Sistem Ekonomi Kapitalis
Secara
historis perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan liberalisme
yang mulai muncul pada tahun 1648 setelah tercapainya perjanjian Westphalia,
perjanjian yang mengakhiri perang tiga puluh tahun antara Katolik dan Protestan
di Eropa yang selanjutnya menetapkan bahwa sistem negara mereka adalah
merdeka yang didasarkan pada kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas
politik Paus dan Gereja Katolik Roma. Sejak itu aturan main kehidupan
dilepaskan dari gereja, dengan anggapan bahwa negaralah yang paling tahu
kebutuhan dan kepentingan warganya, sementara agama diakui keberadaannya tetapi
dibatasi hanya di gereja.
Plus 4.000 artikel Islami, 6.000 kitab, serta nasyid
walimah & jihad.
digitalhuda.com/?f1
Peluang Usaha Sambil Ibadah, Perwakilan Biro
Umrah-Haji Plus dan Raih Reward Ratusan Juta Rupiah.
www.rumahhajidanumrah.com
Pusat Belanja Buku Islam Online Lengkap Dan Murni.
tokopedia.com/tokobukumuslim
Film Rasulullah Muhammad SAW, Umar bin Khattab, Nabi
Yusuf, Konspirasi Dajjal Akhir Zaman.
rubystore.wordpress.com/
Liberalisme
semakin berkembang dengan sokongan rasionalisme yang menyatakan bahwa rasio
manusia dapat menerangkan segala sesuatu secara komprehensif yang kemudian
melahirkan pendapat bahwa manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan
hidupnya dan mempertahankan kebebasan manusia dalam hal kebebasan beragama,
kebebasan berpendapat, kebebasan individu dan kebebasan hak milik. Dari kebebasan
hak milik inilah dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, dimana kapitalisasi
menjadi corak yang paling menonjol dalam sistem ekonomi ini.
Kapitalisme
adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi, dimana nilai produksi
dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem kapitalisme sama sekali
tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan bersama, kepemilikan
bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah kepuasan sepihak,
alias setiap keuntungan adalah milik pribadi.
Contoh paling
mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari aktualitas Amerika
Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem ekonomi campuran
(kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak bisa lepas dari
unsur kapitalis dalam prakteknya.
Hal ini
diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai ‘sistem destruksi
kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil maupun pasar
kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah restrukturisasi,
yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian modal, karena
mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu juga
diyakini mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan campur
tangan pemerintah.
Sekilas cara
pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar tersusun rapi dalam
mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul ketimpangan dan menimbulkan
suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana beberapa individu akan menjadi
lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan semakin miskin. Begitu juga
dengan semakin meningkatnya angka pengangguran dan kriminalitas serta aksi
anarki dimana-mana.
Menurut
James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital Management, Amerika
Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena deficit keuangan negara
adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22 persen dibandingkan
tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150 triliun, akibatnya Obama
dan pihak legislative akan menaikkan pajak dan menurunkan belanja negara secara
besar-besaran yang mulai diluncurkan per 1 Januari tahun ini.
Dalam
kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar, kemudian
tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan
pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa
yang akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan
juga anomali. Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata
lantaran keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis
saja, tanpa mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Adam Smith
juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori ekonomi yang
dibangunnya; Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini adalah
semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan sewajarnya
sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang terdiri dari
supply and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaik-baiknya dan
Invisible hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi
masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan
sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
Meskipun
Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua bukunya; The
Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi
metafora Invisible Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah
transaksi antara produsen dan konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk
kedua belah pihak dengan frekuensi tetap sehingga mampu menimbulkan barang
produksi yang semakin berkualitas tetapi harga semakin rendah. Dari sini, tentu
pola yang dimaksud terdapat pada sistem ekonomi kapitalis.
Lebih
lanjut, ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan kerap
muncul di sekitar kita tanpa disadari. Beberapa ciri tersebut bisa diringkas
menjadi:
Sebagian
besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
Barang dan
jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif.
Pemilik
modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan keuntungan
maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya. Sehingga modal
kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan
laba.
Aktivitas
ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan dan pembelian.
Pengawasan
atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi jika
dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang
melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
Riset
menduduki posisi yang penting dan menentukan dalam mendorong persaingan.
Tujuan
kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah dan keuntungan
yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang menganjurkan agar seorang
muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau agar menyedekahkannya untuk
kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan membentuk tatanan masyarakat yang
egois, materialis dan konsumeris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar