA)  yang  didefinisikan
secara  sederhana  sebagai  laba
92
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
operasi  setelah  pajak  dikurangi
dengan  biaya  modal.  Laba
operasi  menggambarkan  hasil
penciptaan nilai sedangkan biaya
modal  diartikan  sebagai
pengorbanan  yang  dilakukan
dalam penciptaan nilai tersebut.
EVA dapat dikatakan sebagai
metode  penilaian  kinerja  yang
paling  efektif  bila  dibandingkan
dengan  rasio  keuangan  yang
lain,  akan  tetapi  dalam
penerapannya  konsep  ini  tidak
terlepas dari rasio-rasio tersebut.
EVA  merupakan  indikator
tentang  adanya  penciptaan  nilai
dari  suatu  investasi.  Perusahaan
berhasil  menciptakan  nilai  bagi
pemilik  modal  ditandai  dengan
nilai  EVA  yang  positif  karena
perusahaan  mampu
menghasilkan  tingkat
pengembalian  yang  melebihi
tingkat  biaya  modal.  Tetapi
apabila  nilai  EVA  negatif  maka
menunjukkan  nilai  perusahaan
menurun  karena  tingkat
pengembalian  lebih  rendah  dari
biaya  modal.  Secara  sederhana
apabila  EVA  >  0  maka  telah
terjadi  proses  nilai  tambah  pada
perusahaan,  Sementara  apabila
EVA  =  0  menunjukkan  posisi
impas  perusahaan.  Sebaliknya
apabila  EVA  <  0  maka
menunjukkan  tidak  terjadinya
proses  nilai  tambah  ekonomis
bagi  perusahaan,  karena  laba
yang  tersedia  tidak  bisa
memenuhi  harapan  para
penyandang dana.
Keputusan  pendanaan
merupakan  keputusan  tentang
bentuk  dan  komposisi
pendanaan  yang  akan
dipergunakan  oleh  perusahaan
(Husnan,  2002:253).  Secara
sederhana  dapat  didefinisikan
sebagai  perimbangan  antara
hutang  dengan  modal  sendiri.
Pendanaan  yang  efisien  akan
terjadi  bila  perusahaan
mempunyai  struktur  modal  yang
optimal.  Struktur  modal  optimal
dapat diartikan sebagai struktur
modal yang dapat meminimalkan
biaya  penggunaan  modal
keseluruhan  atau  biaya  modal
rata-rata  sehingga  akan
memaksimalkan  nilai
perusahaan.  Keputusan
pendanaan  dalam  penelitian  ini
diproksikan sebagai DER (Debt to
Equity  Ratio).  Rasio  ini
menjelaskan  prosentase  aset
yang  dibiayai  dengan  hutang.
Penggunaan  hutang  dalam
perusahaan  tersebut  akan
menimbulkan  adanya  biaya
modal yang mempengaruhi EVA. 
Profitabilitas  mencerminkan
kemampuan  memperoleh  laba
dalam  hubungannya  dengan
penjualan,  modal  sendiri
maupun  total  aktiva.  ROE
(Return  on  Equity)  dipakai
sebagai  ukuran  kemampuan
perusahaan  di  dalam
menghasilkan  laba  bersih  dari
total  modal  yang  digunakan
dalam  perusahaan.  Semakin
tinggi  ROE  semakin  baik  karena
menunjukkan  laba  yang
dihasilkan perusahaan dari dana
yang  diinvestasikan  semakin
besar.  Meningkatnya  laba  bersih
tersebut  pada  akhirnya  akan
berpengaruh  pada  meningkatnya
EVA  (Young  &  O’Byrne,
2001:254).
Pada suatu perusahaan, aset
atau  aktiva  diharapkan  untuk
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
93
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
selalu tumbuh untuk kelancaran
perusahaan  baik  itu  untuk
ekspansi  maupun  untuk
bertahan  hidup  dalam
persaingan  dewasa  ini.  Dalam
perusahaan  industri  manufaktur
diasumsikan  bahwa  aktiva  tetap
akan  memberikan  hasil  yang
lebih  besar  dibandingkan  aktiva
lancar.  Hal  ini  dikarenakan
aktiva  tetap  nantinya  akan
digunakan  untuk  menghasilkan
barang-barang  jadi,  yang  pada
akhirnya  dijual  untuk
memberikan  keuntungan  pada
perusahaan.
Berdasarkan   latar  belakang
diatas,  maka  yang  menjadi
masalah  dalam  penelitian  ini
adalah  apakah  keputusan
pendanaan,  profitabilitas,  dan
struktur  asset,  berpengaruh
pada   Economic  Value  Added
(EVA).  Tujuan  penelitian  adalah
untuk  menguji  dan  memperoleh
bukti  empiris  pengaruh
keputusan  pendanaan,
profitabilitas,  dan  struktur  asset
pada Economic Value Added EVA.
2.  KAJIAN  PUSTAKA  DAN
PENGEMBANGAN
HIPOTESIS
2.1  Economic  value  added
(EVA).
Metode  EVA  pertama  kali
dikembangkan  oleh  Steward  &
Stern,  seorang  analis  keuangan
dari  perusahaan  Stern  Stewart  &
Co pada tahun 1993. EVA adalah
suatu  sistem  manajemen
keuangan  untuk  mengukur  laba
ekonomi  dalam  suatu
perusahaan,  yang  menyatakan
bahwa  kesejahteraan  hanya
dapat  tercipta  jika  perusahaan
mampu  memenuhi  semua  biaya
operasi  dan  biaya  modal,
(Tunggal,  2001:15).  Merupakan
hasil  pengurangan  total  biaya
modal  terhadap  laba  operasi
setelah pajak. Biaya modal dibagi
menjadi  cost  of  debt  dan  cost  of
equity.   Economic  Value  Added
(EVA)  dapat  diformulasikan
sebagai berikut:
EVA = NOPAT – C* x Capital
Keterangan:
NOPAT   =   Net  Operating  Profit
After  Tax  atau  Laba
operasi setelah pajak
(sebelum  dikurangi
beban bunga)
C*  =   Weighted  Average
Cost of Capital
Capital  =   Total  modal  yang
diinvestasikan,  yaitu
penjumlahan  dari
total  hutang  dan
modal sendiri
Kelebihan  dari  manajemen
EVA  adalah  dalam  mengkaji
tingkat pengembalian atas modal
investasi  (Return  On  Invested
Capital)  dengan  memasukkan
unsur  biaya  modal  (cost  of
capital)  keseluruhan  dalam
perhitungannya.  Angka  nilai
bersih  dalam  laporan  laba  rugi
hanya  mempertimbangkan  jenis
biaya  modal  yang  mudah  dilihat
atau  eksplisit  saja.  EVA  sebagai
penilaian  kinerja  berorientasi
pada  nilai,  selalu  dihadapkan
pada  elemen  penggerak  nilainya
terutama  penggerak  nilai  dari
perspektif  keuangan.  Analisis
DuPont  merumuskan  EVA
dengan  mengurangi  ROI  dengan
WACC .
94
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
WACC ROI EVA  
Keterangan :
EVA  =  Economic Value Added
ROl  = Return on Investment
WACC  = Weighted Average Cost of
Capital
ROI  (Return  On  Investment)
diperoleh  dengan  mengalikan
Margin  Laba  dengan  Perputaran
Aktiva  Total.  Sedangkan  WACC
mewakili  biaya  modal  yang
merupakan  biaya  rata-rata
tertimbang  dari  biaya  hutang
dan  biaya  modal  sendiri.  Nilai
EVA  positif,  ini  berarti
perusahaan  telah  mampu
menciptakan  nilai  bagi  pemilik
modal.  Sedangkan  bila  EVA
negatif,  menandakan
berkurangnya  nilai  perusahaan
sebagai  akibat  dari   tingkat
pengembalian  yang  dihasilkan
lebih  rendah  daripada  tingkat
pengembalian  yang  disyaratkan
investor/pemilik saham.
2.2 Keputusan Pendanaan
Keputusan  pendanaan
merupakan  bentuk  dan
komposisi  pendanaan  yang  akan
dipergunakan  oleh  perusahaan.
Keputusan  pendanaan  yang
disebut  dengan  keputusan
pembelanjaan  menjawab
pertanyaan  penting  seperti:
bagaimana  pembelanjaan
kegiatan  yang  optimal,
bagaimana  memperoleh  dana
untuk  investasi  yang  efisien,
bagaimana  komposisi  sumber
dana  optimal  yang  harus
dipertahankan,  apakah
perusahaan  sebaiknya
menggunakan  modal  asing  atau
modal  sendiri,  adakah  pengaruh
keputusan  pembelanjaan
terhadap  nilai  perusahaan,  serta
bagaimana  bentuk  insentif
terbaik  untuk  meningkatkan
prestasi  manajemen  (Sartono
2001:6).  Keputusan  pendanaan
menyangkut  beberapa  hal,
sebagai berikut:
1.  Keputusan  mengenai
penetapan  sumber  dana
yang  diperlukan  untuk
membiayai investasi.
2.  penetapan  tentang
perimbangan  pembelanjaan
yang  terbaik  atau  sering
disebut  dengan  struktur
modal optimum.
Salah  satu  rasio  yang  dapat
digunakan  untuk  mengukur
proporsi  utang  dalam  suatu
perusahaan  adalah  Debt  to
Equity  Ratio/DER  (Husnan
2002:333).  Rasio  ini
menunjukkan  berapa  bagian
yang  dijamin  oleh  setiap  rupiah
modal  sendiri.  Keputusan
pendanaan  merupakan  salah
satu  keputusan  penting  yang
harus  diambill  oleh  manajemen
keuangan  dalam  kaitannya
dengan  kelanjutan  operasional
perusahaan  dalam  memperoleh
dana  dengan  biaya  yang
serendah-rendahnya.
Faktor-faktor  yang
mempengaruhi  struktur  modal
(Sartono 2001:248) adalah:
1.  Tingkat penjualan
Perusahaan  dengan
penjualan  yang  relatif  stabil
berarti  memliki  aliran  kas
yang  relatif  stabil  pula,
sehingga  perusahaan  dengan
penjualan  yang  stabil  dapat
menggunakan  hutang  dalam
jumlah  yang  lebih  besar
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
95
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
daripada  perusahaan  yang
tidak stabil.
2.  Struktur aset
Perusahaan  yang  memiliki
aset  tetap  dalam  jumlah
besar  dapat  menggunakan
hutang  dalam  jumlah  besar,
hal  ini  disebabkan  karena
dari  skalanya  perusahaan
besar  lebih  mudah
mendapatkan  akses  ke
sumber  dana  dibandingkan
dengan perusahaan kecil.
3.  Tingkat  pertumbuhan
perusahaan
Semakin  cepat  pertumbuhan
perusahaan  maka  semakin
besar kebutuhan dana untuk
pembiayaan ekspansi.
4.  Profitabilitas
Perusahaan  dengan
profitabilitas  yang  tinggi
cenderung  menggunakan
hutang  jangka  panjang  yang
lebih  kecil  daripada
perusahaan  dengan
profitabilitas  rendah,  karena
perusahaan  telah  mampu
menyediakan  dana  dalam
bentuk  laba  ditahan.
Sedangkan  tingkat  pajak
yang  semakin  tinggi
mendorong  perusahaan
untuk  menggunakan  hutang
jangka  panjang  yang  lebih
besar  karena  pembayaran
bunga  dari  hutang  tersebut
merupakan  pengurangan
terhadap pajak.
5.  Variabel  laba  dan
perlindungan pajak
Variabel  ini  erat  kaitannya
dengan  stabilitas  penjualan.
Jika  variabilitas  atau
volatilitas  laba  perusahaan
kecil  maka  perusahaan
mempunyai  kemampuan
yang  lebih  besar  untuk
menanggung  beban  tetap
dan  hutang.  Ada
kecenderungan   bahwa
penggunaan  hutang  akan
memberikan  manfaat  berupa
perlindungan pajak.
6.  Skala perusahaan
Perusahaan  besar  yang
sudah  well-established  akan
lebih  mudah   memperoleh
modal  di  pasar  modal
dibandingkan  dengan
perusahaan  kecil.  Karena
kemudahan  akses  tersebut
berarti  perusahaan   besar
memilliki  fleksibilitas  yang
lebih besar pula.
7.  Kondisi  intern  perusahaan
dan ekonomi makro
Perusahaan  dengan   kondisi
intern  yang  kurang  baik
akan  lebih  cenderung
berhati-hati  dalam
memanfaatkan   sumber
modal  asing  (hutang  jangka
panjang)  daripada
perusahaan  dengan  kondisi
intern yang lebih baik.
2.3 Profitabilitas
Terdapat  beberapa
pengukuran  terhadap
profitabilitas  perusahaan,
masing-masing  pengukuran
dihubungkan  dengan  volume
penjualan,  total  aktiva  dan
modal  sendiri.  Secara
keseluruhan  ketiga  pengukuran
ini  akan  memungkinkan  seorang
penganalisa  untuk  mengevaluasi
tingkat  earnings  dalam
hubungannya  dengan  volume
penjualan,  jumlah  aktiva  dan
investasi  tertentu  dari  pemilik
96
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
perusahaan.  Disini  perhatian
ditekankan  pada  profitabilitas,
karena  untuk  dapat
melangsungkan  hidupnya,  suatu
perusahaan  haruslah  berada
dalam  keadaan
menguntungkan/profitable.
2.4 Struktur Asset 
Struktur  asset  adalah
proporsi  investasi  perusahaan
dalam  bentuk  aktiva  tetap.
Struktur  asset  umumnya  diukur
oleh  rasio  perbandingan  antara
aktiva  tetap  dengan  total  aktiva.
Aktiva  tetap  sering  disebut
sebagai “the earning assets” yaitu
aktiva  yang  sesungguhnya
menghasilkan  pendapatan  bagi
perusahaan  oleh  karena   aktivaaktiva  tetap  inilah   yang
memberikan  dasar  bagi  earnings
power  perusahaan.  Aktiva-aktiva
lancar  seperti  kas,  persediaan
piutang  dan  kas  tidak
memberikan earnings  power  bagi
perusahaan.  Walaupun
demikian,  bukan  berarti  aktiva
lancar  tidak  memberikan
kontribusi  bagi  perusahaan,
aktiva  lancar   tersebut  sangat
diperlukan  dalam  produksi  dan
penjualan  dari  barang  jadi  yang
dihasilkan oleh aktiva tetap.
Kebanyakan  perusahaan
industri  yang  sebagian  besar
modalnya  tertanam  dalam  aktiva
tetap,  akan  mengutamakan
pemenuhan  modalnya  dari
modal  yang  permanen,  yaitu
modal  sendiri,  sedang  hutang
sifatnya  sebagai  pelengkap.  Hal
ini  dapat  dihubungkan  dengan
adanya  struktur  finansial
konservatif  yang  horisontal  yang
menyatakan  bahwa  besarnya
modal  sendiri  hendaknya  paling
sedikit  dapat  menutup  jumlah
aktiva tetap plus aktiva lain yang
sifatnya permanen.
Pertumbuhan  aset
perusahaan  merupakan  suatu
harapan  yang  diinginkan  oleh
pihak  internal  perusahaan  yaitu
manajemen,  maupun  pihak
eksternal  perusahaan  seperti
investor  dan  kreditur.
Pertumbuhan  ini  diharapkan
dapat  memberikan  aspek  yang
positif  bagi  perusahaan  seperti
adanya  suatu  kesempatan
berinvestasi  di  perusahaan
tersebut.  Bagi  investor  prospek
perusahaan  yang  meningkat
merupakan  suatu  prospek  yang
menguntungkan,  karena
investasi  yang  ditanamkan
diharapkan  akan  memberikan
tingkat  pengembalian  yang
tinggi.
Dalam  hubungannya  dengan
EVA,  aktiva  tetap  adalah  aktiva
yang  akan  menimbulkan  biaya
modal  yang  harus  dimasukkan
dalam  perhitungan  EVA.
Semakin  tinggi  jumlah  aktiva
tetap  dalam  perusahaan  akan
menambah jumlah modal sendiri
untuk  menutup  jumlah  aktiva
tetap.  Aktiva  tetap  juga
mempengaruhi  laba  yang  akan
diperoleh  oleh  perusahaan.
Semakin  besar  aktiva  tetap
dalam  perusahaan,  maka
semakin  besar  pula  barang  jadi
yang  dapat  didistribusikan  oleh
perusahaan.  Hal  inilah  yang
dimaksudkan  dalam  penjelasan
diatas bahwa aktiva tetap adalah
dasar  bagi  earnings  power
perusaha
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
97
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
2.5  Hipotesis Penelitian
2.5.1  Pengaruh  Keputusan
Pendanaan  pada
Economic  Value  Added
(EVA)
Keputusan  pendanaan  yang
dalam  penelitian  ini  diproksikan
sebagai  Debt  to  Equity  Ratio
(DER)  mencerminkan  jumlah
pinjaman  yang  diberikan  oleh
kreditur  dengan  jumlah  modal
sendiri  yang  diberikan  oleh
pemilik.  Intinya  adalah  semakin
tinggi  rasio  DER,  semakin  tinggi
risiko  yang  ditimbulkan.
Tingginya  risiko  ini  akan
merangsang  investor  untuk
meminta  tingkat  pengembalian
yang  lebih  tinggi.  Keadaan  ini
yang  menyebabkan   biaya
hutang   meningkat,  rata-rata
tertimbang  biaya  modal  juga
meningkat sehingga berpengaruh
dalam  penurunan  nilai  EVA.
Berdasarkan  uraian  tersebut,
maka  hipotesis  yang
dikembangkan adalah:
H1:  keputusan  pendanaan
berpengaruh  negatif  pada
economic value added (EVA)
2.5.2  Pengaruh  Profitabilitas
pada  Economic  Value
Added (EVA)
Profitabilitas  mencerminkan
kemampuan  memperoleh  laba
dalam  hubungannya  dengan
penjualan,  modal  sendiri
maupun  total  aktiva.  ROE
(Return  on  Equity)  dipakai
sebagai  ukuran  kemampuan
perusahaan  di  dalam
menghasilkan  laba  bersih  dari
total  equity  perusahaan.
Semakin  tinggi  ROE  semakin
baik  karena   menunjukkan  laba
yang  dihasilkan  perusahaan  dari
dana  yang  diinvestasikan
semakin  besar.  Meningkatnya
laba  bersih  tersebut  pada
akhirnya akan berpengaruh pada
meningkatnya  EVA  (Young  &
O’Byrne, 2001:254). Berdasarkan
uraian  tersebut,  maka  hipotesis
yang dikembangkan adalah:
H2:  profitabilitas  berpengaruh
positif  pada  economic  value
added (EVA)
2.5.3  Pengaruh  struktur  aset
pada  economic  value
added (EVA)
Struktur  aset  adalah
proporsi  investasi  perusahaan
dalam  aktiva  tetap.   Semakin
tinggi  jumlah  aktiva  tetap  dalam
perusahaan,  biaya  yang
tertanam dalam aktiva tetap juga
meningkat.  Meningkatnya  biaya
yang  berasal  dari  aktiva  tersebut
berpengaruh  terhadap  EVA
perusahaan.  .  Aktiva  tetap  juga
mempengaruhi  laba  yang  akan
diperoleh  oleh  perusahaan.
Semakin  besar  aktiva  tetap
dalam  perusahaan,  maka
semakin  besar  pula  barang  jadi
yang  dapat  didistribusikan  oleh
perusahaan.  Berdasarkan  uraian
tersebut,  maka  hipotesis  yang
dikembangkan adalah:
H3:  struktur  asset  berpengaruh
positif  pada  economic  value
added (EVA)
8.  METODE PENELITIAN
3.1  Metode Penentuan Sampel
Metode  penentuan  sampel
yang digunakan dalam penelitian
ini  adalah  metode  purposive
sampling  yaitu  metode
penentuan  berdasarkan  atas
98
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
kriteria-kriteria  tertentu.  Adapun
kriteria  yang  digunakan  untuk
memilih sampel  dalam  penelitian
ini adalah:
1.  Perusahaan  termasuk  ke
dalam  kelompok  LQ  45
berturut-turut pada Bursa
Efek  Indonesia  selama
tahun 2005-2009.
2.  Perusahaan  yang
termasuk  kategori  LQ  45
pada  Bursa  Efek
Indonesia  dan  tidak
mengalami  kerugian
dalam periode 2005-2009.
Berdasarkan  kriteria  tersebut
diperoleh  10  perusahaan  sebagai
sampel  penelitian  dengan  50
observasi  selama  5  tahun
pengamatan (Tabel 3.1).
3.2  Definisi  Operasional
Variabel
Untuk  memperjelas  definisi
masing-masing  variabel  yang
diteliti  sebagai  pokok
permasalahan  yang  dibahas,
maka  perlu  diuraikan  beberapa
hal sebagai berikut:
1.  Keputusan pendanaan (X1)
Keputusan  pendanaan
merupakan  keputusan
tentang  bentuk  dan
komposisi  pendanaan  yang
akan  dipergunakan  oleh
perusahaan.  Pada  penelitian
ini,  keputusan  pendanaan
diukur dengan Debt to Equity
Ratio  (DER)  yaitu
perbandingan  antara  total
hutang  dengan  total  modal
sendiri  pada  perusahaan
kategori LQ 45 di Bursa Efek
Indonesia.Satuan  ukurannya
adalah  persen.  Dalam
penelitian  DER  yang  diukur
adalah  DER  Perusahaan
Kategori  LQ  45  pada  Bursa
Efek Indonesia periode tahun
2005-2009.
DER =
Sendiri   Modal
Hutang   Total
x 100% .(1)
2.  Profitabilitas (X2)
Profitabilitas  yang  diteliti
adalah  kemampuan
perusahaan  secara
keseluruhan  di  dalam
menghasilkan  keuntungan.
Penelitian  ini  menggunakan
ROE  sebagai  ukuran
profitabilitas  perusahaan.
Profitabilitas  dapat  dihitung
dengan  rumus  sebagai
berikut:
ROE =
% 100
Sendiri   Modal
bersih   Laba

..(2)
Satuan  profitabilitas  dalam
penelitian  ini  adalah  persen.
ROE  yang  dihitung  adalah
ROE Perusahaan Kategori LQ
45  pada  Bursa  Efek
Indonesia  tahun  2005  –
2009.
3.  Struktur Asset (X3)
Struktur  asset  adalah
proporsi  investasi
perusahaan  dalam  bentuk
aktiva  tetap  yang  diukur
dengan  perbandingan  antara
aktiva  tetap  dengan  total
aktiva  pada  perusahaan
kategori LQ 45 di Bursa Efek
Indonesia.  Satuan  ukuran
yang  digunakan  dalam
penelitian  ini  adalah  persen.
Struktur  aset  yang  diteliti
adalah  struktur  aset
Perusahaan  Kategori  LQ  45
pada  Bursa  Efek  Indonesia
periode 2005-2009
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
99
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
S_A =
aktiva   total
tetap aktiva
x 100% …..(3)
4.  Economic value added  (Y)
EVA  adalah  suatu  sistem
manajemen  keuangan  untuk
mengukur  laba  ekonomi
dalam  suatu  perusahaan,
yang  menyatakan  bahwa
kesejahteraan  hanya  dapat
tercipta  jika  perusahaan
mampu  memenuhi  semua
biaya  operasi  dan  biaya
modal.  EVA  dalam  penelitian
ini  diukur  dengan
menggunakan  analisis
DuPont yaitu:
WACC ROI EVA  
…...(4)
ROI  mewakili  tingkat
pengembalian  investasi  dari
pemegang  saham.  WACC
adalah  weighted average cost
of  capital  atau  biaya  modal
rata-rata  tertimbang  yang
mewakili  biaya  modal  total.
Satuan EVA dalam penelitian
ini  adalah  Rupiah.  EVA  yang
diukur  adalah  EVA  pada
perusahaan  kategori  LQ  45
di  Bursa  Efek  Indonesia
periode tahun 2005-2009.
3.3  Teknik Analisis Data
3.3.1   Pengujian Asumsi Klasik
1.  Uji Normalitas
Uji  normalitas  bertujuan
untuk  menguji  apakah
dalam  model  regresi,
variabel  pengganggu  atau
residual  memiliki
distribusi normal (Ghozali,
2006:110). Pada penelitian
ini  pengujian  normalitas
dilakukan  dengan  uji
Kolmogorov-Smirnov
terhadap.  Kriteria  dalam
pengambilan  keputusan
adalah  apabila  nilai
signifikansi  >  0,05,  maka
residual  memiliki
distribusi normal.
2.  Uji Multikolinearitas
Uji  multikolinearitas  ini
dilakukan  untuk  menguji
apakah  dalam  model
regresi  ditemukan  adanya
korelasi  diantara  variabel
bebas.  Model  regresi  yang
baik  seharusnya  tidak
terjadi  korelasi  diantara
variabel  independent.
Pedoman  suatu  model
regresi  yang  bebas
problem  multikolinearitas
adalah  jika  mempunyai
nilai  VIF  (Varians  Inflation
Faktor)  kurang  dari  10
dan  nilai  tolerance  lebih
dari  10%  (Ghozali,
2006:95).
3.  Uji Autokorelasi
Uji  autokorelasi  dilakukan
untuk  mendeteksi  adanya
korelasi  antara  data  pada
masa  sebelumnya  (t-1)
dengan  data  sesudahnya
(t1).  Model  uji  yang  baik
adalah  terbebas
autokorelasi.  Deteksi
autokorelasi digunakan uji
Run  Test.  Deteksi
autokorelasi  dilihat  dari
nilai  Asymp.  Sig  yang
dihasilkan.  Jika  nilai
Asymp.  Sig  lebih  besar
dari alpha (  = 0,05) maka
model  uji  terbebas  dari
autokorelasi  (Ghozali,
2006: 104).
4.  Uji Heteroskedastisitas
100
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
Uji  ini  bertujuan  untuk
mengetahui apakah dalam
model  regresi  terjadi
ketidak  samaan  varians
dan  residual  dari  satu
pengamatan  ke
pengamatan  lainnya.
Untuk  dapat  melihat
model  regresi  terkena
heteroskedastisitas  atau
tidak,  pada  penelitian  ini
menggunakan  uji  Glejser.
Uji  Glejser  dilakukan
dengan  cara  meregres
nilai  absolut  residual
terhadap  variabel
independen  (Ghozali,
2006:109).  Jika  variabel
independen  tidak
signifikan  secara  statistik
(nilai  sig>)
mempengaruhi  variabel
independen  nilai  absolut
residual,  maka
disimpulkan  model  regresi
tidak  mengandung
heteroskedastisitas.
3.3.2  Goodness  of  Fit   suatu
Model
Ketepatan  fungsi  regresi
sampel  dalam  menaksir  nilai
aktual  diukur  dari  Goodness  of
Fitnya.  Goodness  of  Fit  suatu
model  diukur  dari  nilai  koefisien
determinasi, nilai statistik F, dan
nilai  statistik  t.  (Ghozali,
2006:87)  Goodness of Fit  suatu
model terdiri atas:
1.  Koefisien Determinasi (R
2
)
Koefisien  determinasi  (R
2
)
pada  intinya  mengukur
seberapa  jauh  kemampuan
model  dalam  menerangkan
variasi  variable  dependen.
Koefisien  determinasi  atau
kuadrat  dari  koefisien
korelasi memiliki nilai antara
0  sampai  dengan  1  atau  0<
R²<1.  Koefisien  determinasi
sama  dengan  satu  berarti
variabel  independen
berpengaruh  secara
sempurna  terhadap  variabel
dependen  dan  jika  koefisien
determinasi  sama  dengan  0
berarti  variabel  independen
tidak  berpengaruh  terhadap
variabel  dependen  (Ghozali,
2006:87).
2.  Uji Simultan (F - test)
Pengujian  ini  bertujuan
untuk  menguji  signifikansi
pengaruh  variabel  bebas
keputusan  pendanaan  (Xl),
profitabilitas  (X2),  dan
struktur  asset  (X
3
)  pada
variabel  terikat  EVA  (Y)
secara  simultan  atau
serempak.  Langkah-langkah
dalam  menguji  hipotesis  ini
adalah:
1.  Merumuskan hipotesis
H0:  b1-b3  =  0  (artinya
variabel  bebas  secara
bersama-sama  tidak
berpengaruh  signifikan
terhadap variabel terikat)
H1:  paling  sedikit  salah
satu  bi≠0  (i=1-3)  artinya
paling  sedikit  salah  satu
variabel  bebas
berpengaruh  terhadap
variabel terikat.
2.  Kriteria pengujian
Perhitungan  Ftabel  dengan
penentuan  taraf  nyata  (α  )
=  5  %  dan  df  =  (k-1)  (n-k).
Dengan  demikian  Ftabel
adalah sebesar Fd (k-1) (nk)
3.  Menentukan F hitung
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
101
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
Secara  matematis  Fhitung
dapat  diperoleh  dengan
rumus:
Fhitung  =   R²/K-1
(1- R²)/( n –k)
4.  Uji Hipotesis
Uji  hipotesis  dilakukan
dengan  membandingkan
Fhitung dengan Ftabel
Jika  Fhitung  ≤  Ftabel  atau
signifikansi  ≥  α  (0,05),
maka  H0  diterima  dan  H1
ditolak
Jika  Fhitung  >  Ftabel  atau
signifikansi  <  α  (0,05),
maka  H0  ditolak  dan  H1
diterima
5.  Uji Parsial (t - test)
Uji  ini  dilakukan  untuk
mengetahui  signifikansi
pengaruh  variabel  bebas
keputusan  pendanaan  (Xl),
profitabilitas  (X2),  dan
struktur  asset  (X3)  pada
variabel  terikat  EVA  (Y).
secara  parsial.  Langkahlangkah  dalam  menguji
hipotesis ini adalah:
1.  Merumuskan hipotesis
H0: bi = 0 (artinya variabel
bebas  secara  parsial  tidak
berpengaruh    signifikan
terhadap variabel terikat)
H1:  bi  ≠0  (artinya  paling
sedikit  salah  satu  variabel
bebas  secara  parsial
berpengaruh  terhadap
variabel terikat)
2.  Menentukan  ttabel  dengan
penentuan  taraf  nyata  (α)
=5%/2  =  0,025  dan
penentuan  derajat  bebas
(df)  =  n-k.  Dengan
demikian  ttabel  adalah
sebesar tα/2 (df)
3.  Menentukan thitung
ti = bi – βi
Sbi
Keterangan:
bi: Koefisien regresi parsial
yang  ke-1  dari  regresi
sampel
βi:  Koefisien  parsial  yang
ke-1  dari  regresi
populasi
Sbi:  Kesalahan  standar
(standard  error  )
koefisien sampel.
4.  Uji hipotesis
Uji  hipotesis  dilakukan
dengan  membandingkan
thitung dengan ttabel.
Jika  ttabel  ≤  thitung  ≤  ttabel
atau  signifikansi  ≥  α
(0,05),  maka  H0  diterima
dan H1 ditolak .
Jika  thitung  >  ttabel  atau
thitung  <  -  ttabel  atau
signifikansi  <  α  (0,05),
maka  H0  ditolak  dan  H1
diterima.
3.4  Analisis  Regresi  Linear
Berganda.
Teknik  analisis  data  yang
digunakan  dalam  memecahkan
masalah  dan  untuk  mencapai
tujuan  dari  penelitian  ini  adalah
dengan  menggunakan  analisis
regresi  linear  berganda.
Persamaan  model  regresi
berganda tersebut adalah:
Y =     +  β1X1  +   β2X2  +   β3X3  +
β4X4  + ℮
Keterangan :
Y:  EVA
:  Konstanta
X1: Keputusan pendanaan
X2: Profitabilitas
X3: Struktur asset
102
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
X4: Perputaran piutang
β:  Koefisian regresi
ei  ℮:  error
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Asumsi Klasik
1.  Uji Normalitas
Uji  normalitas  data  bertujuan
untuk  menguji  apakah  dalam
model  regresi  variabel  terikat
dan  variabel  bebas  memiliki
distribusi  normal  atau  tidak,
(Ghozali,2006:147).
Berdasarkan  pengujian
Kolmogorov-Smirnov  diperoleh
nilan  sig  sebesar  0,958  (Tabel
4.1)  yang  lebih  besar  dari
0,05.  Hal  tersebut
menunjukkan  bahwa  residual
berdistribusi normal.
2.  Uji Multikolinearitas
Uji  multikolinearitas  ini
dilakukan  untuk  menguji
apakah  dalam  model  regresi
ditemukan  adanya  korelasi
diantara  variabel  bebas.
Berdasarkan  hasil  pengujian
diperoleh  bahwa  nilai  VIF
(Varians  Inflation  Faktor)  dari
semua  variabel  penelitian
kurang  dari  10  dan  nilai
tolerance  lebih  dari  10  persen.
Hal  ini  menunjukkan  bahwa
tidak  terdapat  korelasi  antara
variabel  bebas.  Hasil
pengujian  ditunjukkan  pada
Tabel 4.2 (Lampiran):
3.  Uji Autokorelasi
Uji  Autokorelasi  bertujuan
untuk  menguji  apakah  dalam
model  regresi  ada  korelasi
antara  kesalahan  pengganggu
pada  periode  t  dengan
kesalahan  pada  periode  t-1
(periode  sebelumnya).  Deteksi
autokorelasi digunakan uji run
test.  Berdasarkan  hasil
pengujian  pada  Tabel  4.3
(Lampiran)  menunjukkan  nilai
sig  sebesar  0,253  yang  lebih
besar  dari  0,05,  maka  dapat
disimpulkan  tidak  terjadi
autokorelasi.
4.  Uji Heteroskedastisitas
Uji  ini  bertujuan  untuk
mengetahui  apakah  dalam
model  regresi  terjadi  ketidak
samaan  varians  dan  residual
dari  satu  pengamatan  ke
pengamatan  lainnya.  Untuk
dapat  melihat  model  regresi
terkena  heteroskedastisitas
atau  tidak,  pada  penelitian  ini
menggunakan uji Glejser. Jika
variabel  independen  signifikan
secara  statistik  (nilai  sig  <  )
mempengaruhi  variabel
independen  nilai  absolut
residual,  maka  disimpulkan
model  regresi  tidak
mengandung
heteroskedastisitas.
Berdasarkan  hasil  pengujian
diperoleh  signifikansi  semua
variabel  independen  terhadap
nilai  absolut  residual
semuanya  lebih  besar  dari
0,05.  Hal  tersebut
menunjukkan  bahwa  tidak
terjadi  heteroskedastisitas.
Hasil  pengujian  ditunjukkan
pada Tabel 4.4 (Lampiran):
4.2  Goodness  of  Fit    suatu
Model
1.  Koefisien Determinasi (R
2
)
Koefisien  determinasi  (R
2
)
pada  intinya  mengukur
seberapa  jauh  kemampuan
model  dalam  menerangkan
variasi  variable  dependen.
Berdasarkan  pengujian  (Tabel
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
103
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
4.6)  diperoleh  nilai  R
2
sebesar
0,466  (46,6%).  Hal  tersebut
berarti  sebesar  46,6%  variabel
independen  dalam  penelitian
ini  mampu  menjelaskan
variasi  dari  variabel  dependen
dan  sisanya  sebesar  53,4%
dijelaskan  oleh  faktor  lain
diluar penelitian.
2.  Uji Simultan (F - test)
Pengujian  ini  bertujuan  untuk
menguji  signifikansi  pengaruh
variabel  bebas  keputusan
pendanaan  (Xl),  profitabilitas
(X2),  struktur  asset  (X3)  pada
variabel  terikat  EVA  (Y)  secara
simultan  atau  serempak.
Berdasarkan  hasil  pengujian
seperti  terlihat  pada  Tabel  4.6
(Lampiran),  nilai  sig  sebesar
0,000  yang  jauh  lebih  kecil
dari  0,05.  Hal  ini
menunjukkan  bahwa  secara
bersama  sama  keputusan
pendanaan  (Xl),  profitabilitas
(X2),  dan  struktur  asset  (X3)
berpengaruh  signifikan
terhadap EVA (Y).
4.3 Uji Hipotesis
1.  Pengujian Persamaan Regresi
Teknik  analisis  data  yang
digunakan  dalam
memecahkan  masalah  dan
untuk  mencapai  tujuan  dari
penelitian  ini  adalah  dengan
menggunakan  analisis  regresi
linear  berganda.  Analisis  ini
digunakan  untuk  mengetahui
pengaruh  variabel  bebas
keputusan  pendanaan,
profitabilitas,  struktur  aset
dan  perputaran  piutang
terhadap  variabel  terikat  EVA
pada  Perusahaan  kategori  LQ
45  yang  terdaftar  di  Bursa
Efek  Indonesia.  Berdasarkan
hasil pengujian seperti terlihat
pada  Tabel  4.8  (Lampiran)
diperoleh  persamaan  regresi
sebagai berikut:
Y= 12,420 -0,003X1 + 0,031X2
+ 0,028X3
Berdasarkan  persamaan
tersebut  dapat  diintepretasikan
hal-hal sebagai berikut:
1.  Konstanta  sebesar  12,420,
menunjukkan  bahwa
apabila  tidak  ada  variabel
bebas  atau  variabel  bebas
(X)  sama  denga  nol,  maka
nilai dari variabel terikat (Y)
adalah  sama  dengan
12,420.
2.  Koefisien  regresi  (β1)  sama
dengan  -0,003,  hal  ini
menunjukkan  bahwa
pengaruh  dari  X1  yaitu
keputusan  pendanaan
adalah  negatif.  Apabila  X1
naik sebesar 1 persen maka
menyebabkan  Y  (EVA)
mengalami  penurunan
sebesar  0,3  persen  dengan
asumsi  variabel-variabel
yang lain konstan.
3.  Koefisien  regresi  (β2)  sama
dengan  0,031,  hal  ini
menunjukkan  bahwa
pengaruh  dari  X2  yaitu
profitabilitas  adalah  positif
pada  Y  (EVA).  Apabila  X2
naik sebesar 1 persen maka
menyebabkan  Y  mengalami
kenaikan  sebesar  3,1
persen  dengan  asumsi
variabel-variabel  yang  lain
konstan.
4.  Koefisien  regresi  (β3)  sama
dengan  0,028,  hal  ini
menunjukkan  bahwa
pengaruh  dari  X3  yaitu
104
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
struktur  asset  adalah
positif  pada  Y  (EVA).
Apabila  X3  naik  sebesar  1
persen  maka  menyebabkan
Y  mengalami  kenaikan
sebesar  2,8  persen  dengan
asumsi  variabel-variabel
yang lain konstan.
5.  Pengujian Hipotesis
1.  Pengaruh  Keputusan
Pendanaan  pada  Economic
Value Added
Berdasarkan  hasil  uji  t
seperti  terlihat  pada  Tabel
4.7  (Lampiran),  nilai
signifikansi  dari  variabel
keputusan  pendanaan  (X1)
sebesar  0,018  yang  lebih
kecil  dari  tingkat    (0,05)
dengan  beta  sebesar  -0,03.
Hal  tersebut  menunjukkan
bahwa  hipotesis  pertama
yang  menyatakan
keputusan  pendanaan
berpengaruh  negatif    pada
EVA diterima.
Keputusan pendanaan yang
dalam  penelitian  ini
diproksikan  sebagai  Debt  to
Equity  Ratio  mencerminkan
jumlah  pinjaman  yang
diberikan  oleh  kreditur
dengan  jumlah  modal
sendiri  yang  diberikan  oleh
pemilik.  Semakin  tinggi
rasio  DER,  semakin  tinggi
risiko  yang  ditimbulkan.
Tingginya  risiko  ini  akan
merangsang  investor  untuk
meminta  tingkat
pengembalian  yang  lebih
tinggi.  Keadaan  ini  yang
menyebabkan   biaya
hutang   meningkat,  ratarata tertimbang biaya modal
juga  meningkat  sehingga
berpengaruh  dalam
penurunan nilai EVA.
2.  Pengaruh  Profitabilitas
pada Economic Value Added
Berdasarkan  hasil  uji  t
seperti  terlihat  pada  Tabel
4.7  (Lampiran),  nilai
signifikansi  dari  variabel
profitabilitas  (X2)  sebesar
0,005  yang  lebih  kecil  dari
tingkat  (0,05) dengan beta
sebesar  0,031.  Hal  tersebut
menunjukkan  bahwa
hipotesis  kedua  yang
menyatakan  profitabilitas
berpengaruh  positif  pada
EVA diterima.
Profitabilitas mencerminkan
kemampuan  memperoleh
laba  dalam  hubungannya
dengan  penjualan,  modal
sendiri  maupun  total
aktiva.pada  penelitian  ini
profitabilitas  diukur  dengan
return  on  equity  (ROE).
Semakin  tinggi  ROE
semakin  baik  karena
menunjukkan  laba  yang
dihasilkan  perusahaan  dari
dana  yang  diinvestasikan
semakin  besar.
Meningkatnya  laba  bersih
tersebut  pada  akhirnya
akan  berpengaruh  pada
meningkatnya  EVA  (David
& Stephen, 2001:254).
3.  Pengaruh  Struktur  Asset
pada Economic Value Added
Berdasarkan  hasil  uji  t
seperti  terlihat  pada  Tabel
4.7  (Lampiran),  nilai
signifikansi  dari  variabel
struktur  asset  (X3)  sebesar
0,001  yang  lebih  kecil  dari
tingkat  (0,05) dengan beta
0,028.  Hal  tersebut
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
105
Vol. 2, No. 1, Feb  2012
menunjukkan  bahwa
hipotesis  ketiga  yang
menyatakan  struktur  asset
berpengaruh  positif  pada
EVA  diterima.  Semakin
tinggi  jumlah  aktiva  tetap
dalam  perusahaan,  biaya
yang tertanam dalam aktiva
tetap  juga  meningkat.
Meningkatnya  biaya  yang
berasal  dari  aktiva  tersebut
berpengaruh  terhadap  EVA
perusahaan.
4.  KESIMPULAN,  SARAN  DAN
KETERBATASAN
Tujuan  penelitian  ini  adalah
untuk  menguji  dan  memperoleh
bukti  empiris  pengaruh
keputusan  pendanaan,
profitabilitas,  dan  struktur  aset
pada  economic  value  added
(EVA).  Sampel  penelitian  adalah
perusahaan  yang  termasuk
kelompok  LQ  45  berturut-turut
periode  2005  -2009.
Berdasarkan  analisis  data  dan
pembahasan,  maka  dapat
disimpulkan  keputusan
pendanaan  berpengaruh  negatif
signifikan  pada  EVA,  sedangkan
profitabilitas  dan  struktur  asset
berpengaruh  positif  signifikan
pada EVA.
Penelitian  ini  hanya  menguji
pengaruh keputusan pendanaan,
profitabilitas,  dan  struktur  aset
pada  EVA  dan  menggunakan
sampel  perusahaan  yang
termasuk  indek  LQ-45  dibursa
efek Indonesia tahun 2005-2009.
Bagi penelitian selanjutnya dapat
mempertimbangkan  variabelvariabel  lain  yang  secara  teori
berpengaruh  pada  economic
value  added  (EVA),  serta
menggunakan  semua  jenis
perusahaan  yang  terdaftar  di
Bursa  Efek  Indonesia  sehingga
mampu  mendapatkan  hasil  yang
lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali,  Imam.  2006.  Aplikasi
Analisis  Multivariate  dengan
Program  SPSS.  Semarang:
Badan  Penerbit  Universitas
Diponegoro.
Husnan,  Suad.  2002.  Manajemen
Keuangan  Teori  dan
Penerapan  (Keputusan
Jangka  Panjang).  Buku  1.
Edisi 4. Yogyakarta: BPFE
Sartono,  R.  Agus.  2001.  Manajemen
Keuangan Teori dan Aplikasi.
Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.
Sugiyono.  2006.  Metode  Penelitian
Bisnis.  Cetakan  ke-9.
Bandung: Alfabeta.
Tunggal,  Amin  Widjaja.  2001.
Memahami  Konsep
Economic  Value  Added
(EVA):  Teori,  Soal,  dan
Kasus. Jakarta: Harvarindo.
________.  2001.  Memahami
Konsep  Economic  Value
Added  (EVA)  dan  Value
Based  Management  (VBM.
Jakarta: Harvarindo.
106
Pengaruh Keputusan Pendanaan, Profitabilitas dan Struktur Asset terhadap Economic Value
Added pada Perusahaan LQ45 Periode Tahun 2005 – 2009
Winarno, Agung. 2004. Beberapa
Variabel  yang
Mempengaruhi  Nilai
Tambah  Ekonomi
Perusahaan  Rokok  yang  Go
Public  di  BEJ.  Jurnal
Ekonomi UNMER. Vol VII No
3. Oktober. 419 – 430.
Young,  David  S.  &  O’Byrne,
Stephen  F.  2001.  EVA  &
Manajemen  Berdasarkan
Nilai (Panduan Praktis untuk
Implementasi).  Jakarta:
Salemba Empat.
Lampiran
Tabel 3.1
Kriterian Penentuan Sampel
Keterangan  Jumlah
1.  Perusahaan  yang  termasuk  kategori  LQ  45
pada Bursa Efek Indonesia
45
2.  Perusahaan  yang  termasuk  kategori  LQ  45
pada  Bursa  Efek  Indonesia  secara  tidak
berturut-turut dari tahun 2005-2009
(30)
3.  Perusahaan  yang  termasuk  kategori  LQ  45
pada  Bursa  Efek  Indonesia   dan  mengalami
kerugian dalam periode 2005 – 2009
(5)
Jumlah Sampel   10
Jumlah pengamatan selama 5 tahun   50
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
107
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Tabel 4.1
Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Bebas  Tolerance  VIF  Keterangan
X1  0,804  1,244  Non
Multikolinearitas
X2  0,881  1,175  Non
Multikolinearitas
X3  0,927  1,079  Non
Multikolinearitas
Tabel 4.3
Hasil Uji Autokorelasi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
50
.0000000
1.29484199
.072
.072
-.044
.509
.958
N
Mean
Std. Dev iation
Normal Parameters
a,b
Absolute
Positiv e
Negativ e
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov -Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribution is Normal.
a.
Calculated f rom data. b.
Runs Test
-.10694
25
25
50
30
1.143
.253
Test Value
a
Cases < Test Value
Cases >= Test Value
Total Cases
Number of Runs
Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Median a.
108
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009
Tabel 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4.5
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.6
Hasil Uji F (F-test)
Coefficients
a
.711 .546 1.301 .200
.002 .001 .276 1.770 .083
-.006 .011 -.082 -.542 .590
.008 .009 .130 .893 .376
(Constant)
X1
X2
X3
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: Abres
a.
Model Summary
.683
a
.466 .431 1.33640
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Predictors: (Constant), X3, X2, X1
a.
ANOVA
b
71.719 3 23.906 13.386 .000
a
82.154 46 1.786
153.874 49
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), X3, X2, X1
a.
Dependent Variable: Y b.
Jurnal Riset Akuntansi JUARA
109
Vol. 2, No. 1, Feb 2012
Tabel 4.7
Hasil Uji t
Coefficients
a
12.420 .503 24.702 .000
-.003 .001 -.295 -2.453 .018 .804 1.244
.031 .010 .342 2.931 .005 .851 1.175
.028 .008 .379 3.388 .001 .927 1.079
(Constant)
X1
X2
X3
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: Y
a.
110
Perbedaan Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Reaksi Pasar Antara
Perusahaan High-Profile Dan Low-Profile Dalam Indeks Lq-45 Di BEI Tahun 2009